Keputusan Akhir

5.1K 1K 119
                                    

"Kau tahu, sampai saat ini aku tidak benar-benar ingin pergi Woo."

Daniel menyesap kopinya, semilir angin sungai Han menerpa surai sewarna lelehan madu miliknya. Menambah ketampanannya beberapa kali lipat.

Aku mendengung, melirik ekspresi cemberutnya sekilas. Sangat menggemaskan.

Urusan berkas untuk melanjutkan study di Kanada sudah selesai. Bahkan tiket pesawat juga telah dipesan. Dan malam ini ia memiliki waktu luang setelah sibuk hampir setiap hari.

"Bukankah sudah terlambat kalau mau membatalkannya?" balasku, lalu mengalihkan pandangan menatap tenangnya air sungai malam ini. Berbanding terbalik dengan isi hatiku.

"Responmu mengecewakan."

"Huh?"

Daniel terkekeh kecil, ia menoleh kearahku.

"Kupikir kau akan menahanku setelah kukatakan aku tidak ingin pergi. Tapi aku salah dan terlalu banyak berharap." ucapnya dengan mata yang meredup.

Jantungku sakit saat mendengar pernyataannya, mungkin aku sudah terlalu banyak mengkonsumsi kafein. Karenanya aku hanya diam, takut bila menjawabnya malah bertambah semakin sakit.

Daniel menggenggam tanganku, yah dia tidak pernah minta ijin lagi untuk itu. Katanya, tanganku mampu menenangkan kegelisahannya.

"Setelah kau menolakku waktu itu, awalnya ku pikir kau butuh waktu untuk sendiri. Mungkin untuk menyadari perasaanmu dan seberapa pentingnya aku dalam hidupmu." lanjutnya sembari meremat jemariku.

"Namun kesempatan melanjutkan study ke Kanada dan terutama kau mengijinkanku pergi, membuatku mau tak mau memutuskan pilihan yang sangat sulit."

Aku masih diam mendengarkan. Setiap kalimat yang keluar seperti menggores luka untukku.

"Seongwoo, kita sudah membahas kepergianku beberapa kali. Untuk terakhir kalinya aku bertanya, apakah tidak apa kalau aku pergi?"

Kembali aku terheran bagaimana bisa tanya darinya bisa membuat hatiku begitu nyeri, dan bibir yang begitu sulit untuk menjawab.

Bagaimana kalau saat ini aku katakan tidak? Bagaimana semua urusan berkas bahkan tiket yang sudah dibeli? Dan bagaimana bila ayah Daniel akan murka lagi?

Akhirnya aku mengangguk, "Kau pergi demi kebaikanmu dan aku baik-baik saja."

Kudengar Daniel mendesah kecewa, "Padahal tadi aku masih berharap kau menjawab tidak." lalu ia menempelkan telapak tanganku di pipinya.

"Tanganmu dingin. Sebentar lagi kita pulang ya. Nanti kau terkena flu." dan ia pun menggosokkan kedua telapak tangan kami. Hangat.

"Baiklah, aku akan pergi. Jangan menangis karena merindukanku. Jangan dekat dengan pria lain, fokus saja pada kuliahmu." pesannya dengan wajah yang serius.

"Pria lain? Minhyun bagaimana?" Minhyun kan bukan pria lain, dia itu temanku.

"Jangan. Pokoknya jangan. Kalau mau curhat, hubungi aku. Kalau mau tanya-tanya soal komputer, hubungi aku. Kalau punya waktu luang harus hubungi aku." celotehnya dengan alis bertaut serius.

"Kenapa? Padahal kami hanya teman. Dan kemungkinannya kecil untuk sesuatu yang lain."

Daniel memutar tubuhnya, sepenuhnya menghadapi kearahku dan memegang kedua bahuku.

"Walaupun kemungkinannya kecil. Walaupun kalian teman akrab, dekat dan sebagainya. Jangan kasih kesempatan untuknya dekat denganmu."

"Kasih tahu alasannya!" titahku, menganggap aneh permintaan Daniel.

Insecure - OngNiel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang