Last night with The crews and knowing the truth Part. 1

1.2K 50 9
                                    

  Suasana malam itu benar-benar tenang, dimana suara ombak berdesir begitu lembut. Semua kru sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing, namun sang kapten tidak terlihat batang hidungnya. Dia yang biasanya setiap hari dan setiap malam berlari-larian sebagai salah satu dari trio biang ribut, malam ini hanya meninggalkan Usopp dan Chopper untuk menebarkan kebisingan ke seluruh sisi kapal.

Langit malam begitu jernih, tak ada awan satupun dan langit benar-benar bersih. Bintang tampak bersinar kerlap-kerlip, menyinari kapal Thousand sunny yang berlayar begitu tenang mengikuti arus. Angin malam berhembus meniup seluruh penjuru kapal, bukan angin yang dingin, tapi angin yang hangat dan sejuk layaknya musim semi. Angin ini berhembus begitu lembut, meniup pakaian katun dan celana jeans pendek sang Raja bajak laut yang sedang rebahan di atas menara pengintai(Crow nest).

"Aah, rasanya tubuh ini seperti bukan milikku lagi," Ujar pemuda tersebut menatap milyaran bintang di langit malam. "Kenapa badanku begitu lemas? Tidak pernah selemas ini sebelumnya. Rasanya seberat menyentuh 'kairoseki'..."

"Yohohoho, rupanya anda disini kapten...?" Sahut Brook si musisi tengkorak tiba-tiba.

"Waa, Brook! Kau membuatku kaget, melompat setinggi itu dari dek dibawah," Jawab Luffy setelah Brook menapaki kakinya di atap crow nest.

"Boleh kutemani, Luffy-san?"

"Boleh, ada apa?"

"...Oh, tidak ada apa-apa. Hanya ingin menikmati bintang di langit malam saja."

"Oh, aku juga..."

"..."

'hm hm hm hmm~~ hm hm hmm~~' Brook mulai melantunkan Bink's Sake dengan senandung gumammannya. Ini adalah lagu favorit rekan-rekannya dulu, begitupula dengan semua rekannya sekarang. Dia melantunkan lagu ini, karena sang kapten selalu senang mendengar dan menyanyikannya.

"...Bagaimana Laboon, Brook...?" Tanya Luffy dengan senyum panjang sambil menikmati senandung lagu favoritnya dari Brook.

"...Yohoho, si kecil itu benar-benar sudah sebesar gunung sekarang. Syukurlah dia tidak lupa padaku." Jawab Brook dengan nada yang lega dan lepas. " Seandainya, seandainya aku bisa mempertemukannya dengan mendiang sahabat sekaligus mantan kaptenku, Yorky dan semua mendiang rekan-rekanku..." Lanjut Brook terdiam di akhirannya, melanjutkan senandung Bink's Sake-nya. Sungguh nada yang membuatnya teringat akan masa lalu, 50 puluh tahun-an yang lalu.

"Tapi, yang terpenting kau sudah menyampaikan amanat rekan-rekanmu, Brook..." Lanjut Luffy masih dengan senyuman panjang.

"...Ya, Luffy-san, ya, benar sekali..."

'hm hmm~~ hm hm hm hmm~~...' Brook melanjutkan senandungnya.

"Boleh aku bertanya pertanyaan serius, Brook?" Tanya si kapten lurus pada Brook, masih rebahan di atap crow nest.

Senandung Brook terhenti, dan tengkorak hidup itu menatap balik kaptennya, seolah bertanya 'tidak biasanya'. Brook terhening sesaat, seolah berpikir sebelum menjawab.

"...Ya, silahkan..."

"Bagaimana rasanya mati?"

Si tengkorak musisi benar-benar tekejut mendengar pertanyaan 'irrasional' kaptennya itu.

"...Bagaimana...rasanya mati...kapten?"

"Ya."

"Itu...bagaimana ya. Menurut saya, masih terlalu cepat bagi anda untuk menanyakan itu. Mengetahui anda masih muda dan masih banyak yang bisa anda lakukan..." Jawab Brook panjang lebar seolah memberi wejangan pada si kapten.

"Begitu? Ya, menurutku juga begitu. Hahaha." Sahut Luffy dengan tertawa lepas, mengangkat tubuhnya untuk duduk. "Baiklah kalau begitu aku turun duluan ya, Brook..."

"...Luffy-san, anda tahu saya tidak bisa mati...yaah, meskipun mati pasti akan hidup kembali..." Sahut Brook, yang menghentikan gerakan Luffy untuk melompat turun.

"Ya...?"

"Sampai nyawa kedua ini habis, saya akan selalu menemani anda. Sampai saat dimana anda ma...ah maaf... ya, itu janji saya, pada mendiang sahabat sekaligus mantan kapten saya, Yorky beserta seluruh mendiang rekan-rekan saya juga Laboon..."

"...Brook...? ...ya, terima kasih..."

"Baik saya menyusul nanti, Luffy-san. Saya masih ingin menikmati bintang-bintang ini."

"Baiklah." Lanjut Luffy tersenyum lebar.

"Oh, ya. Ngomong-ngomong Nami-san dimana, ya?"

"Tuh, dia di ladang pohonnya..."

"Baiklah, terima kasih. Saya ingin memintanya memperlihatkan celana dalamnya."

"Shishishi..."

Si bocah topi jerami itu berdiri didepan pintu masuk crow nest dan melihat seseorang berambut hijau membelakanginya, sedang mengangkat barbel yang bertuliskan '100kg' disisinya. Dia adalah wakil kapten kelompok bajak laut Topi Jerami, yang merupakan rekan pertama dari sang raja bajak laut. Sang pendekar pedang terhebat di dunia, yang telah mengalahkan sang ahli pedang terhebat Jurraquil 'Hawk eye' Mihawk, dialah Roronoa Zoro.

"Apa-apaan tingkahmu itu, Luffy?" Sahut Zoro dari dalam, masih mengangkat-ngangkat sepasang barbel di tangannya. "Kalau mau masuk, masuk saja."

"Hahaha, wakil kaptenku memang hebat." Lanjut Luffy tersenyum lebar saat membuka pintu.

"...Kenapa? Kepalamu terbentur dimana, Luffy...?" Tanya Zoro menaikkan sebelah alisnya.

"Eh? Apa?" Tanya Luffy balik.

"Haagh, bicara denganmu selalu membuat kepalaku sakit." Ujar Zoro memejamkan matanya.

"Itu baru wakilku, hahaha."

"Nah, itu. Yang itu itu...!"

"Apanya yang itu? Itu, itu yang mana itu itu?" Tanya Luffy bingung.

"Itu yang itu tadi..." Lanjut Zoro semakin kesal.

"Iya itu-nya yang mana tadi...?" Semakin membingungkan situasi di dalam crow nest saat ini.

"Aaaargh, bisa gila aku Luffy! Sudah, sudah cukup, mau apa kau, Luffy?" Tanya Zoro sekaligus dengan nada membentak.

"Tidak ada. Hanya ingin melihat-lihat. Inikan kapalku..."

"...Ya, benar juga, 'sih. Terserah kau sajalah...! Aku sudah capek bicara." Sahut Zoro akhirnya menyerah.

Zoro melanjutkan latihannya. Mengangkat barbel, angkat berat, dan berbagai macam latihan berat yang di luar kemampuan manusia normal. Setelah latihan berat itu, Zoro menyempurnakan latihannya dengan bermeditasi.

"Zoro, Zoro..."

Suasana hening di pecahkan oleh suara Luffy yang agak kencang nadanya.

"..."

"Oi, Zoro...!"

"...Ngkh, apaaaaan Luffy? Kau masih disini, ya?" Bentak Zoro malas-malasan.

"Kau tidur ya?"

"Tidak!" Jawabnya keras. "Aku sedang meditasi tahu!"

"Kau tampak lelap tadi..." Lanjut Luffy santai. "Aku kira kau tidur."

"Huh...sebaiknya kau sekali-sekali bermeditasi seperti ini..."

"Oh, ya? Untuk apa?"

"Menyehatkan otakmu!" Jawab Zoro dengan wajah kesal.

"Boleh juga."

"Eeh?" Lanjut Zoro terheran-heran. Dia melihat kaptennya duduk disebelahnya, berpose sama seperti Zoro, menyilangkan kaki, dan memangkukan tangan di paha, lalu di tempelkan semua jarinya satu sama lain.

Beberapa menit setelah mereka bermeditasi bersama, Zoro membuka sebelah matanya dan melihat ke arah Luffy. Dia melihat sang kapten benar-benar tenang, seolah menguasai seni bermeditasi. Si pendekar ini berpikir 'cih, boleh juga kau, Luffy. Kalau begitu aku juga'. Zoro kembali memejamkan matanya sebelum mendengar suara aneh.

*zzz...groook...fyuuuh zzz...groook...fyuuuh*

Tanpa aba-aba, Zoro tahu sumber asal suara itu, dan melakukan eksekusi ringannya.

*BLETAAK*

"WHOOI, LUFFY! Kau ketiduran, YA?"

"Ngkh? Ha? Ah, iya..."

"Ah, kau ini...membuatku kesal terus dari tadi..."

"Baik, kalau begitu, aku hanya akan diam disini. Tidak mengganggu latihanmu." Sahut Luffy dengan sebelah mata yang membiru.

"Bagus, itu lebih baik..."

Zoro melanjutkan meditasinya. Seperti yang pernah dia bilang jauh-jauh hari, dalam sehari dia akan bermeditasi selama 1 jam. Beberapa menit kemudian, meditasinya selesai dan dia membuka matanya.

"Haa, itu baru penyegaran..."

"Ucapanmu seperti baru bertemu Buddha saja..." Cibir Luffy manyun di sudut ruangan crow nest, memegangi tanda biru dari Zoro.

"Apa? Kau mau lagi...?"

"Aa, tidak, tidak...!"

Zoro berjalan ketepi ruangan sebaliknya untuk mengambil handuk kecil. Setelah dapat di gantungkan di sepanjang lehernya.

"Luffy, jawab aku serius..." Lanjutnya duduk di depan Luffy dengan tatapan serius. "Kau kenapa?"

"..." Luffy tersentak melihat Zoro memasang wajah seserius itu sebelum menjawab. "tidak ada apa-apa..."

"Tadi kau juga bilang begitu pada Nami..." Potong Zoro. "Kau juga menanyakan pertanyaan aneh pada Brook di atas tidak lama ini..."

"Eh?" Luffy sedikit kaget, bahwa Zoro bisa mendengar percakapannya dengan Brook di atas tadi. "...Tidak ada. Aku hanya merasa penasaran..."

"Begitu? Hanya itu?"

"Ya, hanya itu..."

"Kau yakin?" Lanjut Zoro menajamkan pandangannya.

"Ya." Luffy menjawabnya mantap.

"Baguslah kalau begitu." Sahut Zoro menutup matanya.

"...Zoro, ngomong-ngomong apa kau mau jadi kapten bajak laut ini?" Tanya Luffy tersenyum cerah.

"He? Apa maksudmu...?" Tanya Zoro heran dan bingung.

"Tidak ada. Aku hanya bertanya."

"Tidak." Jawabnya singkat. "Aku hanya ingin menjadi bawahanmu, sepanjang kau menjadi bajak laut dan sampai aku mati nanti."

"Ooh baguslah kalau begitu. Aku mengenalmu dengan sangat baik, aku tahu kau." Lanjut Luffy tersenyum lebar.

"...?" Alis si pendekar terangkat sebelah, bingung oleh pertanyaan dan pernyataan kaptennya barusan.

"Baiklah, aku kebawah ya, Zoro!"

"...Oi, Luffy. Istirahatlah! tampaknya kepalamu terlalu lelah..." Saran dari Zoro dengan senyuman meledek diwajahnya.

"Ah, aa...shishishi..."

"_" Zoro terdiam panjang melihat kaptennya melompat turun.

Si kapten mendarat di haluan utama, tempat kemudi utama Sunny-go berada. Dia melihat si rambut jingkrak berwarna biru sedang duduk santai di kursi kemudi. Si cyborg yang telah berhasil mewujudkan kapal legendarisnya, yaitu kapal yang dapat menaklukkan seluruh perairan Grandline dan membuat kaptennya menjadi raja bajak laut. Sebagaimana, guru sekaligus ayah baginya, Tom, dengan kapal buatannya 'Ol o Jackson berhasil menjadikan Gold Roger sebagai raja bajak laut pertama.

"Yo, topi jerami, ronda malam?" Sapanya bersahabat dengan nada tinggi.

"Hahaha, begitulah Franky." Jawab Luffy.

"Begitu? Hahaha." Lanjut tawa Franky lebar. "Mau cola?"

"Boleh..."

Si kapten berdiri disebelah si tukang kayu kapal yang sedang mengemudikan Sunny-go. Menenggak sebotol cola yang diberikan oleh Franky.

"Hwaah segar..."

"Hahaha, tidak ada yang sebaik cola untuk menyegarkan diri setelah hari-hari yang melelahkan, bukan begitu?"

"Oo."

Mereka terdiam menatap lautan luas yang diduduki oleh langit malam yang cerah berisikan milyaran bintang.

"Ada apa, kapten?" Tanya Franky langsung, tak melihat kearah Luffy.

"...Bagaimana kapalku?" Tanyanya balik dengan ringan, masih melihat kelautan gelap namun disinari bulan yang terang.

"Hahahaha, kau mau tahu sesuatu?" Tanya Franky, yang langsung ditambahkan dengan jawaban pertanyaannya itu. "Sejak keberangkatan pertamanya dari Water7, kapal ini tidak pernah mengalami kerusakan sedikitpun. Meskipun ada, dengan mudah dapat kuperbaiki."

"Jadi?" Tanya Luffy. Tak mengalihkan pandangan dari lautan.

"Suppaaaa! Kapal ini siap mengarungi tujuh samudra sekalipun, kau tahu! Hahahaha! Kondisinya masih sangat SUPER prima!" Lanjut Franky dengan semangat tinggi.

"Hahahaha, syukurlah kalau begitu. Aku bangga padamu." Sahut Luffy tertawa lepas menatap Rekan cyborgnya itu, dan menepuk punggungnya sekali.

"...?"

Franky merasakan ada kejanggalan pada kaptennya malam ini. Dia mengangkat kacamata pantai hitam-nya, dan memperhatikan wajah kaptennya. Menyadari tidak ada yang salah, dia bertanya.

"Kau kenapa, ...Luffy-bro? Sikapmu aneh sekali sedari tadi siang..."

"Mm? ada apa?"

"Ya, kau seperti bukan kau yang biasanya. Dan tidak super. Kau sedang sakit?" Tanya Franky.

"Tidak. Aku sehat bugar, 'kok." Lanjut Luffy riang. "Lihat ini. SUPPAAAA!"

Luffy memperagakan gaya khas tukang kayu kapalnya, yaitu menyatukan kedua lengan dan membuka kakinya jauh.

"Hei, bukan begitu bodoh." Lanjut Franky dengan senyum lebar. "Tapi seperti ini, ngggh.....SUPPAAAAAAAAA!"

Si cyborg itu memperagakan gaya khasnya dengan menjelaskan secara detail gerakan noraknya itu.

"Hahahaha, jadi begitu?"

"Ayo kita coba bersama!" Teriak Franky semangat.

"Ngggh..." Mereka berdua memukul-mukul dek kapal dengan sisi telapak tangan, sementara kaki mereka mengangkang lebar, dilanjuti dengan pose seperti di atas. Menyatukan tangan dan berteriak. "SUPPAAAAAAAAAAA...!"

"Hahahaha, menarik sekali!" Ujar Luffy tersenyum lebar. "...Haah, capek juga."

"Ya, itu efek sampingnya, hahahaha." Lanjut penjelasan Franky. "Lebih baik kau beristirahat sekarang, abang kapten. Biar aku yang ronda malam ini."

"Baiklah kalau begitu."

Si kapten pun berjalan menuruni tangga haluan utama, sementara si tukang kayu kapal memperhatikannya dari belakang.

"...Ada yang aneh. Ya..." Bisiknya pelan. "Dia seperti akan... ah, pemikiran tidak super macam apa itu?"

"Haa? Oi, sedang apa kau. Usopp?" Tanya Luffy ,melihat si hidung panjang sedang duduk bermalas-malasan di atas dek rumput, bersender di dinding kayu kabin utama.

"Oi, Luffy darimana aja...?" Tanyanya langsung, melihat Luffy yang sedang berjalan dari haluan utama.

"Aku sehabis berkeliling kapal. Ada apa?" Tanya Luffy balik.

"Fufufu, tampaknya Usopp dan dokter Chopper tidak bersemangat bermain apabila tidak ada kau, Luffy." Lanjut Robin ramah, memberikan senyumannya dari pojokan dek rumput.

Dengan buku di tangannya dan lampu penerangan diatasnya, dapat ditebak kalau wanita cantik tersebut sedang menikmati buku bacaan barunya.

"Oo, Robin...!" Lanjut si kapten terkejut melihat Robin.

"Hhaaah, gitu deh...~~" Sahut Usopp semakin lemas terseret di dinding kayu kabin utama.

"Hahahaha, kau ini, Usopp." Tawa riang Luffy. "Kalau begitu ayo kita main!"

Luffy mengusulkan sesuatu yang membuat Usopp mengeluarkan senyuman kegirangan.

"Ayo, ayo. Sayang, Chopper sedang di ruang prakteknya. Nah, bagaimana kalau kita bermain tebak-tebakkan!"

"Boleh! Hayok!" Sahut Luffy semakin semangat untuk bermain.

"Fufufu, aku melihat saja ya." Lanjut Robin tersenyum, dan melanjutkan membaca bukunya.

"Ou, pertama! Teri- teri apa yang penuh kasih? Coba jawab kalau tahu!"

"Huwoo, 'teri'ma kasih, 'kan!" Jawab Luffy bersemangat.

"Ciih, sial! Berikutnya!" Sahut Usopp menjetikkan jarinya dengan kesal. "'Nih, apa bedanya Apel sama Upil? Ayo kalo bisa jawab kau, Luffy, hehehe."

"Nggh...itu, apa ya...?"

"Nyerah? Nyerah aja deh, Luffy! Hahaha" Lanjut Usopp tertawa lebar.

"Fufufu, aku tahu..." Sahut Robin.

"Eeh, jangan dikasi tahu, Robin!" Sahut si hidung panjang panik.

"Jawabannya..." tanpa menghiraukan permohonan si hidung panjang, dengan nada nakal Robin menggerakkan bibirnya untuk memberi tahu jawaban tebak-tebakan itu.

"Iya, apa Robin?" Timpal Luffy dengan senyuman super lebar, menandakan rasa penasarannya yang tinggi saat ini.

"Tidak jadi deh..."

"Aaa...~~" Ekspresi Luffy benar-benar kusut dan dia berguling-guling di dek rumput. "Haduu, apa ya...?"

"Hahaha, menyerah Luffy?" Tanya Usopp.

"Ah, iya aku 'nyerah..." Jawab Luffy lemas. "Beri tahu jawabannya, Usopp...!"

"Hehe, ini ya jawabannya, kalau apel ditaruh di atas meja, kalau upil dioles dibawah meja."

"..." Suasana hening menyerang mereka bertiga.

"Hihihi, garing ya, Luffy?" Tanya Robin tertawa kecil.

"Hahahahahaha...haduuh perutku sakit...! Sumpah, lucu banget, Usopp!" Lanjut Luffy mengangkat tangan kanannya, mengacungkan jempol sementara tangan kirinya memegangi perutnya.

"E..he he..he..., hahaha, baru tau rasa kau, Luffy! Bagaimana? Lucu 'kan?" Tawa Usopp bangga. "Hehe, tidak sia-sia aku beli buku tebak-tebakan itu. Padahal Robin tersenyumpun tidak mendengar jawabannya."

"Menurutku sangat tidak lucu sekali, Usopp..." Sahut Robin tersenyum.

"...Kalau begitu, akan aku ambil buku tebak-tebakannya. Sebentar ya, kalian!" Setelah itu si hidung panjang berlari kedalam kabin, menuju ruang kerja 'Usopp Factory'-nya.

"_"

"Jadi, ada apa, Luffy?"

"Usopp tidak sadar bahwa dirinya sudah jauh berbeda dari dirinya yang dulu." Jawab Luffy tenang dan santai. "Dia bercita-cita menjadi pahlawan pemberani di seluruh lautan, dan itulah dia sekarang, walaupun tidak menyadarinya."

"...Ya. Aku tahu." Lanjut Robin ringan, setuju dan tersenyum menatap pintu kabin yang terbuka- tempat Usopp masuk tidak lama ini.

"Sedang baca buku apa, Robin?" Tanya Luffy berniat membuka pembicaraan selanjutnya.

"Ada apa denganmu, Luffy?" Tanya Robin balik, tidak memperdulikan Luffy yang bertanya.

"Eh?"

"Seharian ini kupikir kau berlaku sedikit aneh...- terkesan tidak seperti kau yang biasanya..." Ujar Robin, menutup bukunya dan menatap Luffy lurus.

"...Robin...?" Luffy terdiam sejenak.

"Ceritakanlah, Luffy... kupikir, itu akan membuatmu sedikit lepas." Usul Robin lembut, menegakkan duduknya dan mengarah ke Luffy si kapten. "aku mendengar semua pertanyaanmu, mulai dari Brook-san, Zoro, sampai Franky. Seolah semuanya merupakan..."

Kata-kata Robin terhenti, merasa tidak kuat melanjutkan kalimatnya.

"...Aku sebenarnya tidak merasa apa-apa..." Ujar Luffy, mulai jujur akan keadaannya. "Tapi, tubuhku terasa lain, Robin..."

"...Ya, aku mendengarmu dengan sangat baik, Luffy. Lanjutkanlah, aku disini..." Tutur Robin, dengan segala kedewasaannya.

"...Tubuhku terasa lemas,- kau tahu, seperti terbelenggu 'Kairoseki'..."

"Begitu...? Tubuhmu sedang sakit, ya?"

"Bagaimana kau bisa tahu..."

"Aliran nafasmu..." Tutur Robin lembut, dengan wajah yang cemas namun tertutup bayangan lampu redup-redup terang di atasnya.

"..." Luffy merasakan aliran nafasnya memang sedikit terengah-engah. Dan menyentuh dadanya dengan tangan kanannya.

"..." Robin terdiam melihat Luffy yang sedang memeriksa keadaan tubuhnya lebih teliti.

"Aku, aku tidak apa-apa 'kok." Sahut Luffy berusaha tersenyum, meskipun ditengah-tengah ke-pengapan nafasnya.

"...Sebaiknya kau temui Chopper. Periksakan dirimu, Luffy."

"..." Luffy terdiam, berpikir sejenak. "Tidak, tidak usah. Aku tidak ingin membuatnya cemas."

"Luffy," Nada suara Robin mulai meninggi. "Ini bukan saatnya memikirkan hal seperti itu. Nyawa diatas segalanya, kau tahu!"

"Terima kasih, Robin." Ujar Luffy semakin tenang dan mulai dapat mengatur tempo nafasnya. "...Kau pun sama seperti Usopp, sudah banyak berubah."

"?" Ekspresi Robin bertanya-tanya 'apa maksudnya'.

"Aku senang." Lanjut Luffy tenang setelah berdiri, menutup matanya dan tersenyum. "Aku senang memiliki kalian semua."

Si kapten itu mulai beranjak menuju ruang tengah, berjalan ke arah tangga dek rumput- arah sebaliknya dari tangga haluan utama. Sebelum sebuah pagutan dari belakang menghentikannya.

"Luffy, kumohon, Luffy." Ujar Robin yang sedang memeluk pemuda itu erat dari belakang. "Jangan menanyakan atau mengucapkan kata-kata yang seolah-olah kau akan... pergi..."

Luffy terdiam, tidak berusaha memberontak atau melepaskan pagutan Robin di dada dan lehernya. Luffy merasakan kedua lengan Robin bergetar di tubuhnya.

"Maksudmu mati, Robin...?"

"!..." Robin terkejut mendengarnya. Tidak mengherani sifat ceplas ceplos kaptennya, dia hanya mengeratkan pagutannya dan memejamkan matanya dengan kuat. "Jangan Luffy, jangan! Jangan bicara seperti itu. Aku tidak kuat mengalaminya lagi, setelah Ibundaku dan Sauro..."

Luffy melepaskan kedua tangan wanita itu, dan menatapnya lurus. Memegang bahunya cukup kuat untuk lebih meyakinkannya akan kata-katanya selanjutnya.

"Robin! kau sudah membuktikannya pada dunia. Sejarah asli dunia ini. Dan itu berarti pengorbanan ibumu, keluargamu, teman-temanmu, semua orang di kampung halamanmu sangatlah tidak sia-sia. Hidup dengan menatap masa depan adalah wujud penghormatan pada mereka yang telah pergi."

Suara Luffy cukup meninggi, dan membuat Robin merasa seperti gadis kecil yang sedang diberi nasehat oleh ayahnya. Tatapan mata Luffy benar-benar menembus dadanya. Kemudian dia menutup matanya untuk lebih menyerap kata-kata Luffy barusan.

"Maaf, Luffy." Ujar Robin. "Maafkan aku, sudah berpikiran se-spesimis itu..."

"Aku tahu kau akan mengerti. Karena kau adalah rekanku yang paling cerdas." Lanjut suara Luffy melembut. "Maaf sudah membentakmu barusan."

"Tidak apa-apa, Luffy. Aku yang salah."

"Kalau begitu sampai nanti, Robin. Aku keatas dulu."

"Beristirahatlah diruanganmu Luffy." Saran dari Robin. "Kurasa mungkin kau terlalu lelah hari ini."

"Ok." Senyum lebar dari wajah Luffy terpancar di tengah cahaya redup lampu dek rumput.

Si pemuda pun menaiki tangga menuju kabin utama, ruang makan.

"Luffy..." Ujar Robin pelan, sebelum berjalan menuju haluan utama.

Tak lama-

"Hei, maaf lama. Aku lupa dimana menaruh buku tebak-tebakan ini tadi," Sahut Usopp terburu-buru dari dalam kabin bawah. "Eeh, kemana mereka?"

-NEXT-  

The DiseaseWhere stories live. Discover now