THE DESIASE'S SIGN

1.8K 55 11
                                    

  Kapal berkepala singa itu kembali mengarungi Grandline untuk yang kedua kalinya. Setelah singgah di East Blue—kampung halaman sang raja bajak laut, kapal Thousand Sunny sudah memasuki minggu ketiga mengarungi ulang lautan awal dari Grandline.

Berbeda dari pendahulunya—Going Merry, kapal Thousand Sunny tidak mengalami kesulitan yang berarti melalui badai dan ombak yang cukup besar. Dibandingkan dengan keganasan lautan yang maha dahsyat di Dunia Baru, ini semua seperti serasa melalui samudra yang tenang dan langit yang bersinar cerah. Kru sang Raja Bajak laut tampak santai menghadapi badai ini.

Si musisi melantunkan Bink's Sake, lagu perjalanan dan penyemangat, dengan biola setia di tangannya dia memainkan aksi singelnya. Si tukang kayu kapal tampak santai mengemudikan kapal di haluan utama, tersenyum lebar dan sesekali menenggak cola. Si wanita arkeolog membaca buku favoritnya, sementara si penembak jitu berhidung panjang dan si dokter rusa kutub berhidung biru berlari-larian panik di atas dek kapal yang beralaskan rumput hijau.

Si koki pirang tampak sibuk sendiri di dapur kapal mengurusi black forest-nya, memberikan sebuah sentuhan akhir dengan menuliskan 'Mellorine, Nami-swan dan Robin-chwan' menggunakan pasta krim. Navigator wanita mereka memperhatikan cuaca untuk sekejap dan kembali duduk di sebelah si arkeolog—sambil mengupas kulit mikan favorit dari pohon mikan kesayangannya. Setelah berteriak kecil, 'Sanji-kun, apa black forest-nya sudah siap?', dia memakan mikan manis ditangannya dengan senyum ceria.  

  Dan, lihatlah yang paling mengejutkan. Si wakil kapten berambut hijau tertidur dengan pulas, mengeluarkan balon dari hidungnya. Sesekali tersentak hanya untuk mengubah posisi tidur, dan semakin mengeratkan pagutan pada ketiga pedang kesayangannya di atas dek rumput kapal. Ini dia si kapten, tidak puas melihat si hidung panjang dan si hidung biru ketakutan setengah mati, dia ikut serta berlari-larian, berkeliling kapal menebarkan senyum lebarnya yang bodoh sekaligus ramah. Dialah sang Raja Bajak laut dari masa kejayaan bajak laut.

-30 detik kemudian-

"Nami-swan...! Black forest-nya, sudah siap..." Teriak si koki dengan mata berbentuk hatinya. "Eh, badainya sudah berhenti? Hahaha, aku tidak sadar saking kecilnya."

"Hei, Sanji-kun~~. Sebelah sini..." Teriak Nami si navigator melambai-lambaikan tangan dari ladang mikannya.

"Haiii', Nami-swan!" Sanji si koki berputar-putar(?) dengan love hurricane-nya ke arah ladang mikan.

"*sniff sniff*Kue! Sanji, aku mau kue!" Teriak Luffy si kapten.

"*gro-ok*Ha! Kue...?" Akhirnya Zoro, si wakil kapten terbangun mendengar kata 'kue' sebelum dia menggaruk-garuk kepala dan menghapus jejak iler-nya dengan tangan kiri. "Oi, koki cinta. Aku juga minta bir...!"

"Ambil sendiri, kau marimo sialan!" Sahut Sanji keki dari atas.

"Kue...?" Usopp dan Chopper menyahut serentak, seakan lupa apa yang mereka lakukan beberapa detik yang lalu.

"Yohoho, tampaknya sudah 'Cake time', Franky-san." Brook si musisi tengkorak menghentikan permainan biola-nya dan menghadap ke kemudi utama.

"Suppaaaa...! Cake time! Ayo, abang tengkorak! Abang koki, kami mau!" Lanjut Franky, si tukang kayu kapal dengan semangat yang meluap-luap—dan seperti biasa, dia mengeluarkan pose khasnya sebelum menuju ke balkon pohon mikan Nami.  

  "Yohoho, aku minta teh hitam, Sanji-san." Sahut Brook sambil berjalan bersama Franky menuju balkon.

"Ara, jadi ramai. Ayo, makan bersama." Robin si arkeolog memberi saran dengan senyuman manis dari wajahnya yang cantik dari sebelah Nami si penguasa pohon mikan.

"Haah, kalian ini.... Baiklah! Habiskan kuenya! Akan kubuatkan lagi kalau sudah habis!"

"Yahoo, ayo anak-anak...!" Teriak Luffy semangat.

"Ooo...!" Rekan-rekannya menjawab sambil mencomot cepat kue black forest raksasa tersebut.

Seperti inilah kehidupan sehari-hari kru sang raja bajak laut, selalu ceria di saat seperti apapun juga. Memiliki rasa persaudaraan dan persahabatan yang tinggi, saling mengasihi sebagai keluarga, dan juga saling jaga satu sama lain. Inilah kru bajak laut legendaris Topi Jerami, yang sudah menaklukan seluruh Grandline dan New World.

  Namun itu semua akan berubah mulai dari saat ini. Tak seorangpun menyadarinya, bahkan dokter mereka sekalipun. Kutukan yang juga menimpa Raja bajak laut sebelumnya. Penyakit yang tak dapat disembuhkan, dan tidak diketahui apa penyebab utamanya. Umur yang semakin pendek—yang telah ia pertaruhkan selama perjalan pertamanya pun, perlahan-lahan memperlihatkan dampak negatif pada dirinya. Efek hormon Emporio Ivankov, penggunaan paksa Gear 2nd dan 3rd , dan juga berbagai macam pertempuran berat yang ia lalui selama di Dunia Baru, mulai memperlihatkan efek buruknya.

"Mmn, lezat." Ujar Nami, menjilat bibirnya. "Aku kenyang, Sanji-kun."

"Wohsyaaaa...aku tidak bisa makan lebih dari ini!"

"Aku, juga, Usopp." Lanjut Chopper, berbaring di sebelah si hidung panjang yang sama-sama memegang perut buncitnya.

"Lezat sekali, terima kasih Tuan koki." Ujar Robin setelah melap bibirnya dengan tisu.

"Ooh, mellorine. Senang melayani kalian, para ladies." Sahut Sanji dengan mata 'hati'-nya.

"Oi, koki mesum. Aku butuh bir lebih banyak lagi, bisa-bisa tubuhku menggendut seperti tiga orang bodoh disana." Lanjut Zoro sambil menunjuk ke arah Usopp, Chopper, dan Franky.

"Hwooh, benar-benar super, abang koki!" Sahut Franky mengacungkan jempolnya.

"...Aah, paling nikmat menyeruput teh hitam, setelah cemilan kue." Ujar Brook menuangkan teh hitam dari termos khusus dengan lambang tengkoraknya.

"Hwaah, kenyang!" Sahut Luffy tertawa lebar.  

  "...Mm? kenapa Luffy? Kau tidak makan sebanyak yang biasanya," Tanya Nami terheran-heran, dengan wajah sedikit khawatir.

"Tidak apa-apa 'kok, aku... Uuh, hanya merasa kebelet pipis aja sekarang. Sebentar, ya Nami!" Lanjut Luffy sebelum berlari ke belakang kapal.

"Kenapa Luffy?" Tanya Nami pada Sanji.

"Tidak tahu..." Menghembuskan asap rokok ke langit, dia menjawab pendek.

  Sementara itu, Luffy,

"Haah, kenapa sih ni? Kue seenak itu tapi aku merasa tidak napsu makan..." Ujar Luffy masih menembakkan air kencingnya ke laut. "Aku akan minta daging pada Sanji sekarang. Kalo daging pasti gak masalah,"

Pemuda itu membalikkan badannya dan berjalan ke arah keramaian teman-temannya.

"Oi, San...!*uhuk uhuk*" Teriakan Luffy berhenti di tengah-tengah—tersedak batuknya.

  *Uhuk uhuk...uhuk...Uhuk Uhuk!*

Batuknya semakin memberat dan dia berusaha menahannya dengan kedua tangannya. Tak lama setelah batuknya berhenti, dia merasa seperti ada sesuatu yang hangat di kedua telapak tangannya. Merah, segar, kental, dan hangat.

"Ah...? Darah?" Ujar si pemuda melihat tangannya yang berlinang darah. "...Rupanya aku kelelahan sedikit..." Lanjut pemuda itu—tidak merasakan adanya sesuatu yang aneh.  

  Dia memanjangkan tangannya ke laut—mencuci bekas darah di kedua telapaknya. Setelah bersih, si pemuda itu melanjutkan jalannya.

"Yo, abang topi jerami. Kemari, ayo kita minum-minum." Sahut Franky mengangkat botol cola di tangan kanannya.

"Yohoho, silahkan duduk di sebelahku, Luffy-san. Kau mau request lagu?" Lanjut Book menyiapkan biola disampingnya.

"Ya. Bink's Sake, Brook..." Jawab Luffy mengangguk, dengan senyuman panjang dan lebar.

"Mau minum apa, Luffy?" Sanji menawarkan pada Luffy.

Teman-temannya sudah memiliki minuman favorit mereka masing-masing. Bir di tangan Zoro, jus jeruk spesial Sanji di tangan Nami, teh es manis kesukaan Usopp dan Chopper—untuk mereka di sajikan khusus oleh si koki, kopi hitam tidak terlalu manis di depan Robin, sebotol besar cola di tangan Franky, dan teh hitam kualitas terbaik sedang diseruput nikmat oleh Brook si musisi. Sanji lebih menyukai teh hangat, tapi bagiannya selalu disediakan terakhir—karena dia adalah koki kapal dan harus melayani rekan-rekannya pertama.

  Luffy si kapten biasanya meminta masing-masing satu dari minuman rekan-rekannya, tapi kali ini lain, dia membuat semua rekannya terbelakak terheran-heran.

"Aku minta air putih saja, Sanji. Hangat ya," Jawab Luffy duduk di sebelah Nami, sementara si musisi sudah tengah memainkan Bink's Sake, lagu pesanan kaptennya.

Namun nada Bink's Sake memelan dan melambat temponya. Para kru memperhatikan kapten mereka.

"Serius, Luffy. Kau kenapa?" Tanya Nami, raut wajahnya menunjukkan ekspresi sedikit khawatir.  

  "Apa? Kenapa 'sih? Aku tidak apa-apa 'kok, shishishi..." Jawab Luffy yang diikuti tawanya yang seringan angin.

"Oi, Luffy..." Sela Sanji di tengah kebingungan Nami.

Zoro memperhatikan Luffy dengan seksama, cenderung menajam. Matanya yang menajam sungguh berbeda dari yang biasa diperlihatkannya.

"... Kalau begitu, mari kita minum." Potong Robin dengan agak ragu-ragu dengan senyuman ramahnya.

"Yosh! Ayo kanpai, anak-anak...!" Sahut Luffy riang.

"...O, oo...!" Lanjut yang lain terbawa keceriaan dan semangat Luffy.

-To be Continued-  

The DiseaseWhere stories live. Discover now