Semua mata memandang pemuda bersurai hitam yang tengah berlutut bak minta dikasihani, namun tak satupun mulut yang berniat untuk mengeluarkan suaranya.
Baik Seungmin maupun yang lain, termasuk Chan, sama-sama tercengangnya. Jeongin benar-benar terlihat pasrah. Seperti tak ada gairah hidup.
"Berdirilah, anak muda. Kita bicarakan ini baik-baik."
Chan mengulurkan tangannya di depan wajah Jeongin. Tapi pemuda itu masih tak mau merubah posisi berlututnya, juga tangan yang masih terkepal ke depan.
"Tidak sampai kalian mengiyakan permintaanku," ucapnya dengan suara bergetar.
Mereka saling melempar pandang satu sama lain. Hingga akhirnya berpusat pada Changbin yang malah mengangkat bahunya, sama sekali tak berniat menjawab. Karena di sini bukan ia pemimpinnya, melainkan vampir usia lebih dari 1 millenium itu. Ia malas bila diperlakukan seperti peramal yang tiap saatnya dimintai petunjuk masa depan.
Chan menghela nafas. Ia takut membuat manusia di depannya menangis karena perkataannya. Karena itu ia mengisyaratkan Woojin untuk bicara.
Woojin mengangguk singkat, lalu menyentuh bahu Jeongin.
"Sayang, di dunia ini ada begitu banyak perbedaan. Ada yang baik dan juga buruk," ucap Woojin, begitu lembut dan menenangkan.
Sampai Jeongin bersedia membuka matanya, walau lututnya masih bertumpu pada lantai kayu.
"Lalu? Aku menyukai perbedaan di antara kita. Aku tahu akan sulit, tapi... Tapi aku akan berusaha untuk beradaptasi! Aku janji takkan merepotkan kalian!" Jeongin berujar sungguh-sungguh.
Tatapan Woojin menyiratkan rasa bersalah. "Tapi kamilah yang memiliki resiko tinggi untuk mencelakakanmu. Kami tak ingin kau mengalami hal yang tak harusnya tak kau alami. Jadi, pulanglah... Hiduplah dengan bahagia. Dunia kami terlalu berbahaya untuk anak muda sepertimu."
Seungmin tiba-tiba saja berjalan melewati Jeongin tanpa menoleh sedikitpun. Menjauh hingga terdengar suara pintu yang dibanting. Hyunjin hanya mengacak rambutnya kasar, kemudian menyusul Seungmin
"Kenapa dia?" bisik Changbin entah pada siapa.
"Menangis. Dia kan selalu begitu." Felix mengunyah buah apel sambil tetap menonton opera sabun yang tersaji di hadapannya.
"Salah kau dan Jisung itu." Changbin sambil memutar bola matanya malas.
Felix malah cekikikan. "Tapi kalau kami tak dikutuk, kau takkan bertemu rusa secantik diriku, Hyung." Jisung ikut menertawakan wajah Changbin yang bersemu merah.
"Oh diamlah!"
Mereka langsung diam saat Chan dan Minho sama-sama melayangkan tatapan membunuh andalan mereka.
Jeongin termenung mendengar tuturan kata Woojin. Ia perlahan bangkit dari tempatnya, tak ada satupun air mata yang jatuh.
"B-baiklah... Aku minta maaf sudah mengatakan hal-hal aneh. Kurasa aku akan pulang sekarang."
"Oh tidak apa-apa, Sayang. Kamilah yang seharusnya meminta maaf padamu." Woojin membawa Jeongin dalam pelukan erat.
Mereka melupakan ucapan Minho tadi siang.
Bahwa Jeongin akan segera meninggal entah karena apa.
.
.
.
.
.
"Sudahlah, Seungmin. Jangan menangis lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unusual [SKZ]
FanfictionAwalnya Jeongin pikir mereka hanyalah mitos. Tapi kejadian yang ia alami memang tak dapat dilogika. Mereka benar-benar nyata! Rate : 17+ for blood scene, gore and i know you know :') Inspirasi berasal dari mana-mana. (Since October 23, 2018)