Prolog

265 10 19
                                    

Someone's POV

Senja, adalah saat dimana langit dipenuhi warna oranye kemerahan akibat pantulan sinar matahari.

Senja, adalah saat langit terlihat begitu indah bagiku. Lukisan indah yang berselang singkat yang banyak memikat jiwa.

Senja, adalah satu-satunya pelipur lara penghapus rinduku selama ini. Senja selalu menyejukkan jiwa renta ini.

Walau dunia tempatku lahir ini telah banyak berganti rupa, senja tetaplah sama. Walau kabut dan asap kian memekat, senja tak pernah kehilangan keelokannya.

Tiap kali memandang hamparan selimut langit sewarna ini, selalu saja kenangan damai dahulu terlintas.

Tanpa permisi, datang silih berganti membayangi kalbu. Namun begitu, senja tak pernah menjadi menakutkan. Justru misteri yang membayanginya membuatnya kian menarik.

Mungkin karena alasan inilah yang menjadi penarik seseorang untuk sejenak memandangi senja.

Misteri.

Senja selalu menjadi misteri. Misteri yang berbeda bagi tiap insan yang menatapnya.

Ku tangkupkan sepasang telapak tangan keriput ini ke depan dada. Memejam, menikmati ketentraman yang kini jarang ku nikmati.

Misteri.

Mengucapnya kembali, mengingatkanku pada salah satu misteri yang mungkin dibawa oleh senja.

Ya, salah satu misteri yang menyertai senja dalam kota kecil terpencil yang ku pijaki selama 6 dasawarsa hidupku.

Gadis kecil bergaun putih.

Gadis dengan busana sewarna kapas bersih, selalu datang di saat senja menjelang. Ia akan merebahkan diri di antara jutaan helai permadani alam.

Di pinggir riak sungai yang tenang menghanyutkan. Diiringi nyanyian alam yang menentramkan.

Gadis kecil itu, tetap sama seperti hari yang lalu. Masih sama. Bahkan nuansa yang ia bawa masih sama.

Kesepian dan kesedihan. Seakan dua penyiksa jiwa itu berputar di sekitarnya.

Tak pernah ku lihat wajahnya sekalipun. Helaian rambutnya yang sehitam arang menjuntai, menghalangi pandang penasaran.

Seperti apa wajahnya?

Siapakah ia?

Darimana asalnya?

Mengapa ia selalu berada di sini, di waktu yang sama?

Segala pertanyaan yang pasti memenuhi pikiran orang yang mengetahui keberadaannya.

Namun, tiada yang tahu. Ia yang selalu menyendiri, aura tak menyenangkan yang seakan berkata 'menjauhlah' itu, sekiranya yang menjadikannya jauh.

Entah sudah berapa kali netra rabun ini memandang sosok rapuh si gadis kecil, hati ini akhirnya tergerak sekadar menyapa dan menghampiri.

Ku hampiri si gadis kecil. Menyapa dengan senyum sehangat yang bisa ku sunggingkan.

Dan rupa yang selama ini menjadi misteri itu mendongak. Sepasang mata tajam segelap malam yang menyesatkan memandangku balik.

Tak ada raut di antara lukisan indah Tuhan yang terpatri di sana. Seakan sosok itu tak memiliki jiwa yang dapat merasa.

"Maukah kau ikut bersama Nenek ini? Maukah kau menjadi bagian dari keluarga kecil Nenek ini?"

Sekerlap cahaya melintasi sepasang manik bulat hitam itu.
Nampaknya, si gadis kecil memang tak memiliki tempat pulang. Anggukannya menambah ruang hati ini.

Crystal Series 2: The Legend of Seven Ghosts (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang