~Prolog

34 24 11
                                    


"Kemaren gue ketemu Andin, ih sumpah  cantik banget sekarang dia"

"Perasaan pas kita Smp dia biasa-biasa aja deh"

"Cepetan, jangan ngegosip Mulu ihh" teriak sebuah suara menginterupsi pembicaraan kedua gadis yang tengah asik bergosip ria.

"Iya bentar elahh, lagi lipstikan dulu nih"

"Ck, ribet banget Lo berdua" sahutnya kesal sambil melenggang pergi meninggalkan kedua temannya.

"Buruan, berabe kalo si Momo ngambek" ucapnya melirik gadis yang tengah memoleskan lipstik pada kedua belah bibirnya.

"Iya-iya, udah ayo cabut" ucapnya melenggang pergi mendahului gadis tersebut.

"Lah,malah ninggalin ni anak ish"

*****

"Udah dandannya, bilangnya mau pipis doang.tau gitu gue ogah nganter" sinisnya. memutar bola mata malas.

"Hehe, sorry mo" ucap gadis tersebut memeluk gadis yang ia panggil Mo tersebut tepatnya Momo.

"Vica ko lo gitu sih malah ninggalin gue, mana jalannya cepet lagi ihh. Mo si Vica nih" adunya sambil menunjuk gadis yang ia panggil Vica.

"Lo tuh ya cem bocah, lagian siapa suruh jalan kaya keong" ucapnya tak mau kalah.

"Ck, jangan berantem" decaknya.memutar bola mata malas.

"Mo Lo beneran mau pindah sekolah" tanya Vica yang kini tengah mendudukkan dirinya di samping gadis yang bernama Momo.

"Iya, keputusan bokap gue udah bulat.bukan cuman sekolah tapi rumah juga" jawabnya sendu.

" Kalo Lo pindah, gue harus ngadu ke siapa kalo si Vica nyebelin" ucapnya sambil menunduk.

"Lo tenang aja si Vica udah gue jinakin fel, kalo masih nyebelin lo iket aja ni anak di pohon jambu Mang Arip" ucapnya melirik Vica sambil terkekeh.

"Ish, awas aja kalo sampe lo lakuin Fel. Gue Telen lo" sahutnya menatap sebal pada Felyn.

"Ihh tu kan Mo, si Vica udah kaya gederuwo aja" ucap Felyn tak kalah sebal.

Morin Argea Winata namanya, hanya tersenyum melihat interaksi kedua sahabatnya yang telah menemaninya selama tiga tahun lebih.

Mungkin ia akan merindukan suasana seperti ini, saat ia meninggalkan kota kelahirannya nanti.

Bukan keinginannya meninggalkan kota tempat ia tumbuh selama 16 tahun hidupnya.

Namun perpisahan orang tuanya lah yang memaksanya meninggalkan kota kelahirannya meski ia enggan.

Banyak sekali kenangan yang akan ia tinggalkan disini, jika bukan karena ibunya yang meminta untuk ia memilih tinggal bersama ayahnya mungkin ia akan tetap disini bersama ibunya.

Namun bukan berarti iapun tak ingin tinggal bersama Ayahnya, hanya saja sulit baginya memilih antara kedua orang tuanya. Yang sama-sama ia sayangi.

Ingin ia berteriak ataupun marah agar perpisahan itu tak pernah terjadi. Namun apa yang bisa di lakukan seorang remaja labil yang baru saja akan beranjak dewasa.

Menangis pun tak akan membuat semuanya kembali seperti apa yang ia inginkan. Jadi satu-satunya jalan adalah menerimanya meskipun berat.

Jika ia tinggal bersama ayahnya, maka adiknya tinggal bersama ibunya. Bukan hanya berpisah dengan sosok ibu yang selama ini menemaninya namun juga adik yang paling ia sayangi.

Ingin ia menyalahkan takdir. Namun tidak bisa bahkan kini mempercayainya pun terasa begitu enggan.

"Mo...Momo woi, ko lo ngelamun sih. Dari tadi gue ngomong juga ih" ucap Vica sebal karena di abaikan oleh Momo.

"Emang lo ngomong apaan barusan?" Tanya Momo kalem setelah tersadar dari lamunanya.

"Tau ah" katanya membuang muka.

"Itu Mo, si Vica bilang kalo Lo pindah lo harus sering-sering ke sini kalo sekolah lo libur biar lo gak lupa sama kita berdua" ucap Felyn mewakili Vica yang tengah merajuk karena di abaikan.

"Yakali gue lupain lo berdua, lagian kan ada HP kita bisa chating atau video call.kalo lo berdua kangen gue" jawab Momo menaikan sebelah alisnya.

"Jadi kapan lo pidah Mo?" Tanya Vica yang telah selesai dengan acara merajuknya.

"Selesai pembagian raport"

"Yah, semingguan lagi dong. Gak bisa nanti aja. Sumpah gue gak rela lo pergi Mo" ucap Vica menatap Momo sendu.

"Semua persiapan udah selesai, tinggal nungguin gue aja" jawab Momo tersenyum tipis sambil menahan air mata yang kapan saja siap meluncur.

****

Rasanya baru kemarin ia membicarakan perihal kepindahannya pada kedua sahabatnya, namun tidak terasa kini hari itu telah tiba. Ingin rasanya ia memutar waktu sedikit lebih lama untuk ia habiskan bersama keduanya.

Tapi apa mau dikata, ia tidak hidup di dunia fantasi yang bisa dengan mudah melakukan hal di luar akal sehat sekalipun.

"Ayo Mo, pamitannya cepetan nanti keburu sore nyampenya"

"Iya pah bentar" "Morin pamit ya mah,jaga diri mamah. Jangan terlalu kecapean" ucapnya melepas pelukan dari sang ibu.

"Jagain Mamah ya dek, jangan nakal" ucapnya lagi menasehati sang adik yang kini tengah menangis enggan melepaskan pelukannya.

"Kak, Nissa gak mau pisah sama kakak" ucapnya sesegukan.

"Kalo kakak bisa milih, kakak juga gak mau ninggalin kamu.maafin kakak"

"Kakak pergi ya dek, mah. Assalamu'alaikum" pamitnya sambil berlalu meninggalkan kedua orang yang teramat ia sayangi.

"Kamu bisa kesini kalo liburan,jadi jangan nangis lagi ya" ucap sang ayang mengelus kepala putrinya sayang.

Meskipun ia tau keputusannya dengan mantan istinya begitu melukai kedua putrinya, namun ia tak bisa berbohong bahwa keduanya memang sudah tak memiliki kecocokan.

Perpisahan lebih baik dibandingkan dengan ia yang harus menyuguhkan pertengkaran pada kedua putrinya. Begitulah pikirnya.
.
.
.
TBC
[®]

Sukabumi,9 September 2018
Publish -> 26 September 2018

Hi guys, ini cerita kedua gue di Watty. Padahal yang GiG belom beres :v maapkan diriku, greget banget pengen publish soalnya :v

Haha semoga kalian suka ya 😂

MORINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang