5.Anak paman Kim

389 51 3
                                    

Bel berbunyi. Tee segera memasukan kembali alat tulisnya ke dalam ranselnya. Tae berkata lagi kepadanya, bahwa dia akan mengantarkannya pulang.

"Tidak perlu, Tae. Aku harus mampir dulu ke suatu tempat."

"Bukan masalah, Tee. Aku akan menemanimu."

Tee berdecak. Ada apa dengannya?

Tee menunggu Tae mengeluarkan motor besarnya dari parkiran sekolah. Ketika Tae ada di depannya, dia menyuruh Tee untuk segera naik. Dengan perasaan ragu dan canggung secara bersamaan, Tee terpaksa harus menurutinya. Dia juga penasaran dengan sikap teman barunya hari ini.

Tee sampai di toko paman Kim. Dia turun dari motor Tae, dan menyuruhnya untuk menunggu di luar. Tapi sebelum masuk ke dalam toko, Tee bertanya kepada Tae.

"Apa ada yang sedang kau pikirkan? Dari tadi kau tidak bicara apapun."

Memang sepanjang perjalanan, Tae diam saja. Dari belakang, Tee melihat wajahnya dari pantulan spion motornya, dan yang Tee lihat adalah sebuah wajah dengan tampang yang penuh beban. Terlihat dari dalamnya dia mengerutkan alis.

"Bukan apa-apa, Tee."

Tee menyipitkan matanya, dia lalu masuk ke dalam toko. Tee mendorong pintu kaca toko itu. Dia melihat ke arah kasir, ada Ming yang sedang memperhatikan sesuatu di luar. Ming tidak sadar bahwa Tee sudah ada di depannya. Tee mengikuti sorot mata Ming, dan dia berasumsi bahwa yang sedang Ming perhatikan adalah sosok temannya yang masih berada di atas motor itu.

"Sawaddi khrap," sapa Tee.

Ming yang terkejut, langsung memalingkan pandangannya.

"Aw, Tee. Sejak kapan kamu di sini?"

"Sejak tadi," jawab Tee santai.

"Oh, maaf, aku tidak tahu." Ming sedikit menundukkan kepalanya.

"Hei, tidak masalah, P'."

Ming terseyum.

"Jadi, apa yang sedang P' lihat?" tanya Tee.

"Oh, bukan apa-apa. Ayo, aku akan menemanimu."

Ming berjalan ke luar dari tempat kasirnya, menghampiri Tee, lalu berkeliling mencari barang yang dibutuhkannya.

Setelah selesai membungkus dan membayar belanjaannya, seperti biasa Ming kembali menawari kebaikannya karena melihat Tee yang masih harus membawa semua belanjaannya yang banyak sendirian. Ae masih belum memiliki waktu untuk menemani Tee, apalagi pertandingan sepak bola akan dilaksanakan seminggu lagi.

"Hari ini tidak perlu, P', ada kawanku yang sekarang sedang menungguku di luar."

Sembari kedua pria muda itu berjalan ke luar toko, Ming bertanya, "Di mana temanmu?"

"Itu..." Tee menunjukkannya dengan isyarat mulut yang mengerucut, karena tangannya sibuk menjinjing barang belanjaannya.

Ming menatap orang itu. Dia terdiam selama belasan detik.

"Ya, sudah. Hati-hati, ya," ucapnya.

Tee berjalan menghampiri Tae. Belasan detik sebelumnya, Tee menyadari bagaimana anehnya tatapan Ming terhadap temannya ini, jadi dia sedikit penasaran.

"Apa ada masalah dengan P'Ming? Dilihat dari tatapannya tadi, sepertinya dia mengenalmu."

"Ming?" Tae menaikan sebelah alisnya, kemudian Tee mengangguk, lalu dia naik ke bagian belakang motor besar Tae.

Tae menghidupkan motornya lalu melaju. Tae benar-benar merasa tidak asing dengan daerah yang sedang dilaluinya ini, dia berusaha meyakinkan kebenaran yang selama ini dia cari.

Gurat TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang