Pertemuan (Revisi)

46.9K 812 5
                                    

Nayya POV

Kring... kring...

Suara alarm menyayat telinga. Dengan enggan aku membuka mata. Jam di alarm menunjukkan pukul 06:25. Astaga! Aku langsung melompat dari tempat tidur dan menuju kamar mandi secepat kilat. Keluar dari kamar, aroma sarapan sudah tercium.

“Nayya… sarapan dulu,” suara Bunda memanggil dari dapur.

Aku hanya sempat mengambil segelas susu putih, mencium tangan Bunda, dan langsung berlari keluar. “Nggak sempat, Bunda! Udah telat. Aku berangkat ya… Bun, assalamualaikum!”

Di pinggir jalan, aku menunggu angkot dengan napas memburu. Jam tanganku menunjukkan pukul 06:35. Begitu melihat angkot datang, aku langsung melambai.

“Bang, SMA Cendana ya,” ucapku cepat.

Beberapa menit kemudian, aku turun, melemparkan ongkos ke sopir, dan berlari ke gerbang sekolah yang... sudah tertutup.

"Ya Allah… pasti upacaranya udah mulai," aku mengumpat dalam hati.

Saat sedang mencoba mencari celah untuk masuk, tiba-tiba seseorang berbicara dari belakangku.

“Telat ya…” suaranya santai.

Aku menoleh dengan tatapan sinis. “Bukan urusan lo!”

Dia hanya menyeringai dan berkata, “Udah, lo ikut gue.” Tangannya mencoba menarikku, tapi aku menghempaskan.

“Mau ke mana? Gue bukan cewek murahan yang bisa ditarik-tarik!”

Dia mengangkat alis, tetap datar. “Lagian ngapain gue mainin cewek kayak lo? Udah, ikut aja.”

Aku menyilangkan tangan, menatapnya tajam.

“Lo mau masuk nggak? Kalau iya, gue bisa bantuin.”

Aku melirik penuh curiga. “Lewat mana coba?”

“Makanya ikut. Gue tau jalan rahasia.” Tangannya kembali menarikku. Entah kenapa kali ini aku membiarkan.

Kami sampai di belakang sekolah. Aku masih bingung.

“Katanya mau masuk. Lewat mana?” tanyaku tajam.

“Lo cewek. Gak mungkin bisa manjat pohon. Bentar, gue cari tangga.” Dia pergi dan kembali hanya dalam beberapa detik.

“Nih... naik gih,” katanya sambil memegangi tangga.

Aku naik perlahan. Begitu sampai, aku langsung masuk sekolah tanpa menoleh lagi ke dia. Aku senang kelas belum dikunci. Langsung duduk di bangku, mencoba menenangkan diri. Untung tidak ada guru keliling.

Beberapa menit kemudian, upacara usai. Teman-temanku mulai masuk kelas. Ratna menepuk pundakku.

“Lo nggak ikut upacara?” tanyanya.

“Gak, Rat,” ucapku pelan.

“Pasti telat lagi, ya…” Dia terkekeh.

Aku ikut tertawa kecil, malu.

Bel berbunyi. Pelajaran akan dimulai. Semua murid kembali ke kelas. Ratna kembali bertanya, “Nay, lo kok bisa masuk? Gerbang kan tadi udah ditutup?”

Aku kaget. “Gue… tadi dibantu cowok. Lewat belakang.”

“Siapa dia?” tanyanya cepat.

Belum sempat kujawab, Pak Herman masuk. Obrolan pun terhenti.

Saat istirahat, aku masih sibuk memasukkan buku ke tas ketika Ratna datang.

“Nay, istirahat yuk. Gue laper.”

Aku mengangguk, mengambil novel, dan berjalan ke kantin. Saat hendak memesan, aku melihat sosok cowok yang tadi. Dia duduk di depanku.

“Hey… nama lo Nayya Antika, ya?” tanyanya.

Aku memelototi dia. “Kok lo tau?”

“Label nama lo,” katanya, tersenyum.

“Oh…”

“Gue Aldo Alvaro. Anak baru di sini,” katanya lagi.

Aku mengangguk malas. “Oke.”

“Lo nggak mau bilang makasih?” sindirnya.

Aku menarik napas, “Iya deh, makasih ya udah bantuin gue.”

Saat itu Ratna datang. Dia menatap penasaran.

“Ini Aldo. Dia yang bantuin gue tadi,” jelasku.

Mereka berkenalan. Aku hanya duduk membaca novelku, mengabaikan mereka.

Aldo bertanya, “Lo suka novel cinta, ya?”

Aku diam.

Ratna menyahut, “Iya, kerjaannya baca mulu. Ngomong pun gak denger.”

Aku melirik Ratna. “Udah belum? Gue mau ke perpus. Kalau nggak ikut, bareng Aldo aja.”

Aku berdiri, membayar es teh, dan pergi.

Di perpustakaan, aku mencari buku geografi. Saat mencoba menjangkau rak atas, tubuhku nyaris tertimpa lemari. Untung Aldo muncul dan menahannya.

“Lo gak apa-apa?” katanya sambil menyentuh tanganku.

“Gue gak papa,” jawabku pelan, melepaskan tangannya.

“Mau ngambil apaan sih?”

“Buku geografi. Gue pendek, jadi jinjit.”

Aldo mengambil bukunya, lalu menggoda, “Kalau lo mau, pulang bareng gue.”

Aku memelototinya. “Gak. Gue bisa pinjam ke Ratna.”

Bel masuk berbunyi. Aku langsung meninggalkan dia.

“Liat aja lu, Nay. Suatu saat lo bakal pulang bareng gue,” bisik Aldo dalam hati.

***

Kring… kring…

Waktunya pulang. Aku keluar kelas. Di koridor, aku melihat Aldo mendekat.

“Nay, lo liat Ratna gak?”

“Di kelas,” jawabku cepat.

Aldo masuk ke kelas dan memanggil Ratna yang sedang piket.

“Ngapain lo ke sini?” tanya Ratna.

“Mau nanya soal Nayya.”

Ratna duduk dan menatap Aldo. “Nanya apaan?”

“Aku mau minta nomor HP-nya. Dan... dia udah pernah pacaran belum?”

Ratna menyerahkan secarik kertas. “Nayya belum pernah pacaran. Maklum aja, dia sensi banget sama cowok.”

Aldo menerima kertas itu, senyumnya mengembang... licik.

“Oke,” gumamnya.

“Gue balik dulu,” ucap Ratna sambil menggendong tas.

Aldo tetap duduk. Tatapannya kosong, senyumnya mengandung tekad yang sulit dijelaskan.

Oke, gue akan buat lo suka sama gue. Bila perlu... jadi istri gue,batinnya.

Musuh Tapi Menikah{Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang