Lima : He Goes to Denmark

2.1K 199 11
                                    

Uwuwuw, saya comeback!

Setelah lama berpikir untuk update kapan dan males nulis (digebukin netyjen), akhirnya gue update. Horeee!

Happy Reading

Jangan lupa vote dan komen ya!
Vote comment kalian sangat berharga buat saya💕

.

.

.

Gue berdiri di ambang pintu pelatnas. Berpikir-pikir apakah gue harus masuk atau menunggu di luar yang cuacanya lagi panas banget. Yah, karena gue tahu kalau hari ini di dalam pelatnas pasti sibuk banget.


Gue ragu, tapi lebih ragu lagi kalau pulang ke rumah. Budhe bisa-bisa ngamuk kalau bekalnya nggak sampe ke Pakdhe.


Akhirnya, gue masuk dan benar saja. Lorong dipenuhi sama orang-orang pelatnas yang wara-wiri melewati tubuh gue. Kadang gue mendengar suara perempuan yang teriak-teriak.


Tapi bedanya, lapangan kelihatan lebih sepi. Memang ada yang masih berlatih, tapi gue hanya melihat para junior saja di sana.


Mata gue menelisik ke segala arah. Gue nggak mendapati sosok yang selalu mendatangi gue dengan sikap tengilnya. Bahkan teman se-gengnya tidak nampak.


Wajar. Besok mereka yang kepilih sebagai perwakilan Indonesia bakal berangkat ke Denmark buat ikut turnamen Denmark Open 2018. Mereka mungkin lagi di asrama buat persiapan ke Denmark atau mungkin lagi istirahat.


Karena yah, naik pesawat yang notabene jaraknya sepuluh ribu kilometer lebih itu capek walaupun cuman duduk.


Gue tersenyum senang.


Nggak bakal ada lagi orang yang gangguin gue lagi, nggak ada lagi kata-kata penuh rayuan yang akan gue dengar lagi, nggak ada sosok Kevin yang sering menjahili gue, juga nggak ada lagi orang yang bakal nemenin gue pas lagi bosen.


Ya, seharusnya gue bersyukur.


Seharusnya.


.


.


.


“Nataaa! Bangun!”


Gue terlonjak kaget saat mendengar teriakan tepat di samping telinga gue. Dengan tampilan kacau balau dan mata setengah terbuka, gue menggelengkan kepala agar kesadaran gue terkumpul.


“Ih, Nata, katanya kemarin mau ikut anterin Pakdhe ke bandara! Sekarang malah masih tidur,”


Sontak saja gue langsung menengok jam weker.


‘Sial, telat bangun setengah jam.’ Batin gue kesal.


Tanpa basa-basi, gue langsung bangkit dan berlari ke kamar mandi buat cuci muka dan gosok gigi. Nggak perlu mandi, gue nggak mandi pun udah cantik. Ah, kumat nih narsis saya.


“Cepetan ya, Nat! Ditungguin Pakdhe, nih!”


“Iya iyaaa!”


Karena buru-buru, gue langsung ganti baju dan menyisir rambut walau tidak serapi biasanya.


...


“Untung aja ga telat, Nata. Bisa-bisa Pakdhe kena semprot mba Wid.” Ejek Pakdhe membuat gue cengengesan. “Tau sendiri kalo dia marah-marah kayak Budhemu.”

MANTAN | Kevin SanjayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang