11:: Melawan Takdir

258 27 2
                                    

Akira melempar tasnya dengan kasar ke atas kasur, amarah membuatnya seperti orang yang hampir kehilangan akalnya. Tak tahu dia harus melampiaskannya kepada siapa, ingin sekali dia berteriak dan setidaknya membunuh satu manusia saja. Akira memegang kepalanya yang berdenyut, sosok Vampire yang sebenarnya hampir mengambil alih tubuhnya jika amarah telah menguasai.

Akira terduduk di atas lantai sambil meremas rambut dan menariknya,"Tidak! Tidak! Tidak!" jeritnya penuh luka.

"Akira?! Apa yang terjadi padamu?" Zen yang baru saja membuka pintu kamar putrinya segera berlari mendekati Akira dan memeluknya.

"PERGI DARI SINI!"

"Akira, ini Papa. Jadi, tenanglah, Akira." Zen berucap lembut sambil membelai rambut Akira yang memiliki warna surai yang sama dengannya.

"Aku benci kau! Kau merenggut semua kebahagiaanku! Apa yang telah kau lakukan di masa lalu hingga aku di benci semua orang?!" jeritnya penuh amarah."Apa maksud dari ucapan Darren dengan kesalahpahaman itu?" kini suaranya berubah menjadi lirihan penuh luka.

Zen merasa terluka dengan ucapan Akira, tapi dia tetap menarik ujung bibirnya membentuk sebuah senyuman. Senyum penuh luka. Tangannya tak berhenti untuk membelai kepala Akira agar gadisnya itu merasa tenang.

"Maaf, Akira. Telah membuatmu merasakan pahitnya kehidupan apalagi kamu terlahir menjadi seorang Vampire. Kamu benar jika ini semua adalah salah Papa, kamu bisa menyalahkan Papa dan kamu bisa melukai Papa sebagai pelampiasan jika memang itu dapat membuat pikiranmu menjadi lebih tenang. Papa benar-benar minta maaf dan yang perlu kamu ketahui adalah Papa akan selalu menyayangimu, Akira. Tak peduli seburuk apa kamu memperlakukan Papa."

Dari balik pintu kamar, Yukina menundukan kepalanya sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya. Menahan air mata yang sedari tadi telah menggenang.

***

"Apa kamu melihat Darren di sekitar sini?"

Akira menolehkan kepalanya ke belakang karena mengenal suara berat ini. Ya, dia adalah Kento. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, Akira memang datang ke sekolah namun dia tak hadir pada saat pelajaran. Dia lebih memilih diam di bawah pohon dan merenung. Dia juga belum bertemu dengan sosok Luziel sejak kejadian itu, bukannya Akira berharap dapat bertemu dengannya, hanya saja cukup aneh rasanya jika Luziel menghilang secara tiba-tiba bagai ditelan ke dasar bumi.

"Aku bicara denganmu, gadis Vampire." Kento kembali bersuara karena tak kunjung mendapat jawaban dari Akira.

Akira akhirnya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Kento. Lelaki itu akhirnya menghela nafas panjang sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Dia mendekati Akira dan duduk di samping gadis itu dengan santainya.

"Sedang ada masalah apa?" Kento melirik Akira.

"Bukan urusanmu."

"Kau tahu? Aku merasa prihatin dengan nasib kaum kalian, aku ingin membantu namun tak ada banyak cara untuk membantu kalian. Dan juga, alasanku berteman baik dengan Darren adalah untuk menjaganya dari masalah. Dia termasuk Vampire yang tak dapat menahan hasrat membunuhnya, bahkan aku hampir menjadi korbannya. Tugasku adalah memperingatinya dan menahan dia kalau dia akan membunuh seorang manusia. Kecelakaan yang terjadi di gudang waktu itu adalah salahku, Darren lepas dari pengawasanku."

Akira hanya diam membisu sambil mendengarkan cerita selanjutnya.

"Tak ada alasan khusus mengapa aku mau berteman dengan kaum kalian. Lagipula jika ingin berteman, apa harus di lihat dari latar belakang orang itu?"

Blue RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang