Just Lily

1.5K 265 5
                                    

Tak banyak yang bisa kami bicarakan saat makan bersama.

Satu, karena pada dasarnya Lily sangat cuek, dia bahkan nggak mau repot atau pura-pura bertanya sesuatu untuk sekedar basa-basi —yah dia memang nggak peduli sih. Dua, karena aku yang sudah kehilangan mood, aku jadi nggak mau berbicara tentang apapun. Semuanya terasa serba salah, membosankan.

Tapi, ada satu hal yang menarik perhatianku; melihat Lily makan sebanyak itu secara langsung. Serius.

Setelah dia menghabiskan satu Khao Soi dan Tom Yum, dia memesan sesuatu lagi dengan nama —kalau aku tidak salah, Pad Thai, lalu Mango Sticky Rice, kemudian kue manis sebagai hidangan penutup dll.

"Aku belum pernah makan makanan Thailand sebelumnya, jadi aku harus mencoba sebanyak-banyaknya."
Begitu kata Lily.

Yah, aku juga belum pernah makan-makanan Thailand sebelumnya, tapi aku nggak memesan semuanya dalam satu waktu seperti dia.

Aku meringis.

Sebenarnya, aku agak salut. Saat perempuan lain menjaga pola makan mereka dan diet ini itu, Lily malah menikmati semua makanan yang ada. Rasanya asik sendiri melihat dia sedang makan. Anehnya, walaupun dia makan sangat banyak, badan Lily tetap saja terlihat kecil. Apa dia memang tipe yang makan banyak tapi nggak gemuk itu ya? Dia sangat cocok jadi Model Mukbang.

Walaupun dia makan banyak, dia tetap harus mengimbanginya dengan waktu. Jadi, semua makanan yang dia makan, akan dikunyah pelan-pelan, nggak langsung di makan dengan buru-buru. Dan cara makannya yang seperti itu membutuhkan waktu yang cukup lama.

Saat Lily menghabiskan semua waktunya untuk makan, aku sudah menunggunya hingga tiga jam. Yang ku lakukan hanya duduk di depannya sambil menikmati Mango Sticky Rice —yang ku pesan sekitar setengah jam lalu karna bosan.

Ketika dia selesai menikmati hidangan terakhir, jam sudah menunjukkan pukul 6 lewat, matahari mulai terbenam. Sebagai laki-laki yang baik, tentu saja aku menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Bagaimanapun juga, dia tetap perempuan yang nggak bisa ku biarkan pulang sendiri di malam hari. Apalagi, aku adalah orang yang mengajaknya keluar hari ini.

"Nggak perlu mengantarku pulang, aku bisa pulang sendiri," Lily menendang sebuah batu di jalan —sebagai pelampiasan rasa kesal mungkin?

"Nggak boleh," jawabku sambil mengikutinya dari belakang.

Lily sedikit cemberut.

Sejak tadi dia bersikeras untuk pulang sendiri. Tapi yah, aku kan hanya merasa bertanggung jawab. Lagipula dia pernah bilang kalau rumahnya gak jauh dari mall, jadi gak masalah kan?

Kami berjalan menyusuri trotoar. Satu persatu lampu jalan mulai dihidupkan, jalanan pun mulai dipenuhi oleh orang-orang yang baru saja pulang bekerja.

Lily berjalan sedikit di depanku, sambil menendang-nendang kecil semua yang bisa di temuinya di jalan —batu, puntung rokok, bunga yang gugur dll.

"Kamu kelas berapa sih?" Ucapku kembali membuka obrolan setelah melihat punggungnya yang kecil. Aku melangkah pelan-pelan, mengimbangi langkah kecil Lily.

"Kenapa mau tau?" Jawab Lily cepat.

Aku menarik napas. "Kenapa aku gak boleh tau?" tanyaku balik. "Aku kan sudah membayar semua makananmu, masa mau tau kamu kelas berapa aja gak boleh?"

Lily mendelik.

Tapi, gak bohong. Aku memang membayar semua makanannya. Dan harus ku kasih tau kepada siapa saja yang mau menjadi pacar gadis ini; kalian harus kaya!

Lily berhenti melangkah, dia lalu berbalik arah menghampiriku dengan wajah kesal. "Sini aku ganti uangmu," jawab Lily sambil mengeluarkan dompet.

Aku reflek menghentikan gerakan tangannya, "Ey, bercandaaaaa," kataku sambil cengengesan. Astaga gadis ini, kenapa serius sekali sih? Dia beneran mau ganti? Dimana harga diriku nantinya?

Finding Lily | Na Jaemin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang