1

182K 8.3K 239
                                    

selamat membaca

Rebbeca memasuki sebuah kedai kopi kecil dengan tergesa-gesa. Ada sekitar tiga orang sedang mengantre. Diam-diam menghintung berapa lama waktu yang dihabiskan masing-masing orang itu untuk memesan segelas kopi, God! Seharusnya bisa lebih cepat. Rebbeca menggerutu. Apa sih yang dilakukan orang paling depan sana? Orang itu sudah menghabiskan waktu 10 menit, memandangi menu, tapi belum juga mengatakan apa yang ingin dia pesan. Rebbeca bahkan tidak perlu memberitahu kasir apa yang ia pesan. Pilihannya selalu sama, sejak pertama kali kembali ke Jakarta dan menemukan kedai ini. Hazelnut dingin.

Namun, untuk persekian sedetik Rebbeca mulai menghasihani dirinya. Kehidupan yang dia jalani serupa dengan minuman yang dia pesan, selalu sama, hingga akhirnya terasa membosankan.

Mungkin hari ini ia harus mencoba sesuatu yang beda. Rebbeca mengamati menu di bagian atas, berpikir menu apa yang menantang untuk dicoba. Di tengah kesibukan memilih, ponsel di tasnya berbunyi. Lagu twinkel-twinkel dengan suara gadis kecil cepreng memenuhi kedai. Ia mengerang karena dua hal, ringtone ponselnya diganti tanpa izin dan melihat siapa yang menghubunginya, Dita—editornya. Kalau ia tidak mengangkat, Dita akan terus menelpon dan lagu sialan ini terus berbunyi, jadi...

"Yes, Dita... ada apa nih pagi-pagi telepon?"

"Pagi? Di kantor udah jam satu sih. Ah, gue paham. Lo masih pakai waktu bagian Atlanta," sahut Dita skeptis.

Rebbeca tertawa datar. Ia paham benar maksud Dita menghubunginya. "Gue belum bisa kasih yang lo mau. Gue masih berjuang, kasihanilah daku...."

"Pemred gue udah nagih timeline, dan pembaca lo juga butuh asupan bacaan baru."

Rahang Rebbeca menegang dan dalam hati dia menghitung satu sampai sepuluh. Ketika itu tidak bisa membuatnya tenang, ia menghintung mundur dalam bahasa inggris. Rebbeca terus membiarkan Dita berbicara tentang deadline naskah yang harus dia kerjakan, tanpa membantah. Rebbeca tidak menyalahkan Dita, sudah kewajiban wanita itu mengejarnya. Seperti tanggung jawabnya, menulis. Tapi salahkan dewa ide yang tak bersahabat padanya, seberapa keras dia berusaha menulis tidak ada hasil. Bahkan, dia rela meninggalkan Atlanta—kembali ke Indonesia sambil berharap ada ide. Kata orang kan suasana baru sangat bagus untuk mencari ide namun, itu tidak berhasil di Rebbeca.

"Halo? Rebbeca? Apa telepon ini masih tersambung?"

"Ya, Dita. Im still here... oke, gue paham. Ini gue juga lagi usaha nyari si ilham."

Dita mendesah di ujung sana.

"Serius. Gue lagi ngantri kopi, terus gue on the way nyari si ilham."

Giliran Rebbeca sudah hampir tiba, tersisa pasangan yang berdebat untuk memesan cake atau kentang goreng.

"Gue matiin dulu ya, Dit. Giliran gue nih yang mesan."

"Berjanjilah malam ini lo udah kasih kerangka naskah ke gue."

"Diusahakan, Dita cantik! Bye! Te Quiero." Rebbeca mematikan ponsel cepat sebelum Dita menyahutinya, dan akhirnya dia memesan vanilla latte. Pesanan yang berbeda. Semoga saja dengan merubah sedikit kebiasaan dia bisa mendapatkan ide.

Setelah mengambil minuman dan tersenyum pada barista, Rebbeca berbalik dengan kecepatan penuh supaya tidak kehilangan sudut menyenangkan dari kedai ini. Siapa sangka hal itu membuat kopinya membasahi orang yang berada tepat di belakangnya, bercak berwarna cokelat menutupi sebagian kaus orang itu, sisanya terjatuh di lantai dengan bunyi tumpah mengerikan.

"Astaga, Maaf!" jerit Rebbeca, sambil menatap genangan cokelat yang menyebar di lantai.

Saat pandangan Rebbeca melihat korbannya, mendadak ia merasa ngeri, seorang pria—yang sangat tampan. Pria itu terlihat sangat menggairahkan dalam balutan jins dan kaus setengah basah yang sangat siap untuk dilepaskan. Bukan hanya karena basah, tapi otot-otot perut yang tercetak pada kaus itu seolah menantang Rebbeca untuk dibelai. Otot-otot bisep si pria pun bagai merengek minta disentuh. Rahang si pria ditumbuhi jenggot tipis menawan yang mungkin terasa menggelitik jika diraba, tapi Rebbeca berani bertaruh bibir sensual itu sangat ahli berciuman.

NakedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang