4

89.3K 7.1K 372
                                    

-Hemat itu bahasa halusnya pelit bagi bos kikir-

Ini wajah2 Gabrilio

Dokter Vano

Papa Glory

Dokter Zio

Bos Pelit

Mana yang paling tampan menurut kalian?

Terus siapa yang paling songong?

Kalian ngefans sama siapa?

***
Indira kembali ke kemudi setelah ia bertanya-tanya kepada pengemudi di depannya, kenapa jalanannya macet tak seperti biasanya. Ternyata ada truk yang mengalami kecelakaan, sehingga jalanan akan ditutup dan dialihkan. Perempuan ini mendesah lesu seraya menatap bosnya yang asyik memainkan ponsel, acuh kepada kondisi keramaian di sekitarnya.

"Pak, ada kecelakaan," adu Indira setelah menutup pintu mobilnya.

"Ohh, ya udah doian aja yang kecelakaan baik-baik saja," tanggap Fabian dengan datar, masih asyik dengan ponselnya.

Indira ingin sekali memukul kepala Fabian agar lelaki itu sadar. "Bapak yang paling tampan dan cerdas," tekan Indira pada kata terakhir, "kalau ada kecelakaan, otomatis macet, Bapak. Bapak mau nunggu di sini atau bagaimana? Kalau saya mau cari ojek aja, mau nginep di rumah teman saya," Indira berusaha tetap lembut.

Fabian langsung menghentikan aktivitasnya, lalu mematikan ponselnya. Ditatapnya Indira dengan raut wajah kesal, "Kamu kok enggak setia, sih? Masak saya ditinggal sendirian, pegawai macam apa itu. Kalau saya nanti dibegal gimana atau ada yang mau culik saya," sahut Fabian asal yang jelas ia tahu, mana ada orang mau menculiknya. Dirinya juga bisa bela diri, tapi tetap saja alasan tidak masuk akal itu ia ucapkan.

"Ya syukur, kalau Bapak diculik. Hidup saya jadi tenang," ceplosnya yang tak ia sadari karena kepalanya sudah terasa pusing, belum lagi ngantuk yang menjalar. Ia ingin tidur segera, tapi masih saja harus mengurus Fabian--mengantarkan lelaki itu sampai kediamannya--baru Indira bisa pulang.

Fabian yang mendengar itu terdiam sejenak. Raut wajahnya berubah menjadi dingin, "Kalau saya diculik, orang pertama yang akan disalahkan ya kamu atau malahan kamu bisa dicurigai kerjasama dengan penculiknya," ketusnya yang membuat Indira tersadar akan ucapannya, matanya mengerjap seketika. "Kalau saya diculik, kamu enggak bakal gajian selama beberapa bulan, sebagai sanksi."

Indira menggeleng frustrasi. Ia berandai-andai, dulu tak gegabah menandatangani kontrak kerja dengan bos super pelit itu, pasti tidak mungkin dirinya akan terjebak di posisi ini. Dirinya harus bersabar sampai tahun depan, karena kontrak yang ia tanda tangani itu sampai lima tahun. Kalau dia keluar sebelum masa kontrak habis, maka ia harus mengeluarkan banyak uang untuk membayar denda yang begitu banyak. Sempat berpikir membuat Fabian kesal dan marah kepadanya agar memecatnya, tapi itu tidak mungkin direalisasikan. Berulang kali, Fabian mengatakan tak akan memecatnya sampai kapan pun dan kalau Indira membuat kesalahan ya potong gaji atau disuruh melakukan ini-itu.

Indira mengingat kembali, sewaktu diwawancarai dengan Fabian langsung, ia merasa calon bosnya itu sangat ramah, baik, dan bijaksana. Di matanya Fabian begitu kharismatik, makanya dirinya mau menjadi sekretaris Fabian. Tapi, faktanya Fabian begitu menyebalkan padanya.

"Jangan gitu dong, Pak. Saya kan cuma bercanda, biar enggak kaku," Indira tersenyum kikuk.

"Ya udah, tepiin mobilnya ke sana. Terus kita belok ke hotel itu aja," Fabian menunjuk salah satu hotel bintang lima, "kita nginep di hotel aja. Nunggu enggak macet itu lama."

"Terus nanti saya gimana?"

"Ikutlah. Besok yang nganter saya pulang siapa kalau bukan kamu. Saya ini kan capek berat, udah kerja seharian. Masak harus nyetir juga," jelasnya santai.

Random WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang