Di pagi hari ketika matahari belum menampakan sinarnya, Tee terbangun karena teriakan dari seorang perempuan. Dia mengucek matanya, beranjak, lalu berjalan, kemudian pergi mandi dan berpakaian. Setelah itu, Tee mengambil salah satu buku di atas rak bukunya. Entahlah, semalam dia bermimpi tentang itu lagi.
Tee duduk dan mulai membuka halaman buku itu. Buku yang sudah sekian lama baru tersentuh lagi.
"Tee."
"Tee..."
"Tee... ayo, sudah saatnya kamu berangkat sekolah!"
Itu ibunya, seorang peremupuan paruh baya yang bangunnya selalu lebih pagi darinya. Tee hanya tinggal berdua bersama ibunya, ayahnya pergi entah kemana sejak Tee berumur lima tahun. Tee sendiri sedikit lupa dengan wajah ayahnya.
"Iya, Bu. Sial! Aku terlambat," ocehnya setelah melihat jam di dinding kamarnya.
Tee berangkat sekolah bersama sahabatnya, Ae. Mereka bersahabat sejak kecil, tumbuh dan bermain bersama-sama. Tee berada di kelas yang berbeda dengan Ae, karena itulah, Tee juga mempunyai sahabat yang lain di kelasnya.
Hari itu kelas Tee akan kedatangan seorang murid pindahan, yang akan mulai belajar di sekolah Tee. Dari yang Tee dengar, murid itu seorang laki-laki yang dipindahkan sekolahnya oleh ayahnya, karena dia termasuk murid yang nakal dan selalu melanggar aturan di sekolah asalnya.
"Eh, Tee. Kamu kan duduk sendiri, bagaimana kalau guru menempatkan murid nakal itu bersamamu?" Kit menggoda sahabatnya itu dengan cara berbicaranya yang khas dari depan bangkunya.
"Diamlah, Kit, aku juga sedang berpikir begitu," jawab Tee dengan sedikit kerutan di dahinya.
"Bagaimana jika kamu pindah bersamaku, Kit," lanjutnya.
"Hei. Tidak! Kit tetap bersamaku. Terimalah nasibmu, bodoh." Dengan cepat seorang laki-laki yang duduk sebangku dengan Kit menyergah.
"Hei, Yo, sialan."
'Pasti dia sangat bodoh, nakal, dan jelek. Membayangkannya saja, membuatku mual.' Tee berbicara dalam hatinya.
"Ah, tenanglah murid-murid. Sebelumnya sudah bapak beritahu, bahwa hari ini, kelas kita akan kedatangan murid baru. Dan hari ini dia akan mulai masuk." Wali kelas Tee masuk ke dalam kelas.
"Masuklah!"
Murid baru itu masuk dan menatap ke sekeliling ruang kelas. Saat itu Kit dan Wayo sedikit terpesona dengan tampilan pria itu yang maskulin di usianya yang masih pelajar, terlihat dari ekspresi mata mereka yang genit dan malu-malu. Tapi tidak dengan Tee, dia menjatuhkan rahangnya, dia sangat mengingat pria itu. Sangat ingat.
"Perkenalkan namamu!"
"Aku Tae. Tae Darvid."
"Itu saja?" tanya guru.
Tae menatap sekilas kepada guru itu. "Aku yakin kalian sudah mendengar alasanku pindah ke sekolah ini. Aku harap kalian semua tidak percaya itu, karena sebenarnya, aku adalah murid yang baik."
Semua orang terdiam kecuali Kit dan Wayo yang saling berbisik.
"Ya. Kita lihat saja nanti," ujar guru sambil mengusap sedikit bahu Tae.
Guru menatap ke sekeliling, mencari bangku yang kosong. Sementara itu Tee berpura-pura tidak melihat, karena dia tahu, dialah yang akan sebangku dengan anak nakal itu.
"Tee. Ayolah, jangan berpura-pura seperti itu. Hanya kamu yang duduk sendirian."
"Eng... apa maksud bapak?" Tee tidak bisa lagi menyembunyikan kepura-puraanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gurat Takdir
Fiksi Penggemar"Apakah dia tidak mengingatku?" -Tee Tee dan Tae akan kembali bertemu karena takdir.