two.

4.6K 731 34
                                    

Lagi. Di pagi berikutnya dan sekiranya sampai hawa dingin ini berakhir, [name] sepertinya akan terus membagikan permen secara gratis. Hari ini dua bungkus secara rata pada barisan yang ia lewati. Kadang-kadang ada juga yang meminta langsung darinya. Menimbulkan sekilas ide, apakah sebaiknya ia memberi harga pada setiap permen?

Tidak. Dia tidak bisa setega itu pada ibunya.

"Oh iya [name], kenapa sih kau selalu membagikan permen ini?"

Begitu salah satu pertanyaan temannya yang mulai bisa melihat kebiasan baru [name] beberapa hari ke belakang.

"Hm, ibuku selalu membuat permen jahe setiap hawa dingin, dan aku hanya ingin membagikannya pada kalian," jawab gadis itu. Tidak ingin terlalu terus terang. Ia berlanjut melangkah ke kursinya.

Tsukishima Kei lagi-lagi di posisi itu. [Name] bertanya-tanya, sepagi ini ia datang tapi hanya untuk menidurkan kembali kepala di atas meja? Haruskah [name] memberi permen kopi daripada jahe?

Tak ingin mengambil pusing, [name] pun langsung menyisihkan dua bungkus permen jahe di meja laki-laki itu.

Namun sebuah suara yang baru dikenalinya kemarin sore tiba-tiba kembali memasuki indra pendengarannya.

"Hee, kakimu tidak bengkak-bengkak lagi?" ujar cowok itu, dengan nada kontras khas dirinya saat sedang mengejek. Atensinya melirik ke arah bawah, namun bukan ke arah rok.

[Name] sontak memutar kepala, berjalan ke meja si pemuda, dia pun berbisik. "Dengar, kau jangan bilang siapapun soal itu."

"Hm?" Kei tampak menaikan alis tak mengerti, "soal apa? Handwarmer di kaos kaki--"

[Name] memotongnya. Tepatnya, tangannya yang telah membekap mulu pemuda itu lebih dulu. "Iya, iya, itu. Jangan bilang siapa-siapa," katanya. Lalu menarik kembali tangan.

Sempat di sentuh oleh gadis itu, Kei pun mengusap lebih dulu mulutnya sebelum kemudian menaikan sebelah bibir, "kenapa? Aku pikir kau sengaja untuk memperlihatkannya."

Tentu saja [name] lantas mendesah, "tidaak."

"Atau jangan-jangan, kau juga menyelipkan handwarmer di seluruh bajumu, ya?" ujar pemuda itu lagi kini menebak.

Dengan sontak [name] menoyor pelan kepala Kei tanpa canggung. Padahal mereka baru saja bisa berbicara langsung seperti ini kemarin sore. Tetapi gadis itu sudah berani menyentuhnya tanpa ragu. Si pemuda yang diperlakukan seperti itu tentu saja mengerutkan kening, berpikir kenapa perempuan ini bertingkah seolah mereka sudah saling akrab.

"Daripada handwarmer, lebih baik aku menempelkan koyo ke seluruh tubuhku," ucap [name] agak ngawur. Membuat Kei ikut menyambung asal.

"Sekalian saja kau mengolesi tubuhmu dengan salep."

"Gila."

"Kau juga samanya."

[Name] pun kemudian mendesah. "Yasudah, tolong jaga rahasia, ya. Kalau bocor aku yang akan mengolesi mulutmu dengan salep." katanya kemudian berbalik menuju mejanya kembali. Dia mengeluarkan buku dari tasnya, merapikan agar tersusun di laci meja, [name] pun duduk di sana.

Sementara Tsukishima Kei kini menatap bungkus permen di mejanya. Meraihnya, ia lalu memasukan permen itu ke sakunya dengan cuek sebelum kembali memasang headphone-nya. Pemuda itu sudah tau, bahwa sedari awal [name], lah, yang suka memberinya permen jahe tersebut.

[❄❄❄]

Kei merasa makin haus. Niatanya untuk pergi ke kantin harus cepat berbelok lantaran sudah dapat melihat kantin penuh dari luar. Akhirnya berbalik, ia pun memutuskan untuk mencari mesin minuman. Ingat bahwa ada satu vending machine di gedung samping ini, ia pun segera melangkah ke sana.

Menghentikan langkahnya sejenak, Kei mendapati sosok di sana. Tengah mengerutkan kening, terlihat bingung memilih. Memutuskan mendekat, benar dugaan Kei bahwa itu adalah cewek tadi pagi, [name]. Entah kenapa dengan iseng laki-laki itu sontak melirik ke bawah. Kalau-kalau gadis itu ternyata menyelipkan sesuatu di sana lagi.

"Lama sekali bagai mengantri di restoran," celetuk Kei kemudian. Membuat gadis itu lantas menoleh.

"Oh, kau mau membeli?" tanya perempuan tersebut, [full name].

"Bukan, aku mau merampok."

[Name] mendengus, merasa geli dengan jawaban asal pemuda tersebut. Berikutnya ia pun menggeserkan tubuhnya dari sana. "Silahkan, daripada merampok, ambil saja bagianku. Aku belum memilih." katanya.

Menaikan sebelah alisnya, Kei bertanya, "kau tidak jadi membeli?"

Gadis itu menggeleng. "Buatmu saja. Aku sudah memasukan koin, tapi tidak ada minuman hangat di sana."

Agak heran, Kei pun menatap mesin tersebut. Dia makin mengernyitkan kening kala mendapati mesin minuman itu ternyata masih berisi beberapa kaleng di dalam, "ini ada?" katanya agak heran.

"Iya, tapi tidak ada coklat hangat," balas [name] memperjelas kalimatnya.

Tak mau terlalu peduli, manik Kei menyusuri isi mesin minuman tersebut. Gadis itu tadi sudah mengatakan akan memberikan koin yang telah dimasukan itu kepadanya, sayang untuk menolak hal tersebut, Kei pun akhirnya mengambil bagiannya. Dia menyeletuk kala mendapati salah satu baris kaleng di sana, "ini ada teh jahe?" katanya dengan heran.

"Lalu?"

"Bukannya kau suka?"

[Name], gadis itu mendehem panjang. Tangannya masuk ke dalam saku, meremas sesuatu di sana. "Tidak, tuh." ujarnya kemudian tampak mengalihkan maniknya.

"Tapi kau punya permen jahe?"

"Hanya punya memang kenapa?"

Mengernyitkan kening makin merasa heran, Kei detik berikutnya pun memutuskan kembali untuk tidak terlalu peduli. Dia menekan tombol di sana, memilih kopi hangat untuk dibawanya ke luar. Sampai ia kembali berbicara, "kau tidak suka kopi?"

Menggeleng, [name] membalas, "ambil saja." katanya, merasakan Kei agak ragu mengambil bagiannya.

Tau bahwa pemuda di hadapannya ini tidak mungkin mudah untuk mengucapkan terimakasih, [name] pun hanya melemparkan senyum saat Kei menatapnya. Dengan itu, [name] akhirnya berbalik. Pergi dari sana meninggalkan laki-laki tersebut.

.

.

.

continue

pegangan. alur akan aku buat cepet dan pendek hwhw:')

ginger candy » kei tsukishima.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang