Chapter. 1.1

20 22 0
                                    

   Baru saja ingin beranjak dari duduk, seseorang dengan tiba-tiba menepuk pundakku sedikit keras. Aku berbalik mendapati Leo, dia menatap mataku penuh cemas.

"Ada apa?" perkataanku sukses membuatnya mengambil nafas sebanyak yang Leo inginkan. Setelahnya menghembuskan secara kasar, lalu bertanya panjang lebar sepanjang jalan tol.

"Kau tahu kapal mewah bernama Lyubov Orlova?" tanyanya sedikit tergesa-gesa, seperti ada sesuatu yang mendesaknya. Aku merespon dengan mengangguk karena itulah faktanya, "setelah lama tak beroperasi, kapal itu kembali kemari dengan permainan menyeramkan yang dahulu sudah tidak dianggap oleh pemerintah pusat."

Aku menegang, tak dapat dipungkiri aku takut, cemas, marah bercampur menjadi satu dalam benakku. Sedetik kemudian, aku tersadar satu hal. "Apakah pemerintah telah menerima permainan ini kembali?" Leo mengangguk atas pertanyaan yang kuberikan.

"Pemerintah bahkan menjadikan permainan aneh ini sebagai permainan khas dalam Castle Combe." Aku menggelengkan kepala pelan, tak habis pikir dengan pemerintah, tidak mungkin pemerintah menetapkan permainan ini dalam kehidupan nyata.

"Bagaimana bisa? Berapa orang lagi yang akan ia rekrut?" gumamku nyaris seperti bisikan, tak kusangka Leo mendengarnya. Jawaban darinya membuat bola mataku hampir saja keluar dari tempatnya.

"Bisa saja, mereka ialah orang-orang yang sangat pandai membalikkan ucapan. Kali ini ada 70 nama orang yang tertera dibalai kota, dan diantaranya terdapat nama kita berempat,"

*

Kali ini waktuku terkuras dengan berpikir. Secara logika permainan yang mempertaruhkan nyawa adalah hal tak wajar. Ayah sudah berpesan agar tak masuk dalam lingkaran neraka (warga setempat menyebutnya seperti itu), dan aku juga sangat enggan mengikuti permainannya. Tetapi, pada akhirnya yang kuhindari justru terjadi begitu saja.

Aku berencana mengunjungi sungai Bybrook, sungai dengan aliran air yang sangat jernih, lokasinya bertempat tepat didepan gerbang desa Castle Combe. Hanya dengan berjalan melewati sekitar empat sampai lima rumah.

"Mau kemana, kau?" saat kulewati ruang tamu, Ayah yang telah menyesap kopi hitam bertanya dengan nada selidik-- sembari memakai jaket (hoodie), aku membalas pertanyaannya.

"Aku ingin kedepan gerbang, 'Yah. Cuma disungai Bybrook," balasku sedikit jengah, kemudian berjalan keluar rumah. Kepalaku sedikit menyembul kedalam rumah ketika Ayah kembali berpesan padaku.

Ayah membaca koran. "Jangan terlalu sering keluar rumah jika tak ingin diikut sertakan dalam pengrekrutan calon."

Berpikir sejenak, aku menjawab dengan kebohongan. Jujur saja, aku bukan typikal orang yang suka berbohong. Walaupun akan sia-sia saja, Ayah pasti akan mengetahui kejadian sebenarnya.

"Tak akan bisa, orang seperti itu dapat dipastikan kalah sebelum berperang."

Ayah mendongak, netranya menatap mataku tajam. Disaat bersamaan, aku merasa suhu dingin yang ada disini tergantikan dengan suhu panas dan aura mengintimidasi dari Ayah.

"kau tak bisa menganggap mereka remeh, Virgo. Setelah mangalami masa-masa tersulit, mereka pasti akan melakukan pengrekrutan habis-habisan. Dan kau harus bisa menjauhkan dirimu dari pengrekrutan calon itu!"

"Iya." balasku seraya menarik kepala dari pintu. Berjalan menjauh dari halaman rumah. Rumahku tidak berbeda dari rumah lainnya, ciri khasnya yaitu terdapat cerobong asap disetiap rumah.

Trappola √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang