Fatamorgana

5 1 0
                                    

Setiap sosok di dunia memiliki satu wajah yang ia percaya segenap jiwa. Satu wajah lelaki yang ia percaya tidak akan menyakitinya bahkan meninggalkannya. Tapi dihidupku, ayah beranjak pergi ketika aku bahkan belum mampu membaca. Bukan karena dipanggil tuhan, namun karena sudah waktunya ia pergi untuk menjemput keluarganya yang baru, hidupnya yang lebih indah. Kamu, lelaki yang dulu aku percaya tidak akan menyakitiku, terimakasih sudah memberikanku ruang dalam hidupmu walau untuk sekejap mata. Aku memang hanyalah perempuan berwajah pilu, hati yang selalu dikekang kaku dan bibir yang dibungkam bisu.

Sejuta sembilu menusuk harapanku ketika kamu mengucapkan kata itu. Mencabik-cabik segala hal yang telah kita rencanakan. Gelap dan sunyi menemani malam ketika nuraniku berkata kepada diri ini bahwa cepat atau lambat kamu akan pergi. Membawa segenap raga yang pernah aku relungkan setiap malam, yang pernah aku rangkul dalam kotak pembawa memori, namun kini semua itu hanya fatamorgana yang bisa aku baca.

Aku hanyalah seorang malam yang mencintai kamu, siang. Kamu adalah siang yang selalu mencintai senja, hingga aku datang menghapus sang senja lalu kamu menghilang. Maaf, aku hanya mampu mencintai kamu, bukan membahagiakanmu. Aku hanyalah sosok yang kakuk di hadapanmu, diam karena takut salah dalam perkataan dan malu karena aku hanyalah batu sedangkan kamu adalah kupu-kupu.

Aku ingin membawamu pergi dalam kebahagiaan bersamaku. Tetapi jagat raya pun mampu melihat bahwa kamu sedang tidak bersamaku. Tubuhmu ada disini, tapi raga dan jiwamu sedang menari-nari di lokasi lain. Mencari arti kebahagiaan sesungguhnya. Hidupmu adalah milikmu, namun bagaimana dengan hidupku? Aku ingin mencintaimu karena Allah, tapi kamu bahkan tidak peduli aku ada.

Waktu tidak akan pernah berhenti. Hanya manusia bodoh lah yang menyalahkan waktu tentang bagaimana egoisnya dia yang tidak pernah mau mengerti orang lain. Kadang kamu harus membuka mata bahwa tidak semuanya dapat mengerti kamu. Tidak mudah bagiku membayangkan tentang cinta. Apalagi untuk membayangkan cinta yang menyakitkan. Kisah seperti itu sudah nyata bagiku adanya, sudah ada bagiku rasanya, juga sudah tercium bagiku aromanya.

Kamu harus merakit sebilah kain dengan warna yang sama atau kain itu tidak akan terlihat elok lagi. Apa aku harus mencari sosok sepertimu lagi agar rasa itu kembali? Rasa ingin bahagiaku yang dulu kamu bangun, kita bangun. Bahkan ketika gawai ku merindukan dering darimu, aku ingin meneriakkan kepadanya bahwa ia sudah tidak pantas melakukan itu.

Aku ingin mengatakan kepadanya bahwa kamu akan pergi, bahwa kamu sudah pergi, bahwa kamu telah pergi.

a few sentencesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang