Pagi itu Bumi basah, dijatuhi milyaran tetes air jatuh dari langit dengan derasnya. Air tuhan turun membasahi kota padat dan gersang ini, membasuh dedaunan yang sudah rindu dengan air.
Samar bau tanah lembab pun tercium, harumnya merebak kemana-mana. Para manusia tetap asik melanjutkan tidurnya, seakan tidak peduli tentang aktifitas yang harus dijalani pagi itu. Ini memang saat yang tepat untuk tetap bersembunyi dibalik selimut atau duduk menikmati hujan sambil menghirup secangkir kopi hangat.
Di suatu tempat pemakamam umum di pinggiran kota terlihat seorang anak muda berbaju hitam diam mematung di depan sebuah nisan yang masih sangat merah.
ABDULLAH SAID03.07.1962
01.07.2015
Wajahnya datar tanpa menunjukkan ekspresi kesedihan, tatapannya kosong seakan semua isi dalam tubuhnya sudah lenyap ditelan suatu lubang hitam, sehingga sudah tidak ada lagi yang tersisa. Bajunya sudah basah kuyup, sepatunya sudah penuh dengan lumpur dari tanah gembur pemakaman.
Setelah lama berdiam, tiba-tiba mulut anak muda itu bergerak seolah ingin mengungkapkan sesuatu kepada tanah lembab itu.
"Ayah, aku ingin ketempatmu"Dia mengucapkannya dengan sengat pelan seolah tengah berbisik-bisik dengan seseorang.
Lalu dia pun tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAUH
RomanceSetelah mengetahui kebenaran tentang kematian ayahnya. Ale pindah ke Jakarta dari tanah kelahirannya. ia mencoba untuk melupakan semua rasa sakit hingga akhirnya dia bertemu seseorang yang mengubah rasa sakitnya.