1

94 5 6
                                    

Saat itu hari kamis, usai bimbel qur'an hadist, aku pulang dengan badan gatal-gatal. Entahlah, aku tak tahu sebab apa sampai mendadak kena sarampa.

Malamnya, sakitku mendingan.

Besoknya, hari jumat abiku memintaku untuk izin saja demi mengurus ktp ku yang alhamdulillah bisa diambil. Katanya butuh sidik jariku untuk, entahlah itu disebut apa tapi dalam bahasaku, disahkan sebelum ku ambil.

Maka, ku kabari madame, guru bahasa perancis sekaligus wali kelas idolaku soal ktp ku.

Pagi itu baik-baik saja. Aku yang sedang ngemil roti sembari menunggu antrian sempat melihat baliho bertuliskan palu nomoni, yup itu festival di pinggir pantai talise, sebuah ritual adat.

Balik ke posisiku, ku lihat disitu acaranya tanggal 28-30 september.

Kebetulan aku tak tahu hari itu tanggal berapa. Hanya tahunya hari jumat, begitu aku cek ponsel. Ternyata pembukaannya sore nanti, wah.. Ku fikir lumayan ini buat jalan-jalan.

Jadi udah ku planning untuk ke nomoni sore nanti, kemudian ke palu grand mall,  kan jaraknya tidak jauh. Mall nya kebetulan berjadapan pantai.

Subhanallah, sarampaku makin menjadi sepulang ambil ktp. Wajahku sampai bengkak tak jelas. Mirip dah tuh seperti orang keracunan jamur.

Namun penderitaanku ada hikmahnya, niat ke pantai ku cancel dan sore itu aku memilih main hp di ruang tamu.

"nisa.. Habis maghrib ke nenek ince yah, siapa tau bisa diresepkan obat?" umi memberitahuku soal nenek ince, keluarga kami yang buka praktek bidan di perumnas, balaroa.

Hingga maghrib menjelang..
Masjid mulai melantunkan suaranya nan syahdu, umiku mulai bersiap mandi untuk setelahnya wudhu dan abi serta adik lelakiku, daus, telah terlebih dahulu ke masjid.

Kebetulan aku sedang haid, makanya tanganku masih terus lanjut ngetik. Biasa, anak wa.

Semua tampak normal, hingga masjid mulai tarhim.

Guncangan hebat mengagetkanku. Aku spontan berlari keluar rumah, refleks ku ambil sprei yang di jemur depan rumah untuk menghijabiku, sedang umiku menyusul dengan handuk pink sebagai jilbabnya.

Kami berlari ke jalanan btn, saling memeluk erat sambil mengucap nama allah. Tubuh kami berguncang terus, bahkan saat aku berjongkok pun aku tetap limbung.

Tetanggaku ada yang menangis menyebut allah disertai ayat kursi, ada yang menyebut yesus kristus, ada yang menangis, memanggil ibu...

Aku gemetar ketakutan. Yang ku ingat adalah kalimat syahadat dan sempat pikiranku kosong.

Kejadian itu memang sekejap mata, namun benar-benar telah mengubah semuanya.

Ku lihat tempatku berpijak telah retak.

Dan segalanya ku lanjutkan besok, bila listrik di palu sudah menyala.

Tbc

KAMI, DALAM LEMBAH PALUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang