Berpindah ruang
Clarissa Aily Amuletto
Senandungan merdu itu tiba-tiba menelusupi telingaku tatkala bunyi dentingan jam pada pukul 12 malam mendengung begitu keras.
Entah mengapa aku merasa bagai ada seseorang yang sengaja membangunkanku malam-malam begini. Terlebih lagi jantungku langsung berdetak begitu kencang seperti telah berlari sejauh 800 meter hingga membuatku tak merasakan sedikit pun kantuk.
Kilauan-kilauan cahaya juga terus berkelibatan di depan mata ini bersamaan dengan datangnya alunan-alunan melodi dari biola yang mengiringi senandungan samar.
Sebenarnya ada apa ini? Kenapa semuanya tiba-tiba begitu aneh dan asing? Mengerikannya, semakin lama suara-suara bisikan aneh semakin terdengar jelas. Walau memang sekalipun takut tak mungkinlah aku berteriak memanggil kedua orang tuaku yang sedang tidur. Terlebih lagi berlari ke kamar orang tua atau mungkin ke kamar kakakku yang sama-sama berada di bawah lantai ini. Selain vulgar dan bisa melanggar peraturan yang tertera di rumah, hal itu juga akan mengganggu waktu istirahat para pelayan rumah karena hentakan-hentakan keras kakiku atau mungkin dentuman dari pintu yang kubuka dan kututup. Benar-benar tindakan kekanakan sekali jika hal itu kulakukan. Tetapi di sisi lain, apalah yang harus aku lakukan? Aku takut ini merupakan bagian awal dari suatu kematian. Atau bahkan mungkin lebih parahnya ini merupakan bagian awal dari sebuah cerita menyeramkan yang akan segera di alamiku. Ya tuhan! Aku benar-benar takut. Aku benar-benar mulai kehilangan waras.
Kemudian samar-samar kudengar ada seseorang berbisik berusaha menyampaikan sesuatu. Tapi karena takut, aku lantas saja segera mencoba menghilangkan perasaan buruk dan sugesti-sugesti aneh ini agar semua terlihat begitu positif. Karena semenjak dulu aku tak bisa mengendalikan diri juga pikiran jika stres melanda, jadi dari dulu pun aku tak bisa menghilangkan rasa waswas dan semacamnya jika pada saat-saat tertentu mereka datang menyerang, sama seperti halnya saat ini. Maka ini merupakan kali pertamanya aku berpikir positif. Dan dengan ajaibnya, detakan jantungku mulai melambat, uumm.. dan juga melemah? Buku-buku tanganku pun mulai mendingin saat hal itu berhasil dilakukan untuk pertamakalinya.
Tanpa ada aba-aba terlebih dahulu senandungan itu mulai terdengar lebih jelas dan sangat jelas seperti halnya musik yang mengalun di dekat daun telinga. Benar-benar jelas hingga senandungan itu lebih terdengar seperti nyanyian pembangkit mayat. Suara dari gesekan biola juga tak kalah bising, sama seperti halnya senandungan itu. Bersamaan dengan kedua irama yang tak menentu, gaung dentingan piano mulai terdengar lambat laun hingga membuatku kehilangan kendali diri lagi. Aku mulai menggila. Kehilangan akal dan logika.
Selama dua detik aku memejamkan mata dan mencoba meyakinkan bahwa ini hanyalah mimpi. Ini hanyalah khayalan belaka yang timbul dari imajinasi yang terlalu berlebihan. D
engan sekuat tenaga aku mencoba meyakinkan diri bahwa aku bisa melewati mimpi ini dengan segera. Bahwa sebenarnya aku ini seseorang yang pemberani dan seseorang yang tangguh.
Namun sayang beribu sayang. Kenyataannya aku bukan seorang pemberani dan tangguh. Tapi aku ini tak lebih dari seorang pecundang. Karena pada detik berikutnya, semua keberanian yang telah aku kumpulkan lenyap begitu saja. Penyebabnya adalah lingkaran-lingkaran cahaya hitam itu. Ya! Lingkaran-lingkaran itu tiba-tiba mengelilingi seluruh tubuhku seakan ingin menggerogoti setiap incinya. Hingga pada akhirnya bau busuk menyeruak ke dalam hidung dan membuat kesadaranku hilang tertelan angin.
**
Goresan-goresan hawa dingin melukai kulit beserta sarafnya. Kini aku telah mendapatkan seluruh kendali kesadaran saat merasakan seluruh anggota badan terasa remuk. Namun walau sudah mendapat seluruh kendali, tubuhku tak kunjung aku bangunkan. Aku berharap yang kemudian nanti kulihat pertama kali adalah cahaya mentari yang menelusup masuk dari balik jendela kamar yang masih tertutup tirai, bukan hal gila semacam lingkaran hitam ataupun hutan gelap yang tak terbatas. Maka dari itu aku harus menyiapkankan diri ketika kuketahui ternyata seorang Clarissa ini masih terjebak. Entah itu di alam nyata yang memiliki 1000 kegilaan dengan lingkaran-lingkaran cahaya sihir, atau mungkin di alam mimpi yang segala sesuatunya di luar akal sehat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Ordinem Nescit
FantasySemenjak ia lahir, Clarissa Amuletto hidup di tengah-tengah hiruk-pikuk keramaian Slorebia City dengan damai dan tentram. Namun segalanya seketika berubah saat ia masuk ke dalam Hutan Privenwood, hutan terlarang di seberang sungai. Dan karena sebuah...