lima belas.

3.4K 409 31
                                    

Keadaan menjadi tidak kondusif. Semua orang berbondong ingin melihat adegan perkelahian barusan. Pihak keamanan pontang-panting menenangkan keadaan. Berani sumpah, pesta ini berakhir sangat kacau.

Terlebih lagi keadaan Taehyung saat ini. Wajahnya babak belur dan beberapa bagian mengeluarkan darah. Setelah pukulan terakhir dari Jimin tadi, Taehyung segera ditolong oleh beberapa pihak keamanan, dan diobati oleh pihak medis yang ada di sana.

"Perbanyak istirahat ya, Mas. Ini lukanya jangan sering dipegang. Nggak usah terlalu banyak gerakin muka juga biar nyerinya nggak betapa kerasa. Jangan lupa dikompres ya, Mas, Mba," ujar salah satu tenaga medis selepas ia menjaram memar pada wajah anak adam itu. 

Jennie mengucapkan terima kasih, sedangkan Taehyung yang mendengarnya hanya mengangguk pelan, tak berniat untuk menjawab lebih. Ia masih merasa tidak percaya akan apa yang terjadi. Datang ke pesta, diserang, dan babak belur. Sial sekali. 

Jennie yang berada di samping Taehyung berinisiatif untuk mengambil kain yang masih basah tadi, dan berniat mengompres kembali memar pada wajah Taehyung.

"Aduh, gimana sih ini? Parah banget si Park itu mukul orang sampe jadi kayak gini. Pasti ini ulah si Jeo—"

"Jen,"


Kalimat Jennie terpotong oleh panggilan dari Taehyung. Jennie menoleh cepat, ia pikir Taehyung membutuhkan sesuatu atau meminta sesuatu darinya.


"Ya? Kamu butuh apa? Mau aku ambi—"


"Mau sampe kapan sih gue diginiin?"


Pertanyaan barusan memunculkan tanda tanya. Jennie merasa tidak paham atas apa yang ditanyakan oleh Taehyung. Maka dari itu dia menjawab, "Maksudnya? Sakit begini? Nggak tau, sayang. Tapi yang pasti aku bakal suruh dua anak itu tanggung jawab!"


"Gue, Jen. Gue yang sakit. Sepenuh-penuhnya gue sakit," balas Taehyung sedikit keras.


Jennie tetap tidak paham. Ia mengerutkan kedua alisnya penuh keheranan. "Maksudmu gimana sih? Jangan ngaco, deh?" balasnya.


"Lo mau jadiin gue boneka-bonekaan lo sampe kapan, Jen?"


Jennie terdiam sejenak, ia paham apa yang sedang dibicarakan oleh Taehyung sekarang. Lidahnya terasa kelu, ia tidak tahu harus membalas dengan apa kala indra penglihatnya mendapati raut Taehyung yang terlihat mulai putus asa. Tidak ada rentetan kata yang muncul di benaknya.

Taehyung menyambung, "Baru kemarin gue yakinin Jungkook atas perasaan dia, dan sekarang malah jadi kayak gini. Jungkook benci gue. Orang yang gue sayang benci gue, Jen,"


Beberapa menit berlalu, namun Jennie baru berani membalas. "Masih ada aku, Taehyung. Aku juga di sini sayang kamu kok..?"


Taehyung kembali membalas dibarengi oleh tatapan nanarnya. "Bukan gini caranya kalo lo suka sama orang. Lo bikin banyak pihak sakit di sini. That's not how love works. Love never forces, Jen."

//

"Udah ya? Minta maaf aja, biar urusannya langsung selesai juga,"

"Enggak, Jung. Ngapain minta maaf sama sialan itu?"

Jungkook kembali menghela napasnya. Sedari tadi ia terus membujuk temannya itu agar mau meminta maaf pada Taehyung. Alasannya bukan karena itu adalah Taehyung. Tapi bagaimana pun ceritanya, tindakan Jimin tadi memang tidak terpuji.

Tak putus asa, si Jeon kembali membujuk. "Tadi udah diperingatin sama pihak keamanan juga, kan? Ayolah, minta maafnya sekedar salam juga enggak apa-apa,"

Tidak goyah, Jimin tetap bersikeras menolak. "Enggak. Gue gak mau. Biarin aja kali, pihak keamanan juga enggak tau gue minta maaf atau enggak,"

"Kenapa sih keras kepala banget?" ucap Jungkook akhirnya.

Kalimat barusan membuat Jimin memicingkan mata. Dahinya mengerut, pun kedua alisnya semakin dekat. Ya, ia merasa sedikit tersinggung akan ucapan Jungkook barusan.

"What did you say? I'm trying to be a good friend for you, Jungkook. Should I just watch it? Lihat lo dijadiin bahan olokan di depan anak-anak, lihat lo yang berubah drastis dalam hitungan hari, lihat lo dimainin sama manusia brengsek, should I just watch it, Jungkook?" balas Jimin penuh dengan penekanan di akhir kalimatnya.

Jungkook sedikit tersentak, baru kali ini ia mendengar nada bicara temannya seperti barusan. Belum sempat membalas, Jimin kembali bersuara. "Don't be too naive. Gue tau lo ngerasa kasihan sama dia karena lo masih nyimpen rasa, kan? Gila ya, deket berapa hari tapi lo simp sebegininya,"

Jungkook tak memberi pembelaan. Benar, rasa itu masih ada. Rasa yang tumbuh dalam kurun waktu yang terhitung cepat itu menguasainya. Menguasai dirinya dan mengontrol pikirannya.

"Ayo pulang. Gue harap lo mau ngasih gue waktu buat sendiri. Karena jujur, I feel upset."

Tak punya pilihan lain, Jungkook hanya bisa menganggukkan kepalanya dan segera menyusul Jimin yang telah melangkah pergi terlebih dulu.

Tak punya pilihan lain, Jungkook hanya bisa menganggukkan kepalanya dan segera menyusul Jimin yang telah melangkah pergi terlebih dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SENIOR KIM : tk DISCONTINUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang