3. Devil

12.1K 1.1K 128
                                    

KEDUA bola matanya memerah seolah shampoo yang ia kenakan tadi pagi terbasuh hingga bagian sana. Sakura mengusap ujung hidungnya yang memerah, ia tidak terlihat terlalu buruk, tetapi juga tidak terlihat bagus. Kepalanya terasa sakit, dan Sakura tidak tahu kenapa ia bisa terbangun di atas ranjang tempat tidurnya dan bukan sofa. Seingatnya, jangankan berjalan, berdiri saat mabuk saja ia tak mampu.

Terlebih bagian bibirnya yang membengkak seakan baru saja disengat lebah. Sakura menggeram, menyentuh bagian tengkuknya dan mencoba mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Semuanya gelap dan ingatan Sakura benar-benar buruk saat mabuk. Ia hanya ingat bahwa Ino berada di tempatnya tadi malam.

Ino, kenapa wanita itu di sini? Apakah benar dia yang menemani Sakura mabuk semalam? Lagi pula, apa orang itu benar-benar Ino? Namun kenapa rasanya sangat janggal.

Helaan napasnya terdengar sesak. "Otakku akan meledak," gumam Sakura pelan kemudian menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. Ia tidak ingin riasan pernikahannya terlihat terlalu tebal atau ramai tak beraturan. Nuansa putih bersih dan mewah mendominasi gaun pengantinnya, bohong jika Sakura tidak menyukai penampilannya hari ini, ia tampak seperti seorang putri di dalam negeri dongeng yang akan bertemu sang pangeran.

Namun, pangeran seperti apa yang menunggunya di luar sana?

Tidak ... pertanyaannya adalah, dapatkah mereka mendapatkan akhir yang bahagia seperti dalam cerita pengantar tidur?

Matanya memanas dan Sakura sama sekali tidak ingin menangis karena apa pun. Ia tidak bersedih, sama sekali tidak, seharusnya ia berbahagia di sini.

Jadi yang ia lakukan adalah menarik napas cukup dalam, menarik kedua sudut bibirnya ke atas dan mencoba tampak lebih hidup. Hal itu membuat wanita yang merias wajahnya turut tersenyum, "Kau terlihat sangat cantik, Sakura."

"Terima kasih." balas Sakura, membiarkan wanita itu menepuk bagian pipinya berulang-ulang untuk memberikan sapuan blush-on yang merata.

"Berbahagialah untuk pernikahan kalian, Tuhan memberkati." sahut seorang wanita lainnya yang berada di bawah gaunnya, menata ekor gaun tersebut agar tidak melilit kaki Sakura saat ia melangkah keluar.

Sakura tersenyum, mengangguk samar sebagai jawaban diiringi dehaman. Dalam hati ia berdoa, agar waktu berjalan lebih cepat dan pernikahannya segera selesai. Ia tidak bisa membayangkan berapa banyak para tamu yang hadir atau para wartawan yang datang untuk meliput acara pernikahannya.

Bahkan berita tentang pernikahannya dengan Sasuke memasuki trending topik pertama diseluruh sosial media. Penggemarnya luar biasa, meski beberapa dari mereka secara terang-terangan mengatakan sakit hati karena sang idola akhirnya tidak lagi melajang. Sakura memakluminya.

Para wanita yang menghias tubuhnya sudah selesai, mereka berdiri dengan rapi di hadapan Sakura, membungkukkan sedikit tubuh bagian atas mereka sebelum akhirnya melangkah keluar dari sana. Mereka perias ternama yang memiliki bakat tangan-tangan ajaib, mengubah seseorang menjadi luar biasa cantik dalam beberapa waktu, termasuk Sakura.

Diawali dengan helaan napas panjang, Sakura melangkah keluar dari ruangannya, yang mana di depan pintu sudah berdiri dengan gagah sang paman. Siap menjadi wali untuk mengantar Sakura menuju altar, menemui suaminya dan masa depan baru yang akan ia jalani sesaat lagi.

Ureshi tersenyum bijaksana, "Aku yakin ayahmu turut bahagia di atas surga sana."

"Kuharap seperti itu." gumam Sakura, menelan pahit berjuta-juta kekecewaan dalam perutnya yang berteriak tak berhenti. Ia gugup, jujur saja, wanita mana yang dapat bersikap santai pada saat-saat seperti ini? Tidak ada. Pernikahan hanya satu kali dalam hidup, dan Sakura telah memilih Sasuke sebagai pemandu barunya setelah sang Ibu.

Beautiful PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang