Prolog

307 9 0
                                    

Kata Ayah, hidup itu harus di syukuri. Karena hidup itu adalah nikmat Tuhan terbesar untuk kita. Apa pun yang terjadi dalam hidup itu harus kita syukuri dengan ikhlas. Apa pun itu bentuknya. Baik senang, maupun sedih ataupun susah. Pokoknya semuanya. Sebab, nggak semua orang memiliki hidup yang sama seperti kita. Mungkin banyak di luar sana yang terlihat baik di luarnya, tapi kita nggak bisa mendeskripsikan hidup seseorang hanya dengan menilai luarnya saja. Karena terkadang hidup itu tidak seindah kovernya.

Ya, ucapan Ayah minggu lalu selalu menggiang di kepala gue. Suka banget pokoknya. Mengajari kita bagaimana cara kita menilai hidup. Emang bener kan, kita nggak boleh menilai sesuatu dari kovernya aja. Belum tentu yang tampak adalah bagian dari keseluruhannya. Bisa jadi yang tampak bahkan tidak bisa dipergunakan untuk menilai isi yang sebenarnya. 

Jadi intinya kita jangan asal jeplak nilai orang seenaknya. Berasa hidupnya paling bener aja. Ye gak? 

The best pokoknya Ayah... Lope lope pokoknya.

Tapi di sini gue lagi gak mau bahas lebih dalam ucapan ayah gue. Karena di dalam cerita ini yang sesungguhnya adalah bagaimana kehidupan gue sehari-hari sebagai adek. Iya, adek. Sok muda amat gue ya. 

Jadi sebelum gue masuk ke dalam cerita lebih lanjut, -ciyaelah bahasanya tong- gue mau nanya satu hal yang paling sering gue denger dari temen-temen gue, yaitu punya kakak. Ya benar, punya kakak. Jadi di sini ada yang pengen atau ngarep punya kakak? Mungkin terutama yang anak pertama kali ya. Soalnya gue sering dapet keluhan dari temen-temen gue kalo mereka pengen punya kakak. Gaya amat kayak punya temen aja. 

"Pengen punya kakak cowok." 

Gue sering banget denger beginian. Sampe bosen gue kali dengernya. Iya, gue tau bahkan sangat tahu imagine kalian tentang kakak cowok itu macam mana. 

Tapi. Mulai. Detik. Ini. Gue. Saranin. Elo. Hapus. Atau. Buang. Jauh. Jauh. Imajinasi. Polos. Kalian. 

"Ih, emang kenapa?"

"Plis deh, gak usah lebay. Lagian apa salahnya berharap begitu."

Fix. Gue paham. Sangat bahkan. Tapi gue cuman nyaranin aja. Ini pun berdasarkan pengalaman hidup gue sebagai adek yang punya kakak cowok. Karena apa? Karena punya kakak cowok itu tidak seindah yang kalian bayangkan. 

Inilah mengapa gue ambil kutipan quotes paling bijak dari ayah gue. Tapi btw nyambungkan quote nya ya? 

Dan setelah membaca cerita ini. Gue harap kalian sadar dan kembali ke jalan yang benar. 

Dan gue saranin, jangan banyak senyum pas baca ini. Karena gue tau gue lucu. 

"Woy Nath, buruan napa gue tinggal baru tahu loh. Katanya minta anter ke pasar!" suara paling cempreng menginterupsi Nathan untuk segera menyudahi aksinya. Nathan menoleh ke arah pintu saat sebuah kepala menyembul ke dalam kamarnya. 

"Sabar napa. Lagi seru juga." Sahut Nathan kesal. 

Candra menggelengkan kepala dengan tingkah adeknya yang semakin menurutnya menjijikan. 

"Ngaca aja kerjaannya. Lama-lama tu kaca pecah gara-gara gak kuat menyaksikan kejelekan lo." cibir Candra kemudian melangkah ke dalam kamar Nathan dan duduk di kasur gadis itu sambil terus menyaksikan adiknya yang masih mengikat rambutnya. Sedangkan Nathan gadis itu hanya mencibir dengan menirukan ucapkan Chandra sambil terus menyelesaikan kegiatannya. 

"Emang tadi lo ngapain? Kok lo bilang seru?" tanya Chandra heran plus curiga. 

Nathan yang sudah selesai mengikat rambutnya tak langsung menjawab. Gadis itu lebih dahulu mengambil tas punggung merah jambunya baru kemudian menatap sang kakak dengan tatapan yang sulit Chandra artikan. 

"Ngegibahin kakak." jawab Nathan sambil melempar sesuatu ke arah kakaknya yang sukses membuat pemuda itu bertiriak histeris. 

"KECEWA!!! EH KECOWA!!!" 

"HUA AYAH ADA KECOWA!!!!!"

Histeris Chandra sambil melompat menjauhi benda yang tadi Nathan lempar. Iya tak peduli apapun itu, karena ia sudah tahu apa itu. (???) 

Berlainan dengan Chandra yang ketakutan di pojokan kamarnya sambil menatap ngeri kasurnya tempat benda yang ia lempar tadi tergeletak, Nathan sudah tak dapat menahan kuasa untuk tak tertawa melihat tingkah kakaknya. 

"Wkwkwk... Ngakak live anjir." gelaknya keras. 

"NATHAN!! MONYET LU YA!!!" teriak Chandra marah. 

Tahu kalau ini akan terjadi, Nathan langsung ngacir lari ke luar kamar dan mengunci pintu kamarnya dari luar. 

"Woy, mau kemana lo? Buka pintu woy!!!" teriak Chandra dari dalam. 

"Wkwkwkwk... Mampus lo Kak gue kunci." Kata Nathan tanpa dosa. Ya ia girang karena berhasil mengerjai sang kakak dengan segala risiko nantinya. 

"Buka nggak pintunya?" 

"Ogah."

"Awas ya lo! Gue aduin ke ayah mampus lo!" Ancam Chandra tapi tak meluruhkan niat jahat Nathan terbukti dengan suara gelak tawa sadis gadis itu. 

"Bodo amat! Yang penting gue bahagia!!" sahut Nathan layaknya pemeran antagonis di tv-tv. 

"Oya, btw kak. Gue cabut dulu ya. Gak jadi sama lo kak. Gue sama Bagas aja. Bye kakak akoh... Pintunya suruh buka bi Semi ya." ujar Nathan kemudian benar-benar kabur dari sana menuju pintu rumahnya mengabaikan teriakan maut kakaknya. Lacknut kali kau... 

"OTHAN!!!"

"BUKAIN PINTUNYA WOY!"

"Bi Semi, kalo aku udah pergi aja ya bukainnya." teriak Nathan yang sudah di depan pintu rumahnya menghentikan Bi Semi yang siap naik tangga hendak menuju kamarnya. 

Bi Semi hanya diam sampai Nathan keluar pintu dan mendekati sebuah motor yang sudah terparkir rapi di luar pagar rumahnya. 

"Kuy lah." ujar Nathan mengagetkan sang pemilik motor yang tak lain Bagas sahabatnya. 

"Abang lo lo apain?" tanya Bagas heran karena suara Chandra nyaring sekali meneriaki nama Nathan sampai ke luar rumah. 

"Gue kunci di kamar." jawab Nathan santai lalu memakai helm yang Bagas sodorkan padanya. 

"Parah sih lo. Awas lo kualat." Kata Bagas mengingatkan. 

"Ck. Telat lo ngingetinnya." Jawab Nathan lalu mengisyaratkan agar pemuda itu segera melajukan motornya sebelum Chandra benar-benar mengejarnya. 

"Btw, lo udah ngomong kan sama abang lo?" tanya Bagas saat mulai melajukan motornya. 

"Udah." jawab Nathan singkat. Sebab, ia paling malas kalau ada yang bertanya begitu padanya. 

"Btw lagi,"

"Lo jalan atau lo gue geplak?"

🍭🍭🍭
















Cuman mau ngingetin, inget ya kawan, jangan menilai orang dari kovernya. 

Btw, vote + comment nya ya. Yang ini sangat dibutuhkan sebagai penyemangat author nya. 

Trims.🍭🍭

Dear Brother, We Are SiblingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang