Kau

213 32 1
                                    

Senyum manismu masih melekat dalam ingatanku. Bahkan ketika kau menatap kilauan Bintang yang membentang di sana.  Matamu tak pernah berkedip untuk melihatnya. Hidungmu, matamu, bahkan bibirmu tergambar Indah dalam setiap potret memory kecilku.

Bahkan kau bilang bahwa hal terindah dalam hidupmu adalah ketika kau melihat setiap kilauan kecil namun Indah yang terlukis apik dalam bentangan langit malam.

Kau selalu saja memintaku untuk duduk tepat di sampingmu.  Kau selalu tersenyum ketika kau mengatakan "Duduklah di sini, bersamaku." Jangan lupakan senyummu yang tetap melekat dalam wajahmu. Senyum yang selalu aku rindukan. Senyum yang selalu mampu membuatku kembali bersemangat.

Ketika hujan hadir ditengah gelapnya malam, bahkan kau memintaku untuk datang. Aku menurutinya. Mengiyakan apa katamu. Karena kau sempat bilang "Menarilah bersama hujan, karena hujan dapat mengerti tentang perasaanmu." memang benar, hujan mampu mengerti perasaanku, dan karena dirimu aku mulai menyukai hujan.

Kau juga yang mengajarkanku tentang warna pelangi. Kau bilang "pelangi itu cantik, warnanya pun tak mampu beralih menjadi warna gelap. Jika kau terus menatap pelangi maka kau akan mengerti apa artinya hidup itu." terimakasih untuk pelajaran itu. Karena aku sekarang paham apa itu hidup. Bagaikan pelangi, aku mengenalmu adalah salah satu dari 7 warna pelangi.
.
.
"Mark" aku menoleh ketika suara berat memanggilku kencang, aku terseyum tak lupa melambaikan tangan.

Kulihat dia ikut tersenyum lalu berlari kecil ke arahku

"Kau tau," dia menjeda kalimatnya, napasnya memburu akibat berlari tadi padahal itu tidak kencang tapi dia cepat sekali lelah. Mengambil napas sebentar dia melanjutkan kalimatnya.

"Jinyoung kembali." lanjutnya. Seketika lututku menjadi lemah, aku tak mampu berdiri, namun aku tahan karena di sini masih ada Jackson. Aku bergetar, menahan emosi apa saja yang kapan saja bisa meledak. Jinyoung telah kembali, dia pulang dan berarti dia..

Aku tersenyum, menepuk pundak Jackson semangat. Mungkin aku harus menyusulnya tak perlu bertanya di mana keberadaan Jinyoung sekarang karena aku tau di mana dia.
Hendak pergi, namun Jackson mencekal tanganku terlebih dahulu.

"Jangan Mark, jangan sekarang." katanya dengan memohon kepadaku. Aku hanya menatap Jackson bingung.

Kenapa?

Mata Jackson mulai berkaca-kaca, menahan sesuatu dalam dirinya. Bahkan ia mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Ada apa Jackson?" tanyaku bingung. Jackson hanya diam tak menjawab.

"Aku ingin bertemu Jinyoung dia pasti menungguku sekarang." teriakku kesal, karena sedari tadi Jackson memegang tanganku dengan begitu erat, hingga aku merasakan sakit.

"Lepaskan aku Jackson brengsek." akhirnya satu makian keluar dari mulutku. Biarkan saja, salahnya sendiri menahanku seperti ini.

Bukannya kesal atau jera dia malah menarikku pergi. Aku hanya mengikuti langkah Jackson, sesekali aku mengerang dan memberontak ingin lepas. Tapi sialnya pegangan itu semakin erat.

"Jackson pliss, aku ingin bertemu Jinyoung aku merindukannya." akhirnya, Jackson melepaskan tanganku, ia menghentikan langkahnya. Lalu berbalik menatapku

"Tidak Mark, Jinyoung bukanlah Jinyoung yang kau kenal seperti dulu dia sudah berbeda. Sebaiknya kau lupakakan rindu itu." aku menyerngit bingung ketika Jackson berucap seperti itu.

Apa maksudnya?

"Jinyoung sudah menikah." katanya dan,,

DUARRRRRR. petir tanpa hujan dan angin menghampiriku. Sebuah cambuk besar menghantam pertahananku.

Jinyoung telah menikah.

Aku memundurkan langkahku, rasanya aku sudah tak memiliki tenaga lagi untuk tetap berdiri. Hatiku, oh hatiku apa kabar dengan dia. Dan bahkan, mataku saja tak tau bagaimana kabar air mataku yang begitu saja meluncur.
Aku menatap Jackson dengan tatapan tak percaya

MarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang