Moments 02

1K 21 0
                                    

Sakura Fujiwara

 

 

Rasanya wajahku benar-benar merah sekarang. Gila! Tadi aku ngomong apa? Aku langsung menggeleng-gelengkan kepalaku. Kalimat itu nggak mungkin keluar dari mulutku, kan? Nggak mungkin. Aku ini Sakura. Nggak mungkin aku jatuh hati pada anak idiot.

Argh... Sepertinya aku yang idiot.

Kenapa juga aku menyadarinya sekarang? Padahal selama ini aku menentang mati-matian semua ledekan juga tuduhan teman-temanku yang mengatakan bahwa aku menyukainya. It's impossible.

Dari jamannya SMP, semenjak aku ditinggal sama cowok yang kutolak (duh emang menyedihkan sekaligus memalukan banget ya) aku tidak bisa jatuh hati pada orang lain. Aku hanya terpaku pada sosok itu. Sosok yang kutolak mentah-mentah demi Fabi. Namanya Sanji.

Zia pasti tahu banget soal Sanji. Dia juga mengenal Sanji dengan baik. Meskipun tidak setinggi Fabi, Sanji punya tampang seperti vokalis band. Hidung mancung, kulit kuning langsatnya dan kedua alis tebal. Gila! Sanji nggak ada duanya.

Aku tahu sekarang Zia pasti syok berat karena aku bilang, argh, aku kayaknya suka sama Badai. Selama ini Zia sering mengungkit-ungkit bahwa Badai mirip banget sama Sanji. Pasti dia merasa bahwa dia telah memengaruhiku dengan cara yang salah. Ini bukan salahnya juga sih. Ini diakibatkan oleh Sherly juga. Dia sering banget membuatku jadi bahan kejailan Badai. Dia juga sering membuatku dan Badai menjalankan tugas berdua. Memang menyebalkan!

Okedeh aku memang idiot. Aku terbiasa sama kejailannya. Obrolannya yang nggak jelas juga senyum manis yang menghiasi wajahnya. Apalagi dia punya lesung pipi kayak Afgan! Argh sial aku muji dia.

Lagian kenapa sih si Badai itu cuma gangguin aku? Kenapa sih setiap kali diledekin sama teman-teman dia malah nyengir ke arahku? Kenapa sih setiap kali dia nyengir ke arahku dia jadi kelihagan kece bangt? Argh tidak itu salah dia. Iya! Salah dia. Dia bikin aku jatuh cinta. Ups. Argh aku sepertinya sudah idiot beneran.

"Sakura?" Zia memegang pundakku dengan erat. "Elo baik-baik aja, kan!?"

Aku terdiam. Bahkan sekarang aku tidak berani menatap wajah Zia. Wajahku pastu merah banget.

"Eng... Lupain aja soal tadi."

"Eh?" Zia menggapai tanganku. "Jadi lo beneran suka sama Badai?"

Sesaat adegan yang kami lakukan seperti yang ada di drama-drama percintaan. Tapi itu kan antara cewek sama cowok! Aku jadi geli. Kulepaskan pegangan tangannya dari tanganku.

Sesaat aku hanya bengong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak. Nggak mungkin."

Tiba-tiba saja Zia tertawa terbahak-bahak. Aku langsung menengadah dan menyipitkan mataku yang sudah sipit.

"Kok elo ketawa sih!?"

Zia berhenti tertawa. "Gila! Elo suka sama Badai yang ukurannya mini begitu?"

Aku langsung cemberut. Sialan banget si Zia. Dari pada dia, ditaksir sama Bimo. Cowok berkumis yang seram banget. Sampai-sampai Chelsea, teman sekelasku, mengira bahwa si Bimo itu mantan narapidana dan merupakan penculik kelas kakap.

"Iya deh. Gue kayaknya perlu rukiyah atau gimana gitu biar tobat." Aku berkata pasrah.

Tawa Zia langsung meledak. Gila kayaknya aku perlu ngambil tutup botol lalu aku lempar ke mulutnya.

"Gini..." Zia berhenti tertawa. "Gue udah bisa memprediksikan ini. Karena lo..." Zia menunjukku. "Selalu naksir sama cowok aneh bin sableng!"

“Iya deh, gue suka sama cowok sableng.” Aku merenggut.

UNBELIEVABLE MOMENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang