Keesokan harinya. Sebelum pergi ke sekolah, aku menerima surat lagi dari Desi. Belum sempat kubalas surat pertamanya. Ia sudah menulisnya lagi.
"Untuk Arvin, Bagaimana kabarmu di hari dingin begini?. Disini hujan sudah turun berapa kali, setiap turun hujan aku harus ke sekolah berbungkus jaket dan membawa payung. Di Jakarta belum turun hujan, ya??. Disini aku pun masih mengecek perkiraan cuaca di Jakarta."
Aku ingin membalasnya, namun pada hari itu tidak ada satu pun kata-kata yang bisa kutulis. Hari semakin sore, aku memutuskan untuk mengikuti kegiatan ekskul.
"Semoga turun hujan, deh". Kata salah satu teman latihanku.
"Tapi latihan di dalam juga berat".
"Eh, kamu pernah ke Bandung?". Tanyaku kepada mereka berdua.
"Ke mana?".
"Bandung". Tekan ku sekali lagi
"Oh, belum".
"Tahu bagaimana cara ke sana?".
"Hmmm...kereta malam mungkin?". Jawab temanku yang tidak yakin.
"Pasti jauh,ya". Sambil menengadahkan muka ku ke langit
Tiba-tiba senior memanggil
"Kelas satu!". Teriak senior dari jauh."Siap!" Kami bertiga serentak.
"Aku terkejut mendengar kau akan pindah,Arvin. Sejak dulu, kita berdua sering pindah. Tapi kau akan pindah ke Papua, Jauh sekali, ya. Tak bisa dengan gampang naik kereta jika ingjn bertemu denganmu. Aku agak sedih. Tapi yang penting kamu sehat,Arvin". Lanjutan isi surat Desi yang kubaca sampai pulang.
Aku bingung. Apa yang harus kulakukan. Burung-burung di luar jendelaku seperti sedang terbang dan meneriakkan sesuatu. Kubuka jendela kamarku dan melihat apa respond langit, ternyata langit itu merespond dengan tiupan angin yang membuatku ingin memeluk Desi jika ia ada di depanku.
Aku memutuskan untuk menulis surat kepada Desi, Bahwa aku akan mengunjunginya
"Aku senang sekali, kita akan bertemu tanggal 4 maret nanti. Setahun sejak terakhir kita bertemu, aku merasa deg-degan. Di dekat rumah ada taman bunga mawar yang indah. Waktu musim semi mungkin mawarnya juga tumbuh 2 cm per hari. Aku ingin melewati musim semi bersama Arvin lagi".
Aku tertidur lagi.
Tanggal 4 Maret. Terdengar bunyi hujan di luar rumahku, namun aku tetap akan menjalankan rencana-nya. Aku menulis sebuah surat untuk Desi dan bersiap untuk pergi sekolah.
Waktu pun berlalu. Menunjukkan pukul 16:00. Bunyi bel menandakan jam pulang.
"Hey, Arvin ayo kita latihan". Ajak temanku.
"Oke". (Sambil memikirkan sebuah alasan)
"Eh, aku hari ini tak bisa latihan". Lanjutku."Siap-siap pindahan, ya".
"Iya, maaf ,ya". Sambil tergesa-gesa meninggalkan kelas.
Cring....Cring....
Handphone ku bergetar. Ada pesan masuk."Baik sekali kau mau datang ke tempatku. Tapi jauh,jadi hati-hati, ya. Aku akan menunggumu di stasiun pukul 19:00" bunyi pesan singkat Desi kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Mawar
Teen FictionArvin dan Desi terpaksa harus berpisah setelah Upacara Kelulusan SMA. Hanya surat-surat yang menjadi cara mereka berbicara. Lama kelamaan akhirnya surat-surat itu menghilang dengan tiupan angin di musim hujan. Namun takdir berkata lain. Arvin harus...