1. Hujan di sore hari.

32.5K 1.1K 77
                                    

SELAMAT MEMBACA:)

Arion Kenzo Prakoso.
Namamu begitu indah. Namun, mengapa sikapmu tak seindah namamu?

••••

Sore ini, hujan begitu deras mengguyur ibu kota Jakarta. Membuat beberapa orang tak bisa pulang ke rumah mereka masing-masing. Kini, seorang gadis berdiri tegap di salah satu tembok besar yang berada di parkiran kampusnya. Gadis itu sedang menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya, menciptakan kehangatan untuk dirinya karena cuaca kali ini begitu dingin hingga menusuk tulang.

Tak membawa jas hujan, itulah alasan yang paling utama ketika ada yang bertanya kenapa gadis itu tak segera beranjak dari tempatnya. Kalau saja dia menggunakan mobil, mungkin sudah sedari tadi dia tiba di rumah. Namun apalah daya, dia hanya seorang gadis yang terlahir dari keluarga sederhana. Mempunyai sepeda motor sudah cukup untuk membantunya pulang dan pergi ke manapun. Masih banyak di luar sana orang yang jauh tidak beruntung daripada dirinya.

Jangan selalu menengadah, karena masih banyak orang yang berada di bawah. Itulah definisi bersyukur bagi gadis itu.

Dia menatap langit, kemudian bertanya dalam hati; Sampai kapan kau akan terus turun membasahi bumi? Tolong, berhentilah sebentar, paling tidak sampai aku berada di rumah. Aku harus segera pulang, membantu nenek memasak untuk makan malam.

Matanya tertutup, memohon dengan sangat agar Tuhan mengabulkan doanya. Dia tidak akan tega jika harus membiarkan neneknya memasak seorang diri di rumah. Tak mau membuat sang nenek tercinta kelelahan hanya untuk menyenangkannya--dengan memasakkan makanan yang gadis itu akui rasanya begitu lezat dan membuatnya selalu ketagihan.

Gadis itu tersenyum ketika terbayang senyuman manis sang nenek. Suara lemah lembut yang selalu membuatnya tenang, serta perilakunya yang begitu hangat membuat siapa saja tak sanggup jika harus terpisah jarak dan waktu dalam jangka yang panjang.

"Kaila Sherly Sifabella."

Dia menoleh ketika ada seseorang yang memanggil namanya. Lantas senyum manis terukir di bibir tipisnya. Ya, nama gadis itu adalah Kaila Sherly Sifabella, sering dipanggil Kaila. Gadis hitam manis, dengan bulu mata yang lentik, serta iris berwarna cokelat pekat.

"Mau pulang bareng?" tanya orang itu yang kini berada di hadapan Kaila.

Gelengan kecil dia berikan. "Terimakasih tawarannya, Raka. Kayaknya sebentar lagi hujan reda, aku gak masalah menunggunya sebentar lagi." Kaila menolaknya dengan sopan, agar tak menyakiti lawan bicaranya tersebut.

Laki-laki bernama Raka itu mengangguk mengiyakan, dia tahu benar kalau Kaila seorang gadis yang selalu tidak enakan--tidak mau merepotkan orang lain. Kalau bisa dia lakukan sendiri, maka tidak perlu meminta bantuan kepada orang lain. Meski mereka sudah berteman lama. "Ya sudah. Aku temani sampai hujannya reda." Raka membalas dengan senyuman.

Kaila mengangguk saja. Dia tak mungkin menolaknya dan menyuruh Raka pergi dari sana, bukan?

****

Tepukan pada bahunya--yang di lakukan oleh salah satu temannya, menyadarkan dia dari lamunannya. Entah apa yang tengah dipikirkan.

"Lo dengerin kita ngomong gak dari tadi, Yon?" tanya salam satu teman yang menepuk bajunya tadi.

Yap, laki-laki tersebut bernama Arion. Dia menggeleng, kemudian menghela napas sambil membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman dari sebelumnya.

"Dasar bocah tengil! Gue ngomong panjang lebar dari tadi sama Kenan gak didengerin. Ya sudah kita cabut aja, Ken. Ini anak kayaknya perlu sendiri, banyak pikiran kelihatannya." Laki-laki itu berniat berdiri dari duduknya, begitu pula dengan laki-laki di sebelahnya yang bernama Kenan.

Nightmare (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang