Bab 2

21 3 0
                                    

Bagaimana rasanya jadi pecundang? Berjuang lalu meninggalkan. Bangga?

***

Faradella Valencia Pramudya dengan rambut diikat asal dan menggunakan piyama duduk di meja belajarnya sambil memandang sebuah foto di  figura kecil.

Dua orang remaja duduk berdua dengan tawa sambil memakan es krim. Kenangan itu. Senyum, bahagia, tawa serasa tidak ada beban masalah apapun.

Flashback on

"Mau ngapain?"  Ucap Ara dengan tatapan tajamnya.

" Bisa gak sih, kalau udah putus jangan cuek sama gue. Kita putus seminggu lalu dengan baik-baik ya,"  Nandar yang sedikit berteriak tetapi tetap merendah suaranya.

"Yaudah. Kalau udah putus ya jangan cari gue lagi."

"Lo belum move on ya?" Nandar  tersenyum dengan tanpa dosanya mengacak-acak kepala Ara dengan lembut.

Nih cowok emang brengsek. Dasar playboy cap micin. Batin Ara

Hati : emang gampang apa move on.
Logika : teori move on mah gampang. Lah prakteknya?
Mulut :
"Gue udah move on. Yang baru lebih seru,"  Ara

"Adnan maksud lo?"  Nandar menatap dalam-dalam mata gadis itu.

Ara mengalihkan pandangannya. Tanpa menjawab pertanyaan Nandar Ara meninggalkan Nandar yang berdiri di depan toilet.

Fashback off

Lamunannya terbuyar saat  mendengar ada beberapa notif di aplikasi Line. Dengan penasaran di buka locksreennya. Ada beberapa pesan dari banyak cowok yang ingin mendekatinya. Tetapi dia abaikan, malas menanggapi cowok-cowok yang suka tebar pesona. Tapi ada salah satu pesan yang membuatnya jadi gelisah.

adnandanada : Good Night Ra

"Araaaa! Ada yang cari lo di bawah!" Tanpa dosanya Devian Pratama Pramudya, kakak Ara berteriak sambil menggedor-gedor pintu Kamar Ara. Vian hanya 2 tahun lebih tua dari Ara. Kadang mereka seperti  teman sebaya bukan sebagai adek kakak.

"Iannnn.. Apaan sih be.ri.sikkkk!"  Ara membuka pintu kamarnya sambil pelototannya yang tajam. Setajam silet.

Ara sering memanggil kakaknya dengan panggilan waktu dia kecil 'ian' waktu dia lagi sebel sama kakaknya itu.

"Matanya gak usah kek gitu. Copot bau tau rasa,"  Tanpa ijin Vian mengusap wajah Ara dengan asal membuat Ara jengkel.

Ara berjalan melewati Vian yang berdiri di depan kamarnya kemudian berbalik sambil menjulurkan lidahnya. Vian hanya tersenyum melihat kelakuan adeknya itu. Heran juga kenapa dia bisa betah punya adek begajulan gitu.

***

Ara menuruni tangga dengan santai. Penasaran juga, siapa yang mencarinya malam-malam begini. Ara membuka pintu dan menemukan seorang pemuda berdiri membelakanginya.

Pemuda tadi membalikkan badannya dan menatap Ara sangat lama. 2 menit berlalu belum ada yang memulai pembicaraan. Pemuda tadi tersenyum singkat memandang Ara yang dia tau dia sedang terkejut saat ini. Ada rasa kecewa diraut wajahnya.

"Hai," sapanya singkat.

"Mau apa lo kesini?" tanya Ara dengan wajah datarnya.

"Ritual malam minggu."

Sebelum putus dulu memang Nandar selalu datang ke rumahnya. Meskipun hanya duduk menemani Ara nonton drakor. Atau bermain PS dengan Vian. Nandar tidak pernah absen.

"Ogeb. Ini malam sabtu,"

"Malam minggu besok gue harus nganterin Siska jalan."

Deg. Kok sakit ya. Batin Ara

"Gak disuruh masuk nih," kebiasaan Nandar yang selalu memecah suasana.

Ara menghela nafas. Ara menuju dan membuka pintu rumahnya. Sebenarnya hari ini malas bertemu dengan Nandar. Tapi ya bagaimana lagi.

Nandar langsung duduk di sofa ruang tamu. Nandar sudah biasa datang ke rumahnya jadi tak salah jika dia sudah hafal apa yang harus dilakukannya. Menganggap rumahnya sendiri.

Ara melangkah meninggalkan Nandar yang sedang duduk bermain handponenya.

"Raaa.."

Ara menoleh karena merasa dirinya terpanggil.

"Jangan repot-repot, jus jeruk aja udah cukup," ucap Nandar dengan cengegesan seperti tak ada beban sama sekali.

"Dasar tamu gak tau diri. Dikira rumah gue warung jus apa. Main perintah-perintah aja," omel Ara

"Ara gak baik seperti itu sama tamu. Harus dilayanin dong! Nitip gue juga buatin yaa," entah datang dari mana tiba-tiba kakaknya datang.

Emang duo kampret gak tau diri. Kali ini Ara yang harus mengalah secara 2 lawan 1.

"Ada lagi tuan?" Ara yang setengah mati menahan kesabaranya tersenyum yang sangat dipaksakan. Ingat dipaksakan!

"Enggak, tapi nambah cemilan juga gak salah kok." Awas aja. Tunggu pembalasan dari adekmu ini.

Baru saja Ara ingin berbalik badan menuju ke dapur.

"Araa... " kakaknya ini emang cari tampolan dari Ara. Ara berbalik lagi dengan menghela nafasnya kasar.

"Makasih adekku sayang."

"Najis." Ara membalik badannya dan menuju ke dapur

Nandar hanya terkekeh melihat gadisnya dulu meninggalkan ruangan itu. Lucu. Pikir Nandar.

***

Sampai disini dulu ya gaes👌

Karya pertama aku😚 maaf kalau masih banyak typo dan yang lainnya. Belum bisa buat yang nge-feel. Masih amatir dan tahap pembelajaran.

-lenyika❤

NANDARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang