"Apa kau memimpikannya?"
.
.Jiya fokus memperhatikan Zikri yang kini terdiam. Apa yang Jiya tanyakan sebenarnya. Apakah Jiya mengetahui mimpinya?. Wah, kejanggalan yang sungguh apik.
Bagaimana dengan respon Andi?,
Ia kini hanya ternganga mendengar pertanyaan dari Jiya. Sekejap ia lirikkan matanya pada Zikri, namun yang dilirik hanya menggelengkan kepala. Ingin menghilangkan rasa canggung, Andi mulai melontarkan apa yang ingin ia katakan." Hmm... Jiya, kami..."
" Kau bermimpi buruk, bukan?!"
Potongnya dengan sarkas.Senyuman Jiya berubah menjadi smirk yang menyeramkan. Ia segera pergi setelah mengambil semua barangnya.
"Woah, tadi itu apa?" Tanya Andi
Zikri masih berpikir sambil mengingat kembali apa yang baru saja menjadi bunga tidurnya. Menyadari sesuatu, kepalanya mendongak ke arah Andi dengan mulut terbuka.
"A.....pa?!" Andi memberikan reaksi refleks ketika Zikri menatapnya seperti tadi.
"Dia... Masuk dan merusak mimpiku!"
"Hah?!"
Sesaat tatapan mereka bertemu, sesaat pula ia berpindah. Kini arah kemana Jiya pergi menjadi target tajam nun mereka. Bergidik dan sedikit takut, Zikri berdiri dengan badan gemetar. Ia melangkah dengan pikiran kalang kabut. Sang ketua kelas, Andi, masih sibuk merangkai khayalnya dan ketika ia ingin menghapusnya, saat itu pula Zikri terjatuh tepat sesaat ia baru saja ingin melangkah keluar. Andi dengan sekejap diikuti beberapa anak yang sedari tadi fokus dengan bukunya, membawa Zikri ke UKS.
*in the classroom*
Jiya memasuki kelas dengan sangat tenang (kelihatannya). Raut wajahnya nampak seperti biasanya. Tiada yang berubah dari wajah menbosankan itu. Tapi, tahukah apa yang tengah dipikirkannya sekarang? Wajah tanpa nyawa itu ternyata sedang gelisah dan sedang memikirkan hal yang terus mengusiknya. Tapi, apa? Bukankah ia terbiasa menghadapi sesuatu dengan tenang? Adakah sesuatu yang menghancurkan pertahanannya?
.
Entah apa, ia terus berpikir tentang mimpi itu. Mimpi yang membuatnya tertegun. Tidak seperti biasanya.Jiya POV
Beberapa saat yang lalu.
Cahaya bersinar dari kejauhan. Mengulum waktu menjadi satu. Semua membatu. Bisu. Hanya angin dengan jeritan tertiup. Oh tunggu!.
Kenapa suasananya mencekam?. Ayolah, jangan seperti ini lagi. Kebodohan kutitipi hanya karena sebuah kegilaan. Obsesi. Ah, ini membuatku muak.Perlahan dunia tenang itu berubah menjadi derita. Cahaya itu membesar setiap detiknya. Tanah yang kutapak bergetar keras. Disisi lain terbelah dua. Dunia kupikir sejenak kiamat, jiwaku sakaratul maut. Kedahsyatannya membunuh inderaku. Dunia hilang sekejap, hanya dengan satu kerlingan mata.
Beberapa saat kemudian, aku terbangun. Dunia itu sudah hancur lebur. Apa aku tengah berada di padang mahsyar? Kurasa tidak. Aku masih di bumi. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?.
Di rimba kebingungan, mata tertuju pada sesuatu yang bergerak di antara reruntuhan dunia. Aku penasaran, bukan takut. Kenapa tubuh tiada kuasa untuk melakukan sesuatu. Bibir kelu, tubuh kaku. Baiklah, tugasku kali ini hanya memperhatikan, bukan turun tangan.
Perlahan sesuatu terlihat. Beberapa, bahkan jutaan tali berukuran raksasa terbang dan saling mengikat satu sama lain. Aku tertegun dengan semua hal yang tertangkap oleh panca inderaku. Pergerakannya semakin lama semakin cepat, hingga bagaikan kilat. Sekejap reruntuhan berubah menjadi pemandangan baru. Perlahan tali-tali itu menghilang dan menampakkan sebuah taman. Taman pekuburan. Dayaku melemah. Sesaat, kepala berdenyut begitu kuat.
Samar terlihat seseorang tengah duduk di salah satu gundukan tanah bernisan. Tunggu, dia tidak asing bagiku. Punggung tegap, bahu lebar, rambut kecoklatan, kulit putih langsat, dan satu tanda di siku kanannya. ZIKRI. Yah, aku yakin dia Zikri. Apa yang sedang ia lakukan? Kenapa dia disana? Kenapa ia menangis dengan suara yang begitu menyayat hati?, siapa yang ia kunjungi?.
Rasa keingintahuanku mendorong panca indera memokuskan diri pada tulisan nama batu nisan yang tertanam pada gundukan tanah, tempat dimana Zikri berada. Pupil mata membesar dan raga bergetar tatkala membaca nama yang memiliki nisan itu. Nama itu adalah....
*Suara langkah kaki mendekat*
Suara itu membangunkanku dari mimpi panjang itu. Zikri yang entah kapan ada dan tertidur di hadapanku juga ikut terbangun dengan wajah yang dipenuhi kegelisahan dan ketakutan.
"Apa kau memimpikannya?"
Ia hanya terdiam. Baiklah, aku benar-benar pembaca pikiran yang baik. Ia juga memimpikan mimpi yang sama.
"Jiya, Kami..."
"Kau pasti bermimpi buruk, bukan?"
Ucapku sembari meninggalkan ruangan itu.Tapi, sepertinya aku melupakan sesuatu. Ahhh... Iya.
"Nama siapa yang tertulis di batu nisan itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
S.E.C.R.E.T
Mystery / Thriller"Memiliki basic fikir yang terbiasa tak memperdulikan sekitar itu sifatku. Namun, kalian hanya penikmat cerita luarku. Sifat psikisku jauh dari apa yang kalian pikirkan" Beberapa tipikal manusia-manusia es batu terlihat membosankan untuk dijadikan t...