Langit bergemuruh tak tenang, menghantar kelabu yang menjadi dominan. Sayup-sayup bunyi mengawang, dan Seokjin masih mengulik ruang. Abu-abu yang melekat di dinding, pendingin ruangan yang menyala dalam senyap, dan detak bunyi jam yang menggema di sudut-sudut. Ah, ternyata Seokjin ada di kamarnya.
Tapi, bukankah ini aneh? Sejauh yang dia ingat, dia sedang berbincang dengan salah satu temannya, Taehyung. Untaian skema nyata tersusun begitu saja, namun sejemang dia merasa asing.
"Sudah bangun, nak?"
Seokjin terlonjak dari tempatnya berbaring, mungkin sedikit berlebihan karena kedua lengan itu diletakkan di depan, sebuah gestur defensif.
"Seokjin, kau kenapa?"
"Ayah?" Dahinya berkerut, Seokjin bingung. Sebentar, mari merenung. Sebelum dia pergi ke rumah Jungkook, ayahnya sedang marah-marah, bukan?
"Ayah melihatmu pingsan di ruang tamu kemarin. Kau tidak sadar seharian. Ayah benar-benar khawatir," Pria setengah abad itu menghela napas, lantas menarik senyum. "Tapi tidak masalah. Asalkan kau sudah bangun, ayah bisa tenang."
Seokjin masih terdiam dengan ribuan tanda tanya yang berputar di kepala, lantas membiarkan ayahnya yang berlalu keluar kamar setelah mengatakan kalimat penuh afeksi yang disertai dengan senyum lebar.
Seokjin mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas, bergerak cepat menghubungi Taehyung. Dia menggigit bibir, cemas. Seharusnya tidak begini. Seharusnya ayahnya marah-marah, seharusnya dia juga sedang berbicara dengan Taehyung setelah membantu Jungkook mengerjakan PR nya.
"Halo?"
"Kim Taehyung! Ini aku, Seokjin. Kau ingat kan kemarin malam kita bertemu?"
"Hah? Kau bicara apa?"
Seokjin tercekat, raut wajahnya meredup, merasakan sebuah keganjalan yang berarti. "Kemarin aku berjalan sendirian, baru pulang dari rumah Jungkook. Lalu, aku bertemu denganmu."
"Apa maksudmu, Seokjin? Kemarin setelah makan sup ayam, aku menonton TV sampai tengah malam lalu ketiduran. Aku tidak pergi ke luar rumah sama sekali." Sebenarnya harapan Seokjin adalah Taehyung menjawabnya dengan ungkapan penuh persetujuan, tapi reaksi ini benar-benar di luar dugaannya.
"Sudah, ya! Aku mau makan dulu! Lapar sekali tahu!"
Sambungan dimatikan, meninggalkan Seokjin yang termangu di tempat. Tidak, tidak. Dia tidak sedang berhalusinasi. Tanpa pikir panjang, Seokjin segera mencari kontak lain di ponselnya, tampak tergesa-gesa sekali.
"Kenapa, Seokjin? Aku lagi main golf tahu! Karena kau menelepon, jadi tidak masuk!"
"Maaf, Jungkook." Seokjin berdeham, memperbaiki nada suaranya. "Aku mau bertanya sebentar. Kemarin aku membantumu mengerjakan PR matematika, kan?"
"Tentu saja! Terima kasih atas bantuanmu, ya! Aku benar-benar tertolong. Lain kali, aku akan menyediakan bolu cokelat yang banyak sekali!"
Seokjin tercengang bengang, terdiam sesaat. Dia menghela napas, tampak begitu bingung.
"Seokjin?"
"Ah, iya! Terima kasih, Jungkook. Aku tutup, ya." Seokjin tidak berkata apapun lagi, apalagi membiarkan Jungkook membalas. Dia benar-benar langsung menutup ponselnya begitu saja dengan napas yang sedikit memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity
Fanfiction[ON GOING] Dialah sang malam, hitam yang bertajuk kelam. Sebuah hasil manifestasi dari panorama delusi. [Kim Seokjin, as a main character.] ©jasminsya