Bagian 1-b: Tempat Itu Bernama Jurangmangu

8 0 0
                                    

Kesempatan Itu Berakhir Disini



"nduk, maukah kamu Bapak ceritakan kisah tentang semut dan belalang?" suara berat Bapak membuka perbincangan kami sore ini. Sore yang sekian lama telah aku lewatkan tanpa Bapak. Dan sore ini menjelma menjadi dimensi raung dan waktu yang begitu damai, saat aku bisa kembali bergelayut manja di bahunya yang mulai merapuh. Aku terdiam, dan diamku pertanda bahwa aku menunggunya.

"Saat itu awal musim semi", Bapak membuka cerita. Dan kemudian mengalirlah sepenggal kisah hidup kawanan semut dan belalang di sebuah padang di tepi desa. Awal musim yang cerah dan hangat. Dan awal musim itu diawali dengan semangat kerja keras sekawanan semut. Bahu-membahu mengumpulkan serpihan makanan sebagai bekal kehidupan di musim dingin. Memperbaiki sarang agar dinginnya salju nantinya tidak menusuk kulit anak-anak mereka. Bekerja sama untuk mempersiapkan hari esok yang lebih baik. Hei..., hari ini awal musim semi kan? Musim dingin itu masih lama kawan. Bapak dengan gaya yang masih melekat dalam benakku sekian tahun yang lalu, masih saja memikatku.

"Tapi tahukah kamu, apa yang dilakukan oleh sekawanan belalang, nduk?" tanya Bapak mencari tahu. Gayanya sangat meyakinkan dan masih saja memesona. Mengalirlah kisah sang belalang yang riang gembira menyambut hangatnya musim semi yang mencairkan dinginnya salju. Matahari hangat menyapa hamparan alam yang menyemaikan tunas-tunas baru. Belalang hinggap kesana dan berlompatan kemari. Ceria menyambut hari baru. Abai atas kerja keras yang dilakukan sekawanan semut. Karena bagi belalang,"masih ada esok hari!"

"Dan musimpun berganti nduk", Bapak menghentikan ceritanya. Menghela nafas panjang, seraya menatapku. Membaca urat-urat batinku yang sedang mengembara atas kegalauanku menunggu hasil ujian semester. Musim gugur menghampiri dan musim dingin akan segera menyusul tak berapa lama. Sekawanan semut mulai kembali ke sarang, menutup rapat celah-celah dinding yang mengalirkan hawa dingin. Berbagi tempat dengan tumpukan perbekalan selama masa hibernasi. Mereka menyiapkan sebaik mungkin atas semua kemungkinan terburuk musim dingin yang menghampiri. Kesempatan itu telah mereka manfaatkan.

"Bagaimana dengan sekawanan belalang, nduk?" tanya Bapak. Mereka terlena dengan euforia musim semi. Mereka menyiakan kesempatan yang telah alam berikan. Mereka kembali ke sarang-sarang mereka tanpa perbekalan, tanpa persiapan. Dan mungkin saja mereka pulang tanpa masa depan.

"Kau mengerti maksud Bapak, nduk?" Bapak bertanya untuk kesekian kalinya. Aku tertunduk, menitikkan air mata. Alam telah memberikan semua makhluk kesempatan yang sama, untuk mencari makan, mempersiapkan musim yang buruk, bercengkrama, dan banyak hal lainnya. Bahkan Tuhan pun memberikankesempatan yang samabagi setiap makhluk untuk memilih jalan

hidupnya. Ya..., kesempatan yang sama untuk setiap makhluk dalam menjalani episode-episode kehidupan kita. Aku mengerti sekarang.

***

Kesempatan yang sama juga diberikan untuk seluruh mahasiswa. Kesempatan untuk mengikuti seluruh 16X tatap muka, kesempatan untuk selalu hadir tepat waktu, kesempatan untuk duduk di deretan paling depan ruang kelas, kesempatan untuk selalu memperhatikan penjelasan pengajar selama proses perkuliahan.

Tidak hanya itu, kesempatan yang sama juga diberikan untuk memberikan pertanyaan kepada pengajar jika merasa tidak paham, kesempatan untuk mengerjakan soal secara mandiri, kesempatan untuk berdiskusi diluar jam pelajaran, kesempatan untuk ujian dengan jujur, kesempatan untuk menyelesaikan penugasan yang diberikan dengan tepat waktu. Kesempatan juga diberikan untuk mengajukan komplain jika pengajar salah memberikan penilaian atas hasil ujian.

Semua mahasiswa punya kesempatan yang sama, untuk urusan apapun. Tapi bukan kesempatan untuk mengajukan dispensasi atas ketidakmampuan memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan sebelumnya. Dan jika pada hari ini aku menangis di depan Bapak, itu semata-mata karena aku merasa bersalah. Aku terlena dengan euforia di kampus baru, lingkungan baru, dan atmosfer kehidupan yang berbeda. Aku belum menyiapkan hal terburuk yang bisa menimpaku. Aku tidak memanfaatkan seluruh kesempatan yang telah Tuhan berikan. Aku bersalah, dan aku meminta maaf.Karena aku harus"pulang"sebelum cita-citaku tercapai. Bapak, maafkan anakmu....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aku Ingin BerceritaWhere stories live. Discover now