Keyword: Mengeram
"Sebeku apapun hatinya, dia tetaplah manusia yang bisa mencair kapanpun juga."
__________Alunan lembut denting tuts mengalir indah menyusup di antara penonton yang ikut menikmati pertunjukan piano. Tangan sang pianis tampak lemah gemulai menari-nari di atas tuts putih dan hitam. Meskipun telah menghabiskan puluhan lembar perkamen di hadapannya, sang pianis itu masih bisa menyuguhkan nada yang stabil.
Sarah memejamkan mata, merasakan setiap desiran nada yang masuk dalam hatinya. Bibirnya tak tinggal diam, mengingat dia sedikit tahu lagu yang dibawakan oleh si pianis saat ini. Begitu pula dengan Alfred, pria itu juga ikut terhipnotis dalam alunan nada-nada indah, meski sesekali dia masih sibuk dengan ponselnya.
Jreng!!!
Sang pianis menekan tuts pianonya lama, hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras sebagai tanda jika dia telah berhasil menyelesaikan pertunjukannya dengan sempurna. Tepukan tangan terdengar riuh memenuhi ruangan yang cukup megah itu. Pianis tampan itu berdiri membungkukkan badan ke segala penjuru arah dengan terus memamerkan senyuman termanisnya.
Tak sedikit penonton yang memberikannya standing applause padanya, termasuk Sarah. Saking antusianya Sarah, Alfred yang berada di samping Sarah pun terkejut dengan reaksi Sarah yang tiba-tiba saja terlonjak.
"Kau tampak begitu antusias," komentar Alfred.
Sarah memutar bola matanya. "Apa reaksiku berlebihan?" tanya Sarah kikuk.
"Tidak," balasnya singkat. Kemudian ikut berdiri. "Ayo pulang. Aku masih memiliki pekerjaan lain," tambahnya.
Alfred menarik tangan Sarah, membawanya melewati deretan penonton lain yang masih mendengarkan si pianis tampan tadi menyampaikan ucapan perpisahan.
"Secepat inikah?"
Alfred tak menjawab.
"Baiklah." Sarah menyerah.
Dia tak bisa membantah Alfred. Selain dia tidak memiliki alasan lain untuk tetap di sini, dia juga memikirkan bagaimana reaksi ibunya jika dia tidak pulang bersama Alfred.
Selain beku, ternyata dia juga sangat dominan. Haruskah aku menikah dengan orang seperti ini? gerutu Sarah dalam hati.
Keduanya memasuki lift yang kebetulan sangat sepi. Suasana yang sebelumnya sudah canggung menjadi semakin tak karuan. Apalagi setelah kejadian Sarah yang tiba-tiba mencium Alfred tadi. Rasanya Sarah masih belum memiliki muka di hadapan Alfred.
"Pria tadi pacarmu?" tanya Alfred ketika pintu lift sudah tertutup.
"Pria mana yang kau maksud?"
"Yang berciuman di dalam tadi."
Bahkan setelah kata 'berciuman' keluar dari mulut Alfred, wajah Sarah sudah kembali merah seperti tomat.Sarah memberanikan diri menoleh. Menatap mata elang Alfred. "Kenapa kau menyimpulkan seperti itu?"
Alfred memutar bola matanya. "Dari reaksimu setelah melihat mereka. Tadi kau manfaatkanku untuk membalas perbuatannya 'kan?" tebak Alfred tepat sasaran.
Kok tahu, batin Sarah.
"T-tidak. Kau jangan langsung mengambil kesimpulan begitu saja." Bola mata Sarah langsung tidak bisa diam, bergerak melihat sekitar. Sebuah reaksi alami yang terjadi karena dia merasa tidak nyaman dengan pertanyaan dari Alfred tadi.
"Lalu kenapa kau menciumku?"
Oh Sh*t! Sarah ingin mengumpat saat itu juga. Dia tak memiliki rencana B untung mengelabuhi Alfred.
"Oh itu ... itu ...." Sarah tergagap, membuat Alfred menaikan salah satu alisnya.
"Kenapa?" tuntut Alfred memojokkan Sarah.
"Karena--"
Grek!
Ucapan Sarah terpotong saat tiba-tiba saja lift yang mereka naiki bergetar dan berhenti secara mendadak. Penerangan dalam lift pun ikutan padam. Keduanya sadar jika lift yang mereka naiki mengalami kerusakan.
"Loh? Hei! Tolong!"
Refleks, Sarah langsung panik. Dia menggedor-gedor pintu lift sambil terus menunjukan reaksi seperti cacing kepanasan. Baginya ini sangat buruk. Seumur hidup dia tidak pernah terjebak dalam lift. Ini adalah pengalaman pertamanya! Di sisi lain dia juga tak menyukai suasana gelap dan pengap seperti keadaan sekitarnya sekarang.
Sementara itu, Alfred masih bisa menontrol dirinya. Jangan tanyakan kenapa dia masih bisa terlihat tenang, karena dia sudah terbiasa keluar-masuk gedung bertingkat yang otomatis akan sering menggunakan fasilitas bernama lift. Jadi, ini bukan kali pertama dia terjebak, sebelumnya dia juga sudah beberapa kali terjebak di dalam lif bersama koleganya.
Pria itu sibuk mencari tombol interphone lalu segera mengirimkan sinyal darurat kepada teknisi gedung. Setelah itu dia mengeluarkan ponsel. Awalnya dia mau menghubungi seseorang, tapi sinyal dalam lift sangat buruk hingga membuat dirinya kecewa.
"Jangan panik, bantuan akan segera datang," tegur Alfred yang sontak membuat Sarah menghentikan aksi brutalnya.
Sarah memutar tubuhnya. Saat itu pula dia melihat Alfred tengah menyalakan lampu flash dari ponsel yang dia bawa. Sontak, dia langsung menghampiri Alfred. Berdiri tegang di sebelah Alfred sambil menggenggam kuat lengan pria itu.
"Aku takut," ucap Sarah.
"Bantuan akan segera datang," balas Alfred mengulangi ucapan sebelumnya.
Sarah menggeleng. "Bukan itu, maksudku selain takut terjebak dalam lift ...." Sarah semakin kencang menggenggam lengan Alfred.
"Aku juga takut dengan kegelapan," lanjut Sarah seraya memberitahu Alfred mengenai ketakutannya.
Kemudian entah kenapa Sarah tiba-tiba merosot ke bawah. Terduduk, Mendekam seperti ayam yang mengeram. Tubuhnya menggigil, Kakinya bergetar, nafasnya sesak, keringat dingin mengucur dari pelipis serta detak jantung Sarah mulai tak karuan.
Alfred yang tak bisa melihat kondisi Sarah seperti itu langsung ikutan duduk jongkok. Dia mengambil posisi tepat di hadapan Sarah. Lalu menggunakan kedua tangannya untuk menghimpit Sarah dengan mengarahkan lampu flash-nya ke arah Sarah.
"Kau seorang Achluophobia?" tanya Alfred.
Sarah mengangguk pelan.
Alfred menarik nafasnya panjang. Lalu dia membawa Sarah masuk dalam dekapannya agar bisa sedikit mengurani kecemasan Sarah.
"Jangan takut. Cukup tutup matamu sampai bantuan datang. Aku akan menjagamu," bisik Alfred menghibur.
__________
To be continued.
Bagi yang belum paham, Achluophobia adalah rasa takut berlebih terhadap kegelapan. Kalo mau lebih detainya lagi, bisa cari di google. :v
See ya ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Gaslighter
RomanceSarah Bonaventur tiba-tiba dijodohkan dengan pria bernama Alfred-si penerus tunggal keluarga Bennedict yang terkenal akan keberhasilan mereka menguasai pasar properti-tanpa alasan yang dia sendiri tidak tahu Kedua insan itu tak memiliki perasaan sat...