prolog

37 11 16
                                    

Di setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tapi, haruskah perpisahan semenyakitkan ini?

Gadis itu menutup buku diarynya setelah menuliskan beberapa penggal kata yang mewakili perasaannya kini. Wajahnya terlihat sendu menatap kedepan. Dinginnya malam tak membuatnya beranjak barang sedetik pun. Pikirannya berkelanan menembus masa lalu
                      *****                                     
"

Aku mau hubungan kita berakhir cukup sampai di sini saja," tegas seorang pria dengan sorot mata dingin serat akan keasinisan.
"A-apa, maksud kamu kita putus?" tanya sang gadis dengan suara bergetar menahan sesak.
"Tapi kenapa? Aku punya salah apa sama kamu? Kenapa hubungan kita harus berakhir kaya gini?" lanjutnya kemudian. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca, namun sekuat tenaga dia berusaha menahan agar air mata itu tak jatuh membasahi pipinya.
"Kenapa Don? Aku pikir selama ini hubungan kita baik-baik aja kan, tapi kenapa....???" suara gadis itu tercekat menahan sesak.
"Jawab Doni!!!" teriaknya kemudian.
"Gue udah bosen sama lo!!! Lo denger, gue bosen!!"
"Lo gak bisa jadi perempuan yamg gue mau, lo cupu, lo kuno. Yang ada di pikiran lo cuma belajar, belajar, dan belajar terus. Gue muak tau gak" teriak nya emosi.
"Satu lagi, lo gak modis, lo gak seksi, dan lo gak menarik buat gue!!!" tungkasnya kasar, sambil mendorong bahu sang gadis cukup kencang.
Cukup. Air mata gadis itu meluruh membasahi pipinya, mendengarkan hinaan dan makian dari bibir orang yang teramat di cintainya.
"Terus kenapa kamu jadiin aku pacar kamu? Kamu buat aku nyaman, kamu buat aku jatuh cinta, dan setelah itu kamu dorong aku kejurang yang paling dalam. Kenapa Don???"
"Dia cuma jadiin lo umpan, sebenernya Doni gak cinta sama lo. Dia cintanya sama gue, ngerti lo!" tiba-tiba sosok seorang gadis cantik hadir di antara mereka.
"Aura...???" cicitnya pelan
"Ya, Aura yang nyuruh gue jadian sama lo. Aura ngasih syarat buat gue, kalau gue mau jadi pacar dia gue harus bisa buat lo jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama gue, setelah itu gue tinggalin. And see gue berhasil, gue berhasil buat lo menderita. Dan hari ini Aura resmi jadi pacar gue."
"Kalian tega sama aku, kalian jahat. Dan kamu Aura, aku pikir kamu sahabat aku, tapi ternyata kamu tega ngerencanain hal semenyakitkan ini buat aku."
Kedua orang itu tertawa mengejek mendengarkan suara lirih sang gadis.
Gadis itu berlari dengan kencang meninggalkan dua orang yang sangat menjijikan yang beberapa saat lalu mengaku telah resmi berpacaran. Air matanya tak bisa berhenti mengalir, hatinya terlalu sakit, dihianati dua orang sekaligus, dua orang yang sangat berarati dalam hidupnya. Doni, orang yang dicintainya dengan tulus ternyata tega mempermainkannya. Aura, sahabat yang ia anggap saudara ternyata tega menyakitinya. Di tengah kesakitan yang gadis itu rasakan, tiba-tiba hujan turu dengan deras seakan bumi pun ikut bersedih merasakan penderitaannya. Petir menyambar saling bersautan. Namun tak ada rasa takut yang gadis itu rasakan, hatinya mati rasa. Kata-kata menyakitkan itu terus terngiang mengiringi larinya yang tak tentu arah. Hingga akhirnya kesadarannya terenggut oleh kegelapan yang menyelimutinya.
                      *****
"Kanaya!!" tegur seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik di umurnya yang tak lagi muda. Teguran itu menyadarkan seorang gadis cantik yang tengah larut dalam kenangan masa lalunya.
"Ah mamah, ngagetin aja sih" sahutnya cemberut.
"Kamu lagi ngapain malam-malam di sini sayang?" tanya wanita paruh baya itu sambil mengelus puncak kepala sang gadis.
"Em...itu, Kanaya lagi cari angin mah."
"Kamu abis nangis lagi ya?"
"Apa sih mah, siapa yang nangis. Kanaya lagi mengenang mamori indah di rumah ini, besok kan kita ke Jakarta."
"Kamu gak akan pernah bisa bohong sama mamah sayang, mamah tau apa yang lagi kamu rasain sekarang."
Ya, kejadian menyakitkan itu  sudah berakhir sekitar lima bulan yang lalu, tapi rasa sakit itu masih terasa nyata untuk ku. Aku sakit, hati ku hancur. Aku benci Doni, aku benci Aura. Aku benci mereka yang telah membuat ku seperti ini. Setelah insiden lari itu, di jalan aku mengalami kecelakaan. Tubuh ku tertabrak sebuah truk yang melaju dengan kencang. Perlahan tapi pasti kesadaran ku hilang terenggut kegelapan. Hingga suatu pagi aku tersadar kembali, pertama kali yang ku lihat senyum bahagia kedua orang tua ku menyambut ku. Mereka terlihat antusias, senyum tak hentinya meraka ciptakan di bibir masing-masing.
"Kanaya Aprillya Himawan"
"Ckkk...apa sih mah??"
"Kamu kenapa sih bengong terus?"
"Kanaya gak papa mah, Kanaya cuma sedih aja bakal ninggalin Bandung."
"Ya ampun, jarak dari Bandung ke Jakarta kan deket. Kita bisa kapan aja ke Bandung."
"Udah deh, lebih baik sekarang kamu masuk, angin malam gak baik buat kamu."
"Dan satu lagi, jangan kebanyakan ngelamun, mamah mau Kanaya yang dulu secepatnya kembali."
"Jangan kebanyakan murung, mamah sama papah kangen kamu yang ceria. Lupakan hal yang membuat kamu sakit. Mamah sama papah akan selalu ada di samping kamu."
"Makasih ya mah, makasih buat dukungannya selama ini." mata gadis itu terlihat berkaca-kaca. Tak lama kemudian ibu dan anak itu terlihat berpelukan, menyalurkan kekuatan yang ada dalam diri masing-masing.
                      *****

Kamu Dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang