Gelap. Semuanya, kecuali titik itu. Ketika langkahku makin dekat ke titik terang yang ternyata gerbang gua, aku makin waspada walau penasaran. Bunga dan daun menjalar tumbuh di atap gua, memberi kesan tirai antimainstream. Pun ketika kusibak tirai menyenangkan itu yang kutemukan adalah pemandangan yang nampak samar, namun aku meyakini ini adalah danau dekat penginapan musim panas kami.
Semuanya terasa sama walaupun aku kurang yakin karena pemandangan yang agak kabur. Tempat duduk di pinggir danau itu pun masih ada dengan aku yang berada di sana. Bukan diriku sekarang, tetapi diriku yang masih kecil. Dia tengah duduk berdua dengan seorang bocah lelaki, yang makin samar menurutku.
Pertanyaanku, kenapa aku bisa di sini? Apa aku bermimpi? Lucid Dream?
Kegelapan kembali menyambangi, ketika jemariku ingin menyentuh alter ego kecilku. Melesakkanku terjatuh dalam dimensi yang lebih gelap. Hingga perlahan mataku terbuka, menghantarkan organnya mesti bekerja cukup keras ketika mendapati rangsangan terang cukup hebat.
"Kau sudah sadar?" sebuah suara bertanya. Pun aku menatap sumber itu, dan mendapati Jungkook sedang duduk di tepi ranjang dengan wajah khawatirnya.
Aku menghela napas, tak suka dengan sintuasi begini. Karena aku yakin, bahwa lagi-lagi ganguan tidur itu menyerang. Jemariku memijat pelan pelipis, rasanya kepala ini ingin meledak.
"Minumlah dulu," Jungkook menawarkan, dan aku hanya menurut. Membiarkan cairan bening itu membasahi tenggorokanku yang bak tanah tandus. Setelahnya aku bertanya, "Berapa jam sekarang?"
Dia menatap, seakan enggan mengucapkan, namun aku memandang lebih serius. "Hampir duapuluh jam," dia berkata pada akhirnya.
Duapuluh jam? Ini bahkan lebih parah daripada saat pesta amal beberapa waktu lalu. Tanganku meremas selimut, walau rasanya tak bertenaga. Tidur selama duapuluh jam jelas membuat sendiku bergetar dan menyebarkan rasa ngilu di sana-sini.
Jungkook mengusap tanganku, membawa dua benda itu untuk disatukan dan digenggam. Hangat. Aku tersenyum tipis dan dia lalu mengecup keningku, memberi rasa nyaman dan aman dalam satu waktu.
"Kau akan baik-baik saja," dia berujar.
"Ini makin buruk kurasa." Itu kenyataan dan aku tahu, walau rasanya amat berat untuk sekedar mengakui. "Obat dokter bahkan tak mempan."
"Bagaimana jika aku akan tidur selamanya, Kook? Apa aku akan mati?"
Air mataku mentes bertemankan rasa takut yang mendominasi diri. Mati? Itu adalah hal paling buruk dalam hal ini. Konsultasi dokter beberapa waktu lalu pun kurasa tak membuahkan hasil. Obat-obat itu bahkan tak memberikan efek sama sekali, yang ada sekarang waktu tidurku makin lama. Orang berjas putih berkata, bahwa kemungkinan terburuknya adalah aku yang akan tertidur selamanya. Bagiku itu tidaklah jauh beda dari pada mati, hanya perkataannya saja lebih diperlembut.
Jungkook mendekapku, membawaku pada perlindungannya. "Sstt, jangan berkata sembarangan. Semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu bersamamu. Selamanya."
Ah ini yang kubutuhkan. Walaupun kurasa perkataannya kurang memadai tetapi itu benar-benar berarti cukup besar. Jungkook dengan segala yang ada pada dirinya adalah sebuah motivasi besar untuk gadis putri tidur sepertiku.
Kleine-Levin Syndrome atau Sleeping Beauty Syndrome adalah kondisi di mana seseorang dapat tertidur selama lebih dari dua puluh jam bahkan berbulan-bulan. Malangnya dokter mendiagnosaku mungkin melangalami tahap awal ganguan ini. Sindrom ini menyerang sistem otak yang membuat penderitanya tak bisa mengendalikan pola tidur mereka. Untuk pengobatan sendiri, tidak ada yang mengetahui pasti bagaimana cara penyembuhannya, karena riset menunjukkan obat-obat yang diberikan kepada penderita hanya dapat menahan bukan menghilangkan.
"Kau ingin makan?" Dia bertanya, mengusap suraiku perlahan.
Aku tersenyum, "Ya, tapi siapa yang memasak? Ah iya, apa Ayah dan Ibu tahu aku tertidur lagi?"
"Mereka tahu, mereka bergantian menungguimu saat aku rapat dengan dewan direksi tadi. Chanwoo juga bergegas pulang ketika tahu kau tertidur lagi, walau hanya mampir beberapa jam karena dia mesti kembali lagi Incheon," jelas Jungkook. Aku mengangguk paham, setelah ia melanjutkan ucapannya, "Tetapi aku meminta Ayah dan Ibu untuk pulang, aku tak mau mereka sampai sakit nantinya."
"Terima kasih."
"Sama-sama. Ah, kalau begitu tunggulah di sini, aku em... akan memasak."
"Memasak?" Aku mengulang ucapannya. "Kau yakin?"
Jeon Jungkook memasak?
Wah. Suatu keajaiban besar. Bukannya menghina, masakan pria itu lumayan kok, walau dapur pasti akan berantakan setelahnya. Tetapi yang membuatku takjub adalah tumben sekali pria itu ingin memasak. Jeon Jungkook itu terlalu malas untuk urusan begini, jika bukan karena terdesak pasti dia tak mau. Tapi akukan tidak mendesaknya untuk memasak.
Dia cemberutㅡ tersinggung dengan ucapanku sepertinya. "Jangan remehkan aku Jung Yein, aku handal kok. Aku tak seperti Namjoon Hyung yang akan merusak apapun."
"Baiklah, aku juga tahu kau bukan Namjoon Oppa. Tapi tumben sekali kau mau memasak. Kita bisa memesan makanan." Aku berusaha menjelaskan, jelas Jeon Jungkook yang sendang kesal atau marah bukanlah hal yang ingin aku lihat di dunia ini. Itu hal paling berbahaya. Agak menyeramkan memang, tapi aura keseksian dan keimutan pria itu juga bercampur menjadi satu saat dalam fase begitu. Jadi, aku sendiri kurang fokus jika harus menghadapi Jungkook yang seperti itu.
"Kau baru bangun dari tidurmu selama dua puluh jam, Jung Yein. Itu waktu yang cukup lama dan makan-makanan dari luar bukan hal baik. Kita tidak tahu apa bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam sana," dia berkata dengan raut keseriusan. "Jadi, aku akan memasak untukmu. Ini servis istimewa dari Pangeran untuk Putri Tidurnya."
Aku tertawa kecil, "Baiklah, terima kasih Pangeran atas altruisme-mu. Kau pengertian sekali."
"Terima kasih kembali." Dia berlalu pergi setelah sebelumnya mengecup kedua pipi, kening, bibir, dan hidungku. Pun sempat ingin menahan, tapi kuurungkan karena harus kuakui aku cukup menyukainya.
Jung Yein memang telah jatuh hati pada Jeon Jungkook. Ya, aku mungkin sudah menambatkan perasaanku padanya. Mengimpikan kami bisa hidup bersama-sama sampai tua nanti. Namun kegelisahan mengusikku, bayangan tentang tidur selama-selamanya itu sungguh menyeramkan, dan aku takut akan kemungkinan itu. []
Yuhuuu... Tifa balik lagi, semoga suka ya dan semoga menikmati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sleeping Beauty (JJK-JYI)
Fanfiction[[Snow White Book 2]] Hidup Yein nyatanya tidak akan pernah lepas dari Jungkook. Sempat lepas kontak sekitar beberapa bulan, akhirnya mereka kembali di pertemukan di kampus dan juga apartemen yang sama pula. Lepas dari perjodohan tak menyenangkan de...