Bone Tambu, 26 Juli 2013 (Malam 11:20)
Ketika malam datang menyelimuti Bone Tambu yang sepi dan hanya ada beberapa perahu nelayan dari penduduk desa sekitar. Kebanyakan dari para nelayan ini mengikat tali perahunya pada sebuah batang Lamtoro Gung atau Petai Cina yang hidup agak jauh dari bibir pantai..., pohon itu tumbuh menjulang hingga lima meter tingginya sebagai peneduh jalan-jalan kecil menuju pasar ikan..., lagi pula pucuk rantingnya berambut lebat sehingga sangat nyaman untuk berteduh. Suara Burung Camar tidak lagi terdengar karena semuanya telah lelap dalam tidurnya..., malam telah tiba dan aku tidak ingin di hantui dengan rasa bersalahku kepada mereka..., Kakek Matori dan Sulis..., kedua orang yang telah banyak sekali membantuku
“Bodoh, Bodoh, Bodoh,....Dasar orang idiot,... kau tidak bisa bicara yaaa..humm dasar orang aneh!" ejek salah seorang teman Sulis dengan nada yang sangat kasar bersamaan suara terikan yang mencaci maki. Mereka hanyalah beberpa anak seusia Sulis biasa lebih senang memamerkan apa yang mereka punya.
Di pasar ikan yang berdiri di pinggir pelabuhan kecil itu..., mereka cenderung membentuk beberapa kelompok kecil..., semacam gengester mini yang ingin menguasai pereknomian di sekitarnya...., mereka ingin menunjukan kedudukanya di depan banyak orang. Sayangnya aku tidak begitu mengerti tentang hal yang demikian itu..., dan Sulis yang baru kembali dari laut sehari setelahnya menceritakan kalau dia menemukan Raja seseorang nuraninya telah mati ..., maka seketika itu teman-temanya mendatagiku yang tengah di landa kemarau panjang. Mereka..., agaknya para remaja berpotensi dan berbakat ini sungguh menikmati perilakunya ketika menghina orang lain..., masih muda dan aku tidak dapat mendengar apapun.
"Hei...,idiot!..., kau tidak bisa bicara ya!" ujar kembali dari salah seorang yang paling tua di antara mereka
"Haaahaahahaha" semua orang tertawa dengan bersamaan..., Mereka sangat menikmati ketika menghina ku ketika itu..
Meski begitu aku cuma duduk-duduk di pinggir sebuah kotak kayu tempat para nelayan biasa menyimpan peralatan dan jaringnya untuk melaut. Pakaian ku hanya selimut tua dan bau tubuhku sangat amis..., tidak ada bedanya seperti anjing kampung yang di buang majikannya. Dan yang tidak kalah menjijikan..., tatapan ku kosong dan tidak berarti apa pun..., sungguh menghinakan.
Kemudian datanglah langkah kaki kecil dengan gegah sembari membawa sampan yang sudah patah..., dia adalah Sulis yang datang membelaku sembari berkata.
"Hei kalian..dasar makhluk kotor..., Dia tidak idiot, dia juga bukan orang aneh, dia hanya sedang sakit tahu...."
Sungguh ketika itu aku adalah orang yang menyedihkan dan tidak tahu apa-apa.Teman-teman Sulis pun menyahuti kembali dengan tawa yang sangat melegakan.
"Hahaha, memangnya ada penyakit untuk orang yang tidak bisa bicara" ujarnya kembali
Memegang erat kayu yang patah itu..., dan membantingnya ketanah adalah eksperesi yang di tunjukan Sulis pada teman-temanya...., mereka sudah menempatkan diri sebagai lawan yang layak untuk di beri peringatan..., atau sekedar pukulan ringan di pelipisnya.
"Kalian memang jahat dan keterlaluan...kalian tidak tahu apa-apa soal Fathir...," jelas Sulis pada teman-temannya itu..mereka sudah mirip seperti preman kecil di tengah-tengah pasar ikan yang kumuh.
"Apa katamu..., kau itu sama anjingnya seperti kami... jangan sok ngak tahu apa-apa,...memangnya di mana letak ketidaktahuan kami.., jika kau merasa ini penting...orang ini sebaiknya jangan lagi ada disini.." jelas seorang bocah yang paling pendek diantara mereka..sepertinya ada orang ketiga yang menyuruh para bandit kecil ini untuk bertindak terang-terangan.
"Apa kau bilang, coba kau ulangi perkataanmu itu " ujar Sulis sembari mengambil kembali batang kayu itu dan melemparkannya pada kepala bocah pendek itu...., dan sialnya bocah yang paling tua juga ikut terpental kebelakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/165215693-288-k163479.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fathir (Kerendah Hatian untuk Bertahan Hidup)
Teen FictionFathir Akbar, seorang pemuda yang dulu gemar bermain Game On-Line, lalu kemudian di sandera oleh sekelompok teroris tak dikenal di malam wisuda. Ketakutan yang berlebihan membuatnya tidak dapat berfikir jernih dalam mengambil keputusan..., di ujung...