CERITAKU 4

7 0 0
                                    

Setelah lama bercengkrama dengan Mang Asep, Aku dan Octo pun kembali ke tenda yang jarak antara pos perkemahan dengan tempat tenda-tenda berdiri cukup jauh. Ditengah perjalanan Aku mendengar sesuatu, seperti ada seseorang yang sedang berjalan. Ya tentu saja, ada seorang nenek yang sedang mengumpulkan batang-batang pohon.

Aku yang memang tipe orang yang sangat ramah dan pengertian membantu sang nenek mencarikan batang pohon dan bertanya "nek, bade di bantosan nyandak kabumi na ?", sang nenek menjawab "teu kedah jang, ke aya murang kalih nu ngajajap kadieu", Aku yang tidak menyerah menawarkan perhatiannya pada sang nenek bertanya "palih mana kitu bu bumina ?" sang nenek menunjukkan arah "palih kulon a " Octo yang sudah tidak tahan dengan perilaku diriku saat itu yang terus membantu sang nenek lantas menarik bajuku sambil mengatakan sesuatu "hayu burukeun, maneh teu nyadar ieu jam sabaraha jeung ieu dimana ?", "naon kitu ? ieu karunya" sahutku. Octo pun menjawab "astagfirullah, ieu jam setengah genep, tingali tadi si nini nunjukeun arah ka jurang mikir sateh". Akupun menghela nafas panjang dan langsung memegang tangan Octo, "Hayu atuh nek upami alim di bantosan mah abdi tipayun". Selangkah, dua langkah masih pelan dan langkah ke tiga mereka berlari terbirit birit karena baru menyadari si nenek adalah sesuatu yang diceritakan Mang Asep, dan sudah menjadi hal mistis bahwa bila ada seorang nenek atau kakek di pegunungan jangan pernah mengikuti mereka atau kita akan terkena hal yang sangat berbahaya. Karena sudah dipastikan nenek itu bukan manusia yang datang di waktu "sareupna" atau waktu-waktu terlarang yang dapat dibilang waktunya hantu berkeliaran. 

Pelajaran pertama, memang tak semuanya orang dapat memahami ini dan meyakini keberadaannya namun kita harus tetap berhati-hati tentang apa yang hidup di hutan.


MYSTORYWhere stories live. Discover now