19. Semangat Baru

9.2K 511 20
                                    

Setahun telah berlalu. Semenjak kejadian berakhirnya hubungan antara Naysha dan juga Satya membuat Naysha lebih banyak diam dan terkesan tertutup. Selama itu juga Satya selalu menghubungi dan mengiriminya pesan, tetapi tidak pernah satu pun di respon oleh Naysha. Dan tidak jarang Alika yang satu kantor dengannya sering melihatnya menangis. Ia tidak tega melihat sahabatnya sedih berlarut-larut. Naysha memang sudah menceritakan perihal putusnya hubungannya kepada orang tua dan juga sahabatnya sebab ia tidak bisa menyimpan lukanya sendirian. Tentunya bukan hal mudah untuk bisa kembali bangkit dengan semangat yang baru. Namun akhirnya beberapa bulan ke belakang Naysha sudah mulai kembali menjadi Naysha yang sebelumnya. Naysha yang ceria. Naysha yang sudah siap menyambut cinta yang baru. Satya pun sudah tidak pernah lagi mengiriminya pesan.

"Udah sayang, jangan sedih lagi. Mama yakin kamu pasti bisa dapetin yang jauh lebih baik dari Nak Satya," pesan Mamanya kala itu. Naysha bersyukur memiliki seorang ibu yang begitu menyayangi dan peduli terhadap dirinya. Semangat dan dukungan di saat sedang rapuh dan terluka memang sangat di butuhkannya saat itu.

Naysha memeluk Mamanya. "Sakit Ma. Hati Nay rasanya sakit banget."

Mamanya mengusap punggung Naysha dengan lembut. Ia juga tidak tega melihat anaknya itu bersedih. "Iya, Mama ngerti. Ikhlasin ya, sayang."

Meskipun sangat sulit, tapi Naysha mencoba untuk mengikhlaskan semuanya. Satu pesan terakhir beberapa bulan lalu dari Satya yang membuat Naysha semakin menyesakkan dada. Hatinya teramat perih. Namun ia pun harus tetap menerima dan berlapang dada.

Sayang, Naysha, demi kamu, Kakak akan menerima perjodohan itu. Kakak akan membahagiakannya sesuai pesan kamu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, Kakak selalu sayang dan cinta sama kamu apapun yang terjadi. Tolong jangan benci Kakak.

Iya, itu memang pesan dari Satya tepat satu bulan setelah pertemuan terakhir mereka. Kini hati Naysha sudah mulai kembali meskipun masih ada sisa trauma.

Jam kerja memang telah berakhir setengah jam yang lalu, namun Naysha masih betah berdiri dan menatap langit sore yang indah melalui kaca jendela di ketinggian gedung tersebut. Entah apa yang sedang di pikirkannya saat ini.

"Sorry ya, pasti lo nungguin gue lama, ya?" Alika datang menghampiri Naysha.

"Iya sih tapi nggak apa-apa, nggak begitu kerasa kok," jawab Naysha lalu terkekeh.

"Ya iyalah, lo nya sibuk ngelamun gitu," sahut Alika. "Lo ngelamunin apa, sih? Awas kesambet bentar lagi mau magrib."

Naysha hanya tertawa pelan. "Gue cuma lagi menikmati langit kota Jakarta di sore hari."

Alika mendengus. "Alaah gaya lo, Nay."

"Yee memangnya nggak boleh?"

"Boleh kok, tapi waktunya nggak tepat," mereka tertawa bersama.

"Udah ah. Ini mau langsung pulang sekarang?" tanya Naysha memastikan, pasalnya ia memang sedang menunggu Alika menyelesaikan pekerjaannya tadi.

"Bentar deh, gue pengin disini dulu."

Mereka berdua sama-sama terdiam menatap langit.

"Lo masih sedih, ya?" Alika mencoba menebak isi hati Naysha. 

"Sedih kenapa?" Naysha berbalik bertanya dan menoleh pada Alika.

"Cuma lo yang tahu."

Naysha kembali memandang langit. "Nggak kok. Gue udah nggak sedih lagi. Sekarang gue udah ikhlas, Al. Dan gue juga ngerti kalau jodoh itu memang nggak bisa di paksakan. Semua sudah ada takdirnya." Naysha menarik napasnya pelan. "Gue cuma ngerasa kangen. Rasanya ada sesuatu yang berubah dari hari-hari gue, dan nyatanya memang seperti itu, kan?"

I'm Here, Capt! (Sedang REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang