Nurani

50 13 4
                                    

Ketukan palu keadilan terdengar memekik telinga.
Menaikkan durasi napas menjadi lebih stara.
Menyeimbangkan tubuh dengan keadaan ruh yang sudah di tiupkan.
Menyeduh rasa menghamburkan nyawa.

Suara sirine seolah panggilan tanpa kata.
Menarik paksa menghanyutkan dalam palung samudra.
Membisu rasa mendorong raga hingga jurang ternista.

Gerak tangan seumpama pukulan tanpa daya.
Menghantam jiwa menerobos an racun mematikan.
Menyayat kulit hati bagian dalam.
Mengubur dahaga menenggelamkan harga.

Rintihan bukan lagi suara kesakitan.
Jeritan bukan lagi simbol terluka.
Air mata bukan lagi umpama ketidakmampuan.

Hati merintih penuh kesakitan,tapi bibir tertawa pongah penuh kesombongan.
Nurani menjerit simbol rasa yang terluka,tapi bibir memuji penuh keharuan.
Mata memerah penuh rasa sakit terpendam,tapi bibi tersenyum penuh ketenangan.

Di mana letak sebuah keadilan?
Di mana letak ras iri dan dengki?
Dan di mana letak rasa sakit ini?
Di mana letak hati nurani?

Di sini aku berdiri,mencoba tegak menghadang ombak.
Mencoba bertahan sekeras karang.
Mencoba setia bak seorang buah lautan.

Dan di sinilah aku memulainya

RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang