"Eh..".
"Katanya 2 cm per hari". Lanjut Desi."Apa itu?". Tanyaku
"Kecepatan tumbuh bunga mawar di negara kita, 2 cm per hari". Kata Desi.
"Oh".
"Desi tahu hal seperti itu, ya". Kata ku memujinya."Rasanya seperti......". Desi terdiam.
"Ada apa??". Tanyaku melihatnya.
Tiba-tiba Desi berlari meninggalkanku.
"Desi, Tunggu!".
Ia terus berlari begitu cepat, dan aku pun memutuskan untuk mengikutinya dengan berlari. Desi berhenti di sebuah persimpangan jalan raya dan aku memanggilnya.
"Desi!!". Teriakku dari seberang jalan.
"Arvin, Semoga tahun depan kita bisa melihat mawar bersama lagi, ya!". Kata Desi tersenyum dari seberang.
Kemudian kami berpisah pada saat upacara kelulusan SMP. Pada bulan Agustus awal kami masuk SMA, aku menerima surat dari Desi.
"Untuk Arvin, lama kita tidak bertukar kabar. Meski cuaca panas yang terik juga disini, rasanya lebih enak dibandingkan Jakarta. Tapi kurasa sekarang aku juga suka cuaca panas Jakarta yang lembab dan aspal panas yang seolah hendak meleleh, gedung-gedung pencakar langit yang berkilau, dan dinginnya AC di Mall. Terakhir kita bertemu saat upacara kelulusan SMP. Sudah setengah tahun berlalu. Arvin, kau masih ingat aku kan?". Begitu isi surat Desi.
Aku pun membalas suratnya 2 hari kemudian. Setelah membalas surat Desi, Desi kembali mengirimkan suratnya.
"Untuk Arvin, Terima Kasih! Aku senang mendapat balasan darimu. Sudah musim hujan, ya. Disini banyak burung-burung berkicau. Mereka terlihat seperti bahagia.....
"Arvin!". Seseorang memanggilku tiba-tiba.
"Apa itu? Surat Cinta?". Ternyata Seniorku di OSIS.
"Bukan,Kok!".
"Maaf, aku minta tolong kamu".
"Tak apa-apa, senior. Ini hampir selesai".
Aku masih membantu senior untuk membersihkan ruang rapat sampai sore.
"Terima kasih!, katanya kamu mau pindah?". Tanya senior.
"Ya, Akhir semester ini".
"Kemana?".
"Papua, Mengikuti orang tuaku". Jawabku.
Aku pun melanjutkan membaca isi surat Desi.
"Sekarang Ekskul mulai pagi, jadi kutulis surat ini di kereta. Oh,ya aku memotong rambut. Kupotong pendek, telingaku kelihatan. Kalau bertemu mungkin kau akan pangling."
Aku membaca isi surat Desi sampai pulang ke rumah.
"Mama, Pulang". Kata letih Ibu di depan rumah.
"Ya, Mama!". Sambil berlari ke depan membukakan pintu.
"Kau tentu juga berubah sedikit-sedikit." Akhir surat dari Desi yang kubaca.
Aku pun mencoba untuk menulis surat malam itu. Namun lampu-lampu di luar jendelaku dan bunyi udara yang terdengar seperti lagu. Membawaku tertidur di atas meja belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Mawar
Teen FictionArvin dan Desi terpaksa harus berpisah setelah Upacara Kelulusan SMA. Hanya surat-surat yang menjadi cara mereka berbicara. Lama kelamaan akhirnya surat-surat itu menghilang dengan tiupan angin di musim hujan. Namun takdir berkata lain. Arvin harus...