Bagian 2

30 4 0
                                    

Suara suster menyadarkanku. "Tunggu aja di kamar bu. Tiga jam lagi anak ibu kami antar ke kamar" tegas dan santun dia berucap.

Sebelum dua kali perawat memintaku meninggalkan ruangan ini. Segera kulangkah kaki. Berat meninggalkanmu di sini. Tapi apa dayaku. Biarlah menunggumu di kamar. Kankulantunkan doa-doa terbaikku untukmu sayang.

Selang beberapa jam terdengar seseorang mengetuk pintu. Sontak suamiku membuka pintu. Semoga nak gadisku yang datang, batinku Bener saja. Nampak dirimu di tempat tidur. Terlelap dalam pelukan selimut. Kulihat tanganmu tak lagi dipasangin infus.

Setelah kamu berada di kamar. Kucoba membujuk penglihatanku agar segera beristirahat. Sudah sangat larut malam. Besok pagi sudah segudang rencana meminta diwujudkan.

Suara dering alarm membangunkanku. Tepat jam empat pagi. Kulihat kamu masih pules dalam mimpi. Syukurlah kamu bisa tertidur sehingga tak merasakan lagi sakit itu.

Mandi kemudian berkemas. Tak lupa menelponMU diwaktu shubuh ini. Baru saja mengucapkan salam. Terdengar lirih suaramu. "Bunda haus...."

Kusendokkan setetes demi setetes air putih. Kulihat bibirmu kering. Tak lupa memberikanmu dua sendok makan virgin coconut oil dan satu tetes imunator honey.

Pagi ini terlihat kamu sudah baikan. Kembali kedendangkan. "Tak ada yang sia-sia di depan Tuhan. Sakit ini kan menggugurkan dosamu sayang. Jaga sholatmu dan perilakumu agar tak ada lagi alasanNYA untuk membakar dosamu".

"Ke depan sayang. Nggak usah pakai jarum pentul lagi. Sepertinya jarum pentulnya tajam sekali. Nggak seperti biasanya" kataku.

"Iya bunda...itu jarum pentul....kau menyebutkan satu negara. Tajam dan tidak berkarat.

"Pakai saja peniti ya..." ucapku lembut.

"Iya bunda. Kemaren itu aku telat bangun pagi. Takut terlambat nyampe sekolah. Buru-buru pakai jilbab. Jariku ketusuk jarum pentul. Kayaknya dalam karena banyak darah yang jatuh ke lantai. Aku biarkan. Kukira nggak apa-apa. Setelah itu kok sakit banget. Jariku bengkak. Badanku mulai demam". Untuk kesekian kalinya kau ceritakan padaku.

Jari yang sudah membengkak. Badan demam. Dokter menghawatirkan tetanus bersarang manja di sana. Itulah alasan mengapa harus dilakukan operasi kecil agar kuman-kumannya dibersihkan.

"Oke ... yang sudah terjadi biarlah mengukir kenangan" kataku. Kau tersenyum walau masih getir.

Satu hal nak. Kamu akan berhati-hati dengan yang namanya jarum pentul. Benda kecil yang bisa mencelakakan.

TAMAT

MALAPETAKA JARUM PENTULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang