oleh: Rezqwan
.
.
.
1. Penerbit Mayor
Persiapan naskah: Naskah tersebut sudah diseleksi terlebih dahulu oleh editor yang bertugas menyeleksi naskah. Jika sudah dinyatakan layak terbit, maka ketika proses penulisan buku, ada editor dari pihak penerbit yang biasanya akan ikut memantau progres penulisan naskah. Editor akan memberikan deadline, memeriksa naskah, memberi masukan dan juga saran untuk konten naskah.
Biaya penerbitan: Gratis!
Jumlah cetakan: Mencetak bukunya secara masal. Biasanya cetakan pertama sekitar 3000 eksemplar atau min. 1000 eksemplar. Dalam hal ini, kelebihannya adalah keuntungan bisa jauh lebih besar. Hanya saja membutuhkan modal yang cukup besar pula.
Promosi buku: Promosi menjadi tanggung jawab penerbit dan tentunya dibantu oleh penulis, seperti launching and book signing, blog tour, bedah buku, pameran buku, dan lain-lain. Penulis tinggal meneruskan saja informasi-informasi promosi penerbit ke teman-teman di jejaring pribadinya.
Penjualan buku: Buku yang diterbitkan secara otomatis didistribusikan ke toko-toko buku di seluruh Indonesia. Buku-buku akan dipasang di rak-rak toko buku kesayangan. Tak hanya itu, buku terbitan biasanya juga bisa dibeli secara online, misalnya di toko buku online, langsung melalui penerbit dan penulis, juga akan diedarkan dalam bentuk ebook, meski belum semua penerbit telah menjual buku-buku mereka dalam bentuk ebook.
Pemilihan naskah: Tidak sembarangan menerima naskah, selektif, sesuai pasar, sehingga banyak penulis yang naskahnya ditolak.
Waktu penerbitan: Sebuah naskah biasanya diterima atau tidaknya dalam tempo 1-3 bulan. Jika naskah diterima, ada giliran atau waktu terbit yang bisa sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian ada proses lagi sebelum terbit dan dijual.
Fasilitas terbit: Lengkap ISBN untuk buku, editing, layout, cover, bahkan dalam hal ini tersedia tim untuk menangani sebuah buku, dsb.
Royalti: Jika naskahnya diterima, penerbit mayor biasanya menawarkan sistem kontrak royalti dan jual putus kepada penulis. Yang dimaksud sistem royalti adalah penulis mendapatkan 10-15% (tergantung penerbit) dari setiap buku yang terjual. Sedangkan jual putus adalah membeli naskah tersebut hanya dengan sekali bayar. Jadi berapapun eksemplar naskah yang terjual, penulis tidak mendapat bagian royalti lagi.
Argumen pribadi: Tidak terlalu disarankan bagi penulis yang belum punya nama, meskipun kalau sudah punya nama sekalipun, masuk ke penerbit mayor adalah sebuah tantangan. Lakunya sebuah buku di toko buku tergantung pasar dan minat genre yang sedang tren bagi kalangan pembaca, belum lagi seringkali toko buku yang ada mengatur raknya setiap waktu ketika buku-buku baru datang kemudian menggeser buku-buku lama, terselip ke rak-rak kecil kendati kurang laku. Terkadang yang tidak laku ini akan menjadi buku diskonan.
.
.
.
2. Penerbit Indie (minor)
Penerbitan naskah: Sebagai penulis, memegang kendali penuh terhadap karya yang sedang kamu tulis. Pihak penerbit, melalui editor indie, hanya mengecek, apakah naskahmu sudah sesuai dengan standar percetakan secara teknis saja. Namun, biasanya penerbit juga menyeleksi secara umum: tidak SARA dan memuat unsur pronografi.
Biaya penerbitan: Bayar, tergantung paket yang disediakan penulis dari penerbit. Umumnya penerbit mematok harga berkisar ribu 300.000 hingga jutaan, tergantung jumlah cetakan dan fasilitas yang diberikan. Untuk rekor saya pernah menemukan penerbit indie yang hanya mematok harga 100.000 untuk terbit naskah lengkap dengan fasilitasnya.
Jumlah cetakan: Mencetak bukunya apabila ada yang memesan atau cetak berkala yang biasanya disebut POD ( Print on Demand). Hampir tidak memerlukan modal dalam pencetakan dan juga risiko kerugian minim. Namun keuntungan juga lebih sedikit
Promosi buku: Penulis menjadi penanggung jawab penuh promosi bukunya sendiri. Apakah mau mengadakan bedah buku atau sejenisnya, semua diatur sendiri oleh penulis.
Penjualan buku: Karena dicetak dalam jumlah terbatas, buku yang diterbitkan secara indie akan dijual secara online saja, yaitu langsung ke penerbit atau pesan melalui penulis. Namun, walaupun terbit secara indie, beberapa penerbit juga akan menjual dalam bentuk ebook yang kemudian bisa dibeli misal di Google Play Book.
Pemilihan naskah: Tidak menolak naskah (asal sesuai aturan). Dalam hal ini, penerbit indie merupakan alternatif bagi para penulis yang ingin menerbitkan karyanya menjadi sebuah buku.
Waktu penerbitan: Biasanya dalam waktu satu bulan sejak naskah dikirimkan, sudah bisa terbit. (tergantung banyaknya naskah yang masuk dan tempat penerbitan)
Fasilitas terbit: Tergantung paket-paket yang disediakan penerbit untuk dipilih penulis, adapun lengkap ISBN, editing, layout.
Royalti: Selalu memberikan royalti 10-15% (tergantung penerbit) dari setiap naskah yang terjual walau semua dana dari awal sampai cetak dibebankan kepada penulis. Bedanya lagi biasanya menerapkan sistem POD (Print on Demand) yang tidak pernah menyetok buku. POD (Print on Demand) yaitu mencetak buku jika ada yang membeli saja, jika tidak ada yang membeli maka buku maka naskah tidak akan dicetak alias disimpan oleh penerbit.
Argumen pribadi: Terkadang fasilitas yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan penulis. Baik itu cover yang mengecewakan, waktu penerbitan yang kadang cukup lama menunggu, editing yang tidak begitu bagus, fasilitas layout yang masih acak-acakan dan terbilang sangat mengecewakan. Karena hal ini seorang penulis harus selektif memilih penerbit indie karena tidak semua indie memiliki fasilitas yang bagus (coba di cek lagi hasil" cetakan dan orang-orang yang sudah pernah menerbitkan bukunya)
.
.
.
3. Self-Publish
Penerbitan naskah: Penulis yang memegang kendali atas karya yang ditulisnya, hampir sama dengan penerbit indie. Meskipun seleksi untuk unsur tulisan yang mengandung SARA dan memuat unsur pronografi terkadang terlewatkan begitu saja.
Biaya penerbitan: Gratis -- hanya saja buku dari cetakan pertama wajib dibeli penulis, berserta ongkirnya :v
Jumlah cetakan: Hampir sama dengan Penerbit Indie, mencetak buku apabila ada yang memesan, hanya saja tidak menyediakan sistem POD.
Promosi buku: Penulis mempromosikan sendiri, terkadang dibantu oleh penerbit itu sendiri lewat jejaring sosial.
Penjualan buku: Seperti Indie, hanya dijual lewat media online, seperti facebook, twitter, dan situs penerbit itu sendiri (misal nulisbuku.com)
Pemilihan naskah: Tidak ada seleksi dan tidak menolak naskah.
Waktu penerbitan: Proses 3 minggu atau seminggu dan bisa lebih cepat.
Fasilitas terbit: Tidak dilengkapi fasilitas, adapun cover disediakan dengan membelinya. ISBN juga terpisah.
Royalti: Royalti sekitar 10%. Hampir sama dengan Penerbit Indie.
Argumen pribadi: Karena digoda sebagai penerbitan yang gratis dan langsung bisa cetak meskipun bayar, namun persaingan juga seringkali terjadi meksipun ini sistem self-publish. Hampir sama dengan kasus mayor, penulis harus punya nama jika ingin bukunya terjual, syukur jika laku satu. Belum lagi editing dilakukan oleh penulis sendiri yang belum tentu lebih bagus dari editor yangs sesungguhnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/124352130-288-k828973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Serba-serbi Kepenulisan
Non-FictionMateri tentang kepenulisan yang disajikan oleh anggota grup AGCW1717. Di sini akan membahas tata bahasa, Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), bedah genre, tips dan trik menulis supaya menarik pembaca, hingga cara menerbitkan buku. Disusun dari berbagai sum...