Tiga : Kangen

2.4K 225 6
                                    

Happy Reading

Don't forget to vote and comment :)

.

.

.

Gue memasang headseat kemudian menekan salah satu lagu yang ada dalam daftar playlist favorit di handphone gue,  sambil menatap ke arah cermin yang terpajang manis di dinding kamar.

Gue tersenyum. Lalu memoleskan bedak tipis agar wajah gue terlihat lebih natural. Sebagai pelengkap, gue memakai liptint agar wajah gue terlihat lebih bersinar. Ah, lebay tidak ya saya?

Setelah memastikan bahwa semuanya terlihat sempurna, gue pun keluar dari kamar. Tidak lupa gue berpamitan pada bibi yang biasa gue panggil ‘budhe’ dengan alasan ingin belanja setelah melewati hari-hari berat. Contohnya ya ke pelatnas.

Hari ini gue sudah memutuskan untuk pergi ke mall. Nggak ada kata batal atau urusan penting apapun buat menghalangi gue untuk pergi belanja. Gue sampai berpikir, sudah berapa lama gue nggak pergi ke mall dan hanya mampir ke pelatnas buat nganterin bekal ke paman gue.

Gue berjalan santai sambil bersenandung. Memang ya suasana hati gue kalau seneng bawaannya pengen nyanyi terus. Sayang sekali gue belum punya seseorang buat jalan di samping gue.

Tiin... Tiiinnn... Tiiiiiinnnnn!!!

“Waduh, berisik amat! Siapa sih yang nyalain begituan pas jalannya masih sepi?” gumam gue kesal tanpa melepas headseat. Gue pun kembali bersenandung.

Tiiiiiiiiiiinnnnnnnnn!!!

Mendengar bunyi yang lebih keras dari sebelumnya membuat gue terlonjak kaget. Parahnya, itu tepat di samping gue. Refleksnya gue langsung mencopot headseat. Tidak lupa dengan ekspresi wajah gue yang shock.

“Astagaaa...”

Gue memastikan detak jantung gue kembali normal dan berkali-kali menyentuh telinga, bahkan sampai berteriak keras guna memastikan bahwa telinga gue masih bisa berfungsi dengan baik.

“Sendirian saja, Neng?”

Dia, Kevin Sanjaya Sukamuljo.

Kehidupan gue yang tenang, tenteram, dan bahagia berakhir di sini.


.


.


.


“IH, SUMPAH YA LO, VIIIIIINNNNN!!!!!”

Gue kesel, marah, dan shock. Semuanya campur aduk.

Tanpa merasa bersalah, Kevin malah cengengesan, “Sendirian lo, Nat?”

“NGGAK! SAMA TUYUL!”

“Ih, pantes ga keliatan. Nyewa di mana, Nat?”

Gue menggeram kesal sambil mengelus-elus dada sebelah kiri gue, berusaha untuk sabar menghadapi si tengil ini. Untung saja gue nggak punya riwayat tekanan darah tinggi.

“LO KOK BISA DI SINI, SIH! GUE ADUIN COACH HERRY MAMPUS LO!” sewot gue ngga woles.

Kevin mengangkat kedua tangannya dan menggerakkannya ke atas-ke bawah. Dia menyuruh gue menarik napas lalu dihembuskan untuk meredam amarah gue yang sudah mencapai ubun-ubun.

“Woles aja kali, gausa nge-gas. Kasian pita suara lo.” Kata Kevin tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Dipikirnya telinga gue nggak kena apa-apa begitu? Rasanya telinga gue kemasukan batu terus di puterin lagu monoton yang buat telinga gue berdengung. Dan rasanya kayak ditusuk, sakit.

MANTAN | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang