Kampung Kopi, 1933
Pertama kalinya Yos bertemu dengan Fritz adalah saat gadis itu berusia delapan tahun. Ketika itu ia sedang duduk-duduk di dangau mempermainkan tali pengusir burung bersama kedua sahabat sepermainannya sejak kecil, Ahdar dan Imung. Fritz dengan rambut pirangnya yang menyolok lewat di depan mereka. Anak itu baru tiba di KampungKopi ini dan sedang berjalan-jalan menyelidiki daerah kekuasaannya.
"Hei, Blondie!" panggil Yos. Frits cepat menoleh dan mendapati seorang anak perempuan berambut pendek dan memakai kemeja serta celana pendek seperti dirinya. Dari jauh ia benar-benar seperti lelaki, tetapi setelah dekat nyatalah oleh Frits bahwa anak itu wajahnya cantik, kulitnya putih dan mata coklatnya sangat indah. Tak mungkin pribumi tulen.
Frits tidak menjawab. Ia berjalan sekenanya mendekati dangau. Ahdar dan Imung segera bergerak melindungi Yos.
Ck..ck..ck.. pikir Fritz, seorang maharani di antara dua pengawalnya. Frits pernah membaca kalimat itu di suatu buku dan tepatlah kiranya ia mengenakannya pada Yos.
"Kau tidak punya mulut, ya?" tanya Yos lagi. Fritz tersenyum menawan.
"Namaku Fritz...Frederik AngelJames von Schierlijk. Aku akan tinggal di rumah opaku—mungkin kalian kenal—ia pemilik perkebunan kopi terbesar di daerah ini.." katanya acuh tak acuh. "Dan kalau kalian berjalan naik ke atas...kalian bisa melihat perkebunan teh, itu juga miliknya.."
Yos dan teman-temannya saling bertukar pandang.
"Oh...ya, ampuuun...! Jangan bilang kalau kau adalah cucunya si kejam KoekkenbakkerTua!!! Kalian tidak mirip sama sekali..."
"Si kejam KoekkenbakkerTua?" Fritz mengangkat sepasang alisnya tinggi-tinggi tanda ia tak mengerti sama sekali. "Nama kakekku Douwes..."
"Iya, maksudku Pak Douwes itulah.." seru Yos gembira. "Dia sangat menakutkan... Dia punya kebun buah-buahan yang sangat luas tapi pelit sekali, kalau kami ketahuan mengambil sesuatu ia pasti menghukum kami dengan berat sekali...dia nggak suka anak-anak inlander, katanya..."
"Koekkenbakker artinya apa?" tanya Fritz ingin tahu.
"Entahlah...aku yang menemukan nama itu, rahasia di antara kami, habisnya nama Douwes terlalu sederhana."
Saat itu ingin rasanya Fritz menjitak Yos yang nyengir kuda, tetapi anak perempuan itu terlalu manis. Akhirnya ia hanya bisa garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
"Siapa nama kalian?" tanyanya kemudian.
"Ahdar."
"Aku Imung."
"Yos."
"Ayolah, kau pasti punya nama cewek, Yos. Siapa nama lengkapmu?" desak Fritz. Yos merasa agak terganggu bila harus menyebut nama lengkapnya, tetapi ia harus berlaku adil karena tadi Fritz juga menyebutkan seluruh namanya yang aduhai panjang nian.
"Hmm... baiklah. Namaku Yosephine Caroline Van Der Wijk, tetapi panggilanku Yos!"
Fritz sudah menduga anak perempuan itu bukan pribumi tulen. Kiranya anak keturunan Belanda juga. Anak laki-laki itu tersenyum lalu menunjuk mereka satu persatu, "Kalau kalian kasih kakekku julukan, aku juga akan panggil kalian dengan julukan. Kau Imung, Muka Panci karena kulitmu hitam gosong."
"Tidak lucu!" sergah Imung.
Fritz tidak perduli, menurutnya julukan itu tepat sekali. "Kau Ahdar, kupingmu lebar sekali. Kau kupanggil Kuping Gajah... dan kau, cantik... kupanggil Cleopatra."
YOU ARE READING
Yos
Historical FictionYosephine baru mengetahui bahwa sebenarnya ayahnya masih hidup ketika Ayu, ibunya, mengirim surat agar Hendrik Van der Wijk menjemput Yos ke kampung setelah ia terkena penyakit disentri dan tahu bahwa hidupnya tidak lama lagi. Hidup gadis tomboy rem...