4 | enigma

16.6K 2.3K 493
                                    

enig·ma /énigma/ n
teka-teki; tidak jelas (tentang ucapan); misterius

--

Hari ini cukup berangin. Aku bahkan harus memegang kedua sisi kepalaku saat aku berjalan memasuki bus.

Selama memandang keluar dari kursi paling belakang-tepat di samping jendela bus, aku mendapati banyak wanita di sisi jalan yang sedang menyesali pilihan pakaiannya semetara berusaha menghentikan roknya tersingkap ke atas.

Kusandarkan kepalaku pada kursi dan mengeluarkan earphone dari tas kecilku, memutar Sleeping at Last - Turning Page. Yujin tahu bahwa aku adalah tipe orang yang tidak suka diajak berbicara jika sedang mendengarkan lagu, jadi kami tidak berbicara banyak sepanjang perjalanan ke rumah Jinsoo.

Jaewon sudah ada di sana saat kami tiba. Ini pertama kalinya aku melihat lelaki itu tanpa seragam sekolah. Meski siswa-siswi di sekolah sering mengganti baju dengan baju bebas saat kegiatan ekstrakurikuler maupun kegiatan lainnya, lelaki itu selalu terlihat rapi.

Bahkan ketika musim dingin pun kau masih bisa melihat dasi di balik coat yang ia kenakan. Wow, aku bahkan tidak menyadari bahwa aku memperhatikan penampilannya selama ini.

Satu jam pertama kami tidak melakukan apa-apa selain duduk berhadap-hadapan dan bertukar cerita tentang kejadian menarik di sekolah. Entahlah. Rasanya seperti memasuki klub gosip. Selama satu jam itu juga kami telah menetapkan untuk berbicara dengan nyaman, tanpa embel-embel Sunbae, Oppa, dan lain sebagainya.

"Aku tak menyangka kau tahu semua informasi semacam ini," aku menyela saat Jinsoo berbicara tentang adik kelas yang memacari pegawai perpustakaan.

"Ayolah, anak jurnalistik harus tahu berita-berita menarik."

Yujin tertawa, "mungkin kita harus membuka section gosip di buletin mulai sekarang."

"Boleh saja, jika kau ingin membuat kekacauan," ucapku.

Aku dapat merasakan respon yang tak biasa dilemparkan olehku. Jaewon tersenyum dan nyaris tertawa. Ia bahkan menambahkan, "dan jika ingin membuat organisasi kalian dibekukan."

Tidak mungkin. "Aku tak tahu kau juga bisa bercanda," ucapku tanpa sadar. Seakan otakku lupa untuk menentukan ucapan tersebut dimaksudkan untuk dilafalkan atau disuarakan dalam hati saja.

Semuanya menatapku bingung. "Siapa?" tanya Jinsoo.

Masih terkejut akan ucapanku sendiri, aku lalu tertawa-berani bertaruh aku terlihat aneh. "Jaewon, aku tak pernah melihatnya tertawa seperti itu."

"Wah, di saat-saat seperti ini lah aku menyadari bahwa image-mu sangat buruk. Bro, orang-orang mengira kau ini robot atau apa," Jinsoo menepuk pundak Jaewon, menatapnya prihatin.

Jaewoon tertawa lalu menatapku dengan tatapan-yang anehnya- bersahabat. Ia menarik sudut bibirnya, "mungkin kau harus lebih mengenalku lebih dalam lagi."

Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya, tapi aku paham garis besarnya. "Ya, mungkin begitu."

Ponsel Yujin berdering. "Oh. Makanan kita sudah sampai." Gadis yang mengenakan sweater biru muda itu kini berlari keluar sambil mengangkat teleponnya.

Aku menyandarkan badan di pinggiran kasur dan menatap Jinsoo, "seberapa sering Yujin datang ke sini?"

Tanpa berpikir lama, ia menjawab, "satu minggu nyaris tujuh kali." Sebelum sempat aku menanggapi, lelaki itu menambahkan, "Ibuku jarang pulang."

Hampir saja aku menanyakan ayahnya, tapi aku teringat bahwa Jinsoo sudah tidak pernah mendengar tentang ayahnya lagi. Kejadian itu saat Jinsoo masih berumur sepuluh tahun.

MoonwisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang