Bone Tambu, 03 Mei 2013(Sore 05:02)
Sore itu di kepulauan Bone Tambu yang terlihat agak sepi..., terlihat seorang gadis remaja yang seakan-akan tidak tahu apa yang harus di rasa... dari ketinggian gunung-gunung yang saling menjulang ke awan dan berjejeran saling mengikat lalu terdapat rahasia dari apa yang terdapat di balik benteng Zulkarnain... jutaan batang besi yang berlapiskan tembaga itu masih tertutup..., suatu hal yang bahkan tidak dapat dilihat dari atas langit ternyata dapat di saksikan dari bawah rerumputan padi dan ilalang. Seorang gadis muda itu menatap kearah sebuah gundukan tanah tempat dia bermain dulu.
Tanah Bercahaya dari Surga..., begitulah penduduk setempat menyebutnya. Hal itu sekilas membuat gadis muda itu berfikir sembari menatap kearah senja..., dia memegangi sebuah surat kecil dengan kedua telapak tangannya..., hingga sangat erat. Meski kertasnya memang agak lusuh karena air mata yang tidak berhenti menetes..., gadis muda itu hanya ingin memastikan kalau semua pasti akan baik-baik saja... memastikan kalau dia sudah hampir sampai pada ujung sebuah jawaban..., akan hidup dan cintanya selama ini...,
Dear, Sulis Wamena
Perjalananku mengatakannya sendiri,... bahwasannya hidup ini telah banyak di perdayakan oleh hal-hal yang berlandaskan pada pemikiran perorangan. Ini hanya tentang siapa yang lebih dulu..., lebih tua..., lebih berkuasa..., mereka semua hanyalah orang-orang yang selalu mementingkan kepentinganya sendiri..., tidak lebih. Sejak dulu,... dan bahkan hingga sekarang ini pun..., bahkan tanpa menyadarinya aku sudah tersendirikan. Disitu aku sedikit menemukan tujuan dan walaupun tak seorangpun dan bahkan orangtua tidak mengetahui..., semua itu agar terlihat lebih manusiawi.
Kesalahan demi kesalahan yang aku buat dulu..., aku ingin menebus setiap kesalahan yang dulu pernah aku perbuat. Meskipun..., itu hanya sedikit..,namun tindakan-tindakan serta pencapaian-pencapaian baru yang telah kita lalui bersama tidak akan pernah terlupakan.Perjalanan ku ini...,tidak lebih hanyalah tetnang mereka yang berperan sebagai keluarga dan teman-teman ku..., agaknya kami terhubung dengan berbagai kebusukan yang tidak dapat aku terima. Semua orang pasti tahu kalau semua yang aku lakukan seakan menjadi hal kecil dan tidak ada artinya..., tapi kau tidak perlu bersedih..., karena ini adalah penebusan dosa untuk ku..., ini juga hasil dari kebaikan yang telah kau terbarkan.
Jadi..., selebihnya maafkanlah aku..., Sara..., jika ini sudah menjadi ke egoisanku. Dan bahkan untuk menuliskan hal semacam ini..., aku pun tidak berkenan..., tapi semua itu adalah realitas yang menunjukan kalau meskipun aku sudah memilih jalan yang masih seperti ini adanya..., aku tidak punya kuasa apapun atas hidupku..., mereka juga tidak akan berubah...,tapi aku tetap berjuang untuk membesarkan hati..., aku tidak akan kalah dari pengaruh apapun pada jaman ini..., tetaplah bersabar sebentar lagi..., aku pasti akan kembali ke Pulau Timor..., dab tetap mencapai semuaanya demi tujuan terungkapnya kebenaran itu. Sekali lagi..., maafkan aku..., maaf jika harus ditakdirkan seperti ini.Fathir Akbar
Bone Tambu, 12 Agustus 2012(Malam 20:12)
Di ujung pertemuan ku dengan Sulis masih menyisakan banyak sekali tanda tanya..., kami pada dasarnya tidak terlalu jujur pada perasaan masing-masing. Aku sering berfikiran kalau lebih baik dia hidup tanpaku. Tidakkah kedzaliman itu tengah menunjukan kegelapan di masa depan..., mungkin akan lebih baik lagi jika dia tidak pernah mengenal orang sepertiku. Orang yang hanya bisa menambahkan beban dan derita di hidupnya..., tidak peduli cahaya macam apa yang ku ikuti dan ingin ku raih..., kegelapan selalu mengikutiku.
Tidakah semua kejadian itu terjadi karena suatu kebetulan..., sebuah kepulauan yang terangkaikan atas lima gugus pulau vulkanis..., tanah yang subur itu agak terendap oleh karena banyaknya tanaman Kadoto raksasa. Sejenis tanaman semak tetapi memiliki batang kayu sekuat besi..., tanaman itu tumbuh dengan sangat subur hingga mencapai belasan meter..., dulu tanaman ini sempat menyita perhatian sebagai sumber bahan pengganti bijih besi..., namun setelah di dapati kalau tenaman ini hanya dapat tumbuh di Bone Tambu..., semuaanyapun terhenti..., meski Bone Tambu sudah tidak asing lagi bagiku..., tapi misteri benteng Zulkarnaen di bawah pulau ini..., dan apa yang ada di baliknya tidaklah dapat aku temukan...., mungkin sudah di rencanakan seperti itu sejak dahulu kala.
Selalu saja ada hari..., dimana Sulis kesal memperhatikanku dan mencoba mengajaku kesebuah tempat perumahan orang-orang Cina..., itu adalah malam yang cukup cerah bagiku..., dengan banyaknya keramaian dan berbagai macam makanan cepat saji yang menyenangkan. Kemudian..., Sulis pun melirik sebuah rumah makan yang menyediak mie pangsit di dalamnya..., hanya ada mie pangsit di sana..., aku juga tidak begitu mempedulikan soal itu. Tapi ada seorang bocah berkacamata aneh mengikuti kami dari semenjak pertama kali datang di kawasan tersebut.
Kemudian aku meminta Sulis agar memilih tempat makan paling ujung...,
"Tunggu sebentar..., Sulis..., kita ke arah kursi paling ujung saja...,"
"Oh..., boleh juga...,"
Bocah berkacamata bulat dan tebal itu masih saja mengamati ku dan Sulis..., kemudian si pelayan langsung mendatangi kami dan memberikan beberapa daftar menu makanan yang mereka miliki.
"Eh..., Fathir..., kau mau pesan apa? " tanya Sulis sembari memperhatikan daftar menu tersebut. Namun..., tiba-tiba bocah itu sudah berada di belakang Sulis...,
"Bocah, mau apa kau? " ujar ku sembari menarik kerah baju bocah itu..., agaknya dia masih berusia 12 an tahun.
"Maaf-maaf..., jangan panik dulu..., kalian melihat penampilanku inikan..., sudah jelas kalau aku ini seorang seniman fotografer..., aku kesini cuma untuk inspirasi yang sejati..., dan aku melihat kemurniaan itu pada diri kalian berdua..., hehehe" ujar bocah itu yang ternyata dia sangat amat bijak dalam mengamati orang lain.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu itu nak..., tapi kau sudah sangat mengangguku ujar ku dengan nada tinggi..., namun Sulis memegang tanganku dan mengatakan suatu hal yang amat lembut di hati.
"Fathir..., jangan begitu yaa..., kemari dan tenangkan dirimu " ujar Sulis
"Baiklah..., tapi penampilan mu itu..., tidak seperti seniman..., kau lebih mirip seperti seorang pecandu game on-line..., atau lebih seperti hacker komputer" ujarku sembari duduk dan mengamati sesuatu yang di bawa bocah berkacamata itu...,
"Wah..., kakak yang ini lebih ramah dari yang itu..., perkenalkan namaku Titik Liem..., aku tinggal di sekitas perkampungan sini.., ummm sebenarnya aku sekarang sedang coba mencari sedikit sumber tentang cinta untuk tugas sekolah ku..., hehehe " Ujar bocah itu sembari memperkenalkan dirinya.
"Oh..., salam kenal Titik..., hmmm..., aku Sulis Wamena..., dan ini Fathir Akbar..., oh melihatmu itu begitu lucu..., jadi ingat masa kecilku dulu..., hehe " ujar Sulis sembari tersenyum dengan begitu tulusnya
"Baik kakak..., eh ini mungkin bisa jadi cindera mata buat kalian..., umm tadi aku melihat tatapan kalian berdua..., dan dalam waktu sekejap mata saja..., aku sudah tahu kalian punya hubungan cinta..., " ujar Titik..., namun aku langsung menepis hal tersebut dan berkata"Eh..., anak kecil..., kamu bicara apa? " kata ku dengan nada sinis
" Hehe..., jangan mudah risau Kak Fathir..., lagi pula aku cuma memberanikan diri memfoto kalian..., dan ini juga demi terasahnya bakatku demi masa depan yang cerah dan gemilang " ujar Titik sebagai bocah..., dia terlalu optimis dengan dirinya.
"Tetap saja tidak boleh..., mengambil foto tanpa seijin dari orang yang..., hmm kau foto itu..., itu tidak sopan..., apa lagi ada foto ku di sana" kataku sembari menceramahi bocah pemberani itu.
"Maaf-maaf..., kalau kalian tidak keberatan..., foto ini selanjutnya akuhadiahkan buat kalian berdua saja" ujar Titik semabari menujukkan foto ketika aku dan Sulis sedang berjalan bersama sembari berbisik tentang bocah itu. Terlihat di sana senyuman Sulis yang begitu bahagia sembari memperhatikan..., ada aku disana untuk menjaganya.
"Jeepppreettt..., "
sebuah kilatan cahaya memancar kearah kami berdua..., itu adalah Titik yang mencoba mengambil foto kami berdua sembari berkata. Maaf kembali ya..., tapi simpan yang itu..., dan yang ini aku simpan..., terimakasih banyak Kakak! BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Fathir (Kerendah Hatian untuk Bertahan Hidup)
Teen FictionFathir Akbar, seorang pemuda yang dulu gemar bermain Game On-Line, lalu kemudian di sandera oleh sekelompok teroris tak dikenal di malam wisuda. Ketakutan yang berlebihan membuatnya tidak dapat berfikir jernih dalam mengambil keputusan..., di ujung...