02- Curiosidad

16 6 1
                                    


Lorong sepi dengan latar putih yang mendominasi, aroma antibiotik yang cukup menyengat, seseorang berpakaian putih rapi yang sejak tadi menemani kesepian Alanis. Asing bagi seorang Alanis di tempat ini, ia nampak bingung dan merengek ingin pulang. Seharusnya Alanis berfikir; seharusnya ia pulang; seharusnya ia tak ada di sini dengan keasingan.

Alanis beranjak dari duduknya, ia menoleh pada pintu kaca itu dan memutuskan untuk mendekat. Ada seorang pria muda yang terbaring di sana, pria yang tadi Alanis tolong itu tidak bergerak, ia masih hanyut dalam mimpinya.

Alanis menghela nafas, ia mengambil duduk di samping pria itu. Pria itu tampan dengan hidung mancung, rahang tegas, dan kulit coklatnya. Alanis tak sempat melihat manik mata pria itu dan kini ia penasaran. Alanis menghembuskan nafas kasar, ia menyerah untuk menjadi wanita penasaran, lagian bukan haknya untuk penasaran dengan pria itu ia hanya dewi penyelamat, di sini ia bukan seorang psycho apalagi seorang police.

Cukup lama pria yang Alanis tolong untuk sadar, Alanis paham dengan keadaan dan luka-luka yang ada pada tubuh pria itu, tapi tetap saja ia merasa bosan dan ingin pulang.

"Ishh Kapan kau sadar tuan tampan? Aku kelaparan dan lelah asal kau tau... Kau harus membayar setelah ini...dan dan jangan lupakan untuk..." Suarahnya melemah "jangan lupa menceritakan siapa kamu" katanya sambil tertunduk.

Malam ini begitu dingin, salju salju turun dengan indah dan jatuh memenuhi bumi. Alanis mendekati jendela, membuka tirai putih–gading dan menampakan tumpukan putih di sana, berembun atau membeku?. Di sentuhnya dengan penasaran dan merasakan dinginnya. Menggerakkan jarinya, berputar-putar di sana, membuat gambar dan di akhiri senyuman.

"Ahkk..."

Alanis menoleh ketika mendengar erangan, matanya menatap tubuh pria yang kini bergerak gelisah. Walau ragu, Alanis tetap berjalan mendekati bangkar.

Zeev mengusap sebelah wajahnya, menghela nafas lelah. "Aku di mana?" Alanis menahan diri untuk tidak terkejut, ia mendongak, memperhatikan Zeev.

Ragu-ragu Alanis menjawab "kau berada di Hospital"

Mendongak. Zeev menemukan wanita cantik di depannya, ia membenarkan posisinya. Manik gelapnya menatap Alanis.
"Kau siapa?"

Sedetik Alanis menahan diri, namun setelahnya ia memberanikan diri membuka mulut. "Ak–u Alanis Gene Langford"

"Kau yang menolong ku? Dimana Mr. Figgis?" Alanis menatap sorot kebingungan di kedua iris gelap pria itu. Tak jauh berbeda dari Zeev, Alanis juga merasa sama.

"Aku tidak kenal, aku tidak tau. Aku ha–nya menemukan dirimu saja"

Zeev terenung.

Apa yang terjadi? Ia berfikir keras, mengangan angan ingatan yang terlupakan. Kau di mana Mr. Figgis?.

Dalam keheningan, Alanis mencoba menebak emosi orang asing itu. Menerka apa yang terjadi namun urung pula paham, ini karena memang keadaan yang sulit atau memang dia saja yang tak berwawasan lebih? Tapi ya sudah lah, siapa dia? Seorang raja pun Alanis menolak untuk ikut campur. Jika tidak ada keuntungan yang Alanis dapat lalu untuk apa memutar otak untuk orang asing. Menyelamatkan Zeev adalah kebaikan hatinya pada saat itu, jika ia tidak baik, mungkin saja Alanis lebih memilih menginjak pria itu agar cepat mati. Well sama saja kan?.

"Nona.." Alanis yang baru saja merasakan lembutnya sofa harus di buat terkejut hampir saja ia melompat dan memaki. Suara berat tertahan itu cukup signifikan untuk mengejutkannya.

"Kenapa?"

"Apa kau bisa membantuku?"

Alis nya berkerut "untuk?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Curiosidad ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang