Bab 1

10 1 0
                                    


BAB 1

SEPANJANG PERJALANAN NAJENDRA WIRATAMA hanya diam. Ia melirik Daniel Jo di kursi kemudi di sampingnya. Kalau bukan karena ancaman mamanya yang kekanakan itu mana mau ia pergi meninggalkan kertas gambar di ruang kerjanya, Jendra pasti sudah memilih menekuni sketsa gaun rancangannya, memikirkan itu sama sekali tidak membuat perasaan Jendra lebih baik.

Sejujurnya, pilihan ibunya kali ini tidaklah buruk juga, ia mengakui. Sebaliknya bagi Jendra, Daniel Jo yang di kenalnya dengan kurung waktu 3 bulan ini terlihat sangat menarik dengan gayanya sendiri. Dengan tubuh tinggi dan professional yang cenderung berisi serta wajah tampan yang cenderung kebarat-baratan itu, Daniel bisa dikategorikan lelaki di atas rata-rata, bukan? Apalagi mengingat finansialnya yang cukup mapan, kalau tidak salah ibunya sempat mengungkit-ungkit tentang pekerjaan Daniel sebagai juru masak di LA MAISON ROSE. Yang demi apapun Jendra hanya pernah makan di sana satu atau dua kali, ia lupa dan itu pun hanya sebatas gratisan, karena ibu bosnya yang mendadak baik hati itu mengajaknya makan malam untuk merayakan hari jadi pernikahan mereka. Bukan apa? Meski ia langsung jatuh hati dengan masakan di restoran itu, tetapi karena makanan di tempat itu terkenal membuat kantong kering Jendra lebih baik makan di warung padang saja.

Terlepas dari semua kelebihan seorang Daniel Jo, satu hal yang cukup menjadi pertimbangan Jendra tentang lelaki pilihan ibunya ini. Bukan bermasud merendahkan, tetapi apa yang di lihat ibunya dari Daniel Jo tidak lebih ubahnya seperti umumnya seorang preman. Dengan rambut ikal yang hampir menyentuh tekuk dan lengan kiri yang penuh tato ular dan naga itu.

Jendra masih tidak habis pikir, ibunya berusaha menjodohkannya dengan lelaki seperti itu. Padahal dulu, dulu sekali sewaktu kuliah Jendra ingat ia pernah membawa salah seorang temannya yang hanya memiliki tato sebatas cincin melingkar di jari kirinya. Jendra tidak bisa melupakan kejadian itu, ibunya mengamuk tidak karuan dan mencecarnya habis-habisan agar lebih bisa memilih teman. Jendra masih tidak menyangka kalau ibunya bisa sefrustasi itu sekarang, karena melihatnya tidak kunjung menikah di usianya yang sudah mendekati kepala tiga. Justru membuat wanita paruh baya itu nekat menjodohkannya dengan Daniel Jo.

“Jendra.”

Jendra tersentak dan gelapaan sendiri serta merutuki dalam hati mendapati Daniel menangkap basah dirinya sedang memandangi lelaki itu. Tetapi agaknya Daniel tidak memerhatikan.

Lelaki itu memindahkan tumpuan tubuhnya di kursi kemudi, nampak kesusahan ketika membagi pandangan ke arah Jendra dan jalanan sesekali, lama Daniel berdeham dan baru membuka suara, “Kamu tidak keberatan kalau kita membatalkan acara kita setelah ini, bukan?” ujarnya berat dan serak. Jendra terdiam. Kalau boleh memberi nilai kepada suara Daniel Jo, maka Jendra akan memberikan angka 9, ia sangat menyukai suara berat dan serak milik pria itu, terdengar seksi. Astaga, Jendra berdecak dalam hati.Mikir apa dia? “Jendra,,”

Berusaha menutupi kebodohanya akan pemikiran anehnya, Jendra berdeham dan bertanya, “Ya?”

“Kamu tidak keberatan kalau kita membatalkan acara kita setelah ini, bukan?” ulang Daniel lagi.

“Kenapa?”

Daniel menghela napas. “Ada masalah. Temanku Fabian tiba-tiba sakit dan sama sekali tidak bisa menghandle restoran, sedangkan makan malam sebentar lagi. Jadi aku harus mengantikannya untuk segera sampai disana.” terangnya. “kuantar kamu lebih dulu.”

Jendra bergeming. Gadis itu baru sadar betapa panik, bingung, dan cemasnya Daniel begitu memerhatikan lebih jauh gestur pria itu yang nampak tidak tenang di kursinya serta dahi berkerut-kerut samar itu di bawah temaram cahaya lampu jalanan di luar sana.

“Tolong, sampaikan kepada ibu dan ayahmu aku tidak bisa berlama-lama membatalkan acara kita sepihak, maafkan aku. Aku akan mengantinya di lain…”

TIME (Like I'm Gonna Lose You)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang