BAGIAN 1

68 1 0
                                    

"Tur... tau cari buah mahkota dewa dimana ? kata temen ku kemaren kamu dapet mahkota dewa" sapa ku pertama kali saat melihatnya melintas tepat didepan ku.

"Eh... iya tau, kemaren aku dapet disekitar jalan depan minimarket glagah, kayaknya disitu masih banyak deh. Coba cari kesitu aja".

"Ohh... oke, makasih banyak ya, duluan" kata ku seraya meninggalkannya.

Saat itu masih biasa, perjumpaan itu juga terkesan biasa. Semuanya berjalan biasa saja sampai suatu hari aku menemukan yang berbeda darinya. Ku kira hanya aku makhluk anah yang rela menunda waktu tidurnya untuk menghabiskan sebuah novel. Ku kira hanya aku yang rela memotong uang jajan demi membeli sebuah novel yang aku sukai. Dan ku kira hanya aku makhluk asing yang menyukai cerita fantasi sainsfiction.

Novel fiksi ilmiah itu yang bisa ku bilang mengawali kedekatan diantara kami, karena dari itu aku mulai banyak mengenalnya. Mulai memahami hobi-hobi kecilnya, keanehannya, dan alam khayalannya yang tinggi.

Disuatu kesempatan aku sedang melihatnya sedang membaca novel Supernova serial Akar, tanpa ku sadari kaki ku melangkah mendekati dirinya yang sedang asyik dengan dunia-membaca-nya.

"Kamu juga suka Supernova ?" tanya ku secara spontan.

"Heh... iya. Tau darimana?" jawbnya dengan muka terkejut dan heran.

"Buku yang kamu pegang, itu Supernova serial Akar buku kedua kan? Baru mau baca novelnya?"

"Nice... kau benar sekali ini buku keduanya Supernova judulnya Akar dan aku sudah membaca semua serialnya, yang ini hanya mengulang. Karena aku suka dengan alur ceritanya. Semuanya dipaksa atau terlihat sepertinya nyata, padahal semua ini hanya imajinasi penulis, tapi bagaimananpun bagi ku ini kisah nyata dan bukan fiksi. Dan aku pengen liat atau jadi bagian dari pemeran utamanya."

"Hahaha... ku kira hanya manusia aneh kayak aku yang suka Supernova.

Ku kira aku sudah mengenal banyak tentang dirinya, mulai memahaminya, dan bisa menjadi sahabat terbaiknya. Tapi aku salah. Seberapa jauh aku mengenalnya itu belum mampu membuatku mengenalnya secara utuh. Memahaminya lebih dari yang lain ketahui. Dan parahnya aku sperti tidak mengenalnya. Ketika dia bilang bahwa tidak seharusnya aku mengenalmu.

***

Kedekatan kami selama 6 bulan kurasa cukup untuk dirinya mengetahui apa yang aku rasakan selama ini. Namun percakapan makan malam itu ternyata menjadi terakhir kalinya aku bisa mengenalnya.

"Mila.. setiap manusia berada dijalnnya masing-masing, setiap manusia bersama dengan masalahnya, setiap manusia bersama dengan Tuhannya"

Kata pembuka yang dia ucapkan sebulum malam itu berakhir.

"Kau tahu.. Aku meragu karena cinta, Aku menyerah karena cinta, dan bagaimanapun aku akan bangkit karena cinta."

Sedikit aku tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan. Tetapi lama kelamaan aku memahaminya. Sampai akhirnya dia menyatakan bahwa dia pincang dan tak dapat lagi menemaniku mengawal mimpi-mimpi ku.

Malam itu aku sedih. Teramat sangat sedih. Bagaimana tidak bila selama ini kami saling memendam rasa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Iya.. benar aku dan dirinya berbeda keyakinan. Awalnya aku tak mempersalahkannya karena selama ini hubungan kami baik-baik saja. Dan pertemanan kami berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Tetapi 2 minggu belakangan setelah kembalinya kami dari liburan semester dia lebih sering terlihat murung. Terlihat seperti orang yang sedang memikirkan banyak masalah. Dan setelah aku tahu ternyata masalah itu adalah diriku.

Aku memintanya untuk bertahan. Setidaknya dengan dia tetap berada disisi ku dan tidak mengabaikan ku. Aku rasa itu sudah cukup. Namun apa yang aku fikirkan tidak sependapat lagi dengannya.

Seminggu berselang setelah kejadian malam itu aku mencoba untuk menghubunginya kembali. Berharap yang terjadi minggu lalu adalah skenario yang dirancangnya untuk mengelabui ku. Sekali.. dua kali.. hanya nada sambung yang ku dengar. Ketiga kalinya akhirnya telfon itu direject olehnya. Demi apapun baru kali ini seorang Mathur menolak panggilan telfon ku. Akhirnya aku menyerah.. aku mengaku kalah.

Pesan terakhir ku yang ku tulis untuknya diatas sebuah sapu tangan yang dia pinjamkan untuk ku. Pesan itu aku harap dia ingin membacanya. Meskipun setelah itu sapu tangan tersebut ia buang atau malah diberikan kepada orang yang mungkin diam-diam dia perhatikan gerak-geriknya.

"Berat. Hidup mu berat. Aku tak ingin menambahnya lagi dengan beban mimpi-mimpi ku."

Dear Mathur..

Pesan terakhir ku tak akan aku tulis diatas kertas bermaterai. Hanya diatas selembar sapu tangan tipis yang kau pinjamkan untuk ku kala hujan sore itu. Yang mungkin nanti setelah itu akan kau buang atau akan kau pakai untuk mengusap ingus dari hidung mu. Salam terakhir ku untuk mu. Pesan ku jaga baik-baik dirimu dan tetaplah berada dijalan yang benar. Lanjutkan kegilaan mu dan kejarlah wanita yang katanya diam-diam menyukai mu. Atau kau terima saja tawaran ibu mu untuk meminang gadis pirang yang rumahnya berdekatan dengan mu. Sekian dari ku dan sampai jumpa.
Salam Hangat, Mila Amaliya.

Jogja, 6 juni 2017

Begitu isi pesan yang aku tuliskan diselambar sapu tangan. Dan aku titipkan pada Rudi sepupu Mathur yang paling mengerti bagaimana awal mula kedekatan kami.

Adakalanya Kau MembisuWhere stories live. Discover now