“Pak, bagaimana ini, keluarga kami tidak memiliki penghasilan lagi, jika tidak berladang di tanah Bapak.” Bujukku pada Pak Dirjo, namun Pak Dirjo tidak mengubrisku dan langsung pergi.
Aku menatap Ibu dan Bapak, membayangkan bagaimana lagi nasib keluargaku. Pasti akan sangat kekurangan. Berladang saja sudah kekurangan, apalagi tidak.
Astaga!!! Bagaimana aku sekolah, sebentar lagi aku akan mengikuti ujian, dan aku belum membayar uang untuk itu.
“Besok Bapak akan berkerja pada Pak Tejo sebagai kuli bangunan.” Kata Bapak pasrah.
“Bas ikut bantu ya, Pak.”
“Tak usah, kamu sekolah saja, biar bapak sendiri.” Mendengar kata Bapak, aku hanya menurut saja.
Sebenarnya aku tak tega melihat Bapak harus bekerja.
Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Bapak dan Ibu. Aku belajar dengan tekun setiap harinya bahkan malamnya aku belajar lagi. Semua hasrat untuk bersenang-senang dengan teman-teman, kuurungkan. Aku tahu, aku satu-satu nya harapan Bapak dan Ibu.Waktu tak berselang lama ketika kami tidak berladang lagi. Bapak kembali mendapatkan kepercayaan dari Pak Tejo untuk mengelola ladangnya. Tentu saja Bapak sangat senang, begitu pun dengan Ibu. Dengan ladang ini, keluarga kami bisa bertahan hidup.
Aku juga kembali membantu Bapak bekerja di Ladang. Sekolah pun sudah selesai kulakukan. Aku lulus dengan nilai yang cukup baik. Namun keputusan untuk melanjutkan sekolah masih kusimpan. Aku takut dan tak tega melihat Bapak harus banting tulang demi aku.
“Bas, kamu harus melanjutkan sekolahmu, kamu harus memiliki pendidikan yang tinggi. Zaman sekarang Pendidikan SMA banyak tidak dipakai di beberapa pekerjaan.” Kata Bapak ketika kami tengah mengistirahatkan badan di pondok dekat ladang Pak Tejo.
Mengdengar ucapan Bapak, membuat hatiku agak senang.Walaupun ia sering bekerja keras demi ku, ternyata Bapak masih mau menyekolahkanku.
“Tapi Pak, Bas tidak bisa. Bas tak sanggup jika bapak sering sakit-sakitan karena bekerja keras untuk Bastian.”
Niat Bapak untuk menyekolahkanku sangat besar.Ia tak mau anaknya menjadi dirinya.Malamnya kupikirkan semua keputusan- keputusan untuk melanjutkan sekolah. Aku sadar, apa yang Bapak katakan memang ada benarnya juga. Tapi aku juga tak mau melihat Bapak bekerja keras.
***
AAuthor POV
Pagi kembali menjelang. Menampakan matahari yang penuh dengan sinar kehidupan.Seorang pemuda dengan tubuh tinggi dan tegap baru saja selesai berdoa. Ia baru saja mengambil keputusan untuk hidupnya. Keputusan yang akan ia jalani kedepannya.
Hari ini, Bastian pergi ke kantor desa. Ia berniat untuk mencari pekerjaan. Keputusan sudah ia buat, ia mau mengubah kehidupan keluarganya dan ia tak mau Bapak membanting tulang untuknya. Namun, benar saja, apa yang dikatakan Bapaknya, ijasah SMAnya tidak laku untuk mendapatkan pekerjaan.
Bastian hampir putus asa. Segala harapan dan usaha sudah ia lakukan. Kini ia terduduk pasrah di bangku bilik desa itu. Matanya menunjukkan kepasrahan yang tiada tara.
Ia hampir menyerah, namun mata tertuju pada poster yang di tempel di mading desa. Secuil harapan muncul.
Ia mulai mencoba peruntungan. Kali ini ia mencoba mendaftarkan diri sebagai penerima beasiswa di Universitas Pontianak. Bastian kembali ke rumah untuk mengurus segala surat menyurat untuk progam beasiswa tersebut.
“Pak...Bu.Bastian mau mendaftarkan diri untuk progam beasiswa di Pontianak.” Bastian bersuara sambil menuju kamarnya.
“Kamu yakin dengan pilihanmu, bagaimana jika kamu tidak diterima di Universitas Pontianak tersebut?” Ucap suara serak pria paruh baya itu kepada anak semata wayangnya.
Ibu dan Bapak Bastian hanya menyetujui saja segala keputusan Bastian. Mereka percaya pada Bastian. Bastian pun mengikuti tes untuk mengikuti beasiswa tersebut.
***
Hari terus berlalu, kini adalah hari pengumuman untuk Progam beasiswa tersebut. Terlihat seorang wanita dengan almamater melapisi bajunya memasuki perkampungan tersebut. Memberikan hasil dari tes sebelumnya. Namun, terlihat wanita tersebut tengah berdebat dengan seorang laki-laki terkait masalah tersebut.
Bastian baru saja pulang dari ladang. Ia Penasaran menunggu hasil dari beasiswa. Tapi karena lelah ia langsung mengistirahatkan badannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMPAS
Short StoryBastian hampir saja menyerah, usahanya untuk membantu Bapak dan Ibu nampaknya menjadi sia-sia. Berladang ia sudah lakukan.Namun sekarang ia sudah lulus SMA. Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus melanjutkan pendidikannya? Selamat membaca para...