Golden High School. 10:30 am.
Seorang mayat laki-laki ditemukan dengan posisi tubuh telentang, mata membelalak, lidah menjulur keluar dan area perut penuh dengan cairan merah kehitaman.Tak lama setelahnya, kepala NYPD (New york Department Police) Paul Scoots, datang bersama dua polisi lain dan seorang detektif muda bernama Nicholas. Penyisiran TKP dan pemasangan garis polisi-pun segera dilakukan.
"Setelah pengecekan darah dengan luminol, kami menemukan banyak darah kering di lantai," kata Nicholas. "Kemungkinan besar, darah yang tercecer di lantai merupakan darah korban."
Sang chief, Paul lalu menepuk bahu Nicholas dengan tegas. "Kasus ini akan kuserahkan kepadamu sekarang."
Nicholas bahkan tak ragu untuk mengangguk menyanggupi. Ia kemudian berjongkok, kembali mengamati mayat korban dan mencatat kondisi tempat kejadian perkara dalam jurnal pribadinya.
Brittany yang sejatinya sudah ikut berkerumun dan berdiri di antara kerumunan siswa lain-pun, menjadi ikut kalut dalam rasa penasaran. Mungkin firasat, ia-pun menyalip orang-orang di depannya tersebut hingga berhasil menerobos barisan dan kini berdiri di barisan terdepan.
Matanya langsung membelalak kaget saat menemukan wajah tak asing disana. Buru-buru diangkat garis kuning yang melintang di hadapannya itu dan tubuhnya-pun langsung bersimpuh jatuh, tepat di depan sang mayat.
"James...," ucap Brittany dengan nada sedih.
Nicholas mendekat dan dengan sigap mencegah jari - jemari lentik berpoles cat kuku ungu itu untuk menyentuh wajah korban. Ia kemudian menuntun Brittany untuk menepi dengan hati-hati. "Jangan terlalu dekat. Aku tidak ingin sidik jarimu disalahgunakan seseorang."
Isak tangis Brittany pecah saat ayahnya, bersama dua polisi lain memindahkan mayat kekasihnya ke dalam ambulance untuk melewati proses otopsi di rumah sakit.
Intuisi Alicia, akhirnya membawanya ke lorong. Meski tidak benar - benar tertarik, Alicia akhirnya berdiri di antara segerombolan siswa yang memerhatikan proses pemindahan korban dengan antusias. Mereka tampak penasaran, khawatir dan ketakutan di saat yang bersamaan.
Lalu seorang pria dengan kumis hitam di atas bibirnya itu mendekati Nicholas. Ialah Paul scoots dengan ekspresi gusarnya. "Tuan Blake memintaku agar kita berhati-hati saat berstatement di media."
Nicholas mengedikan alis, terkejut. "Cih. Siswanya tewas, tua bangka itu malah sibuk dengan pencitraan," batinnya. Tapi yang keluar dari mulutnya, justrulah hal lain, "Baik, chief."
Setelah kepolisian pergi mengawal ambulance yang membawa James, siswa yang lain-pun diinstruksikan untuk kembali ke kamar mereka oleh para petinggi Golden High untuk membantu proses penyidikan. Kelas dibubarkan pada hari itu.
Brittany lalu mendekati Nic. Kedua mata yang sembab itu kini menatapnya gamang. "Nic, apa yang sebenarnya terjadi pada James?"
"Dari kondisi korban, diduga James mengalami penganiayaan dan pembunuhan berencana." Nicholas diplomatis.
Britt menggeleng pelan, masih tidak percaya. "Siapa orang yang tega melakukan semua ini, Nic?" nada suaranya masih terdengar lirih.
Alicia mendekat dan berdeham. "Britt,"
Britt menoleh dan tertegun sesaat saat melihat kehadiran Alicia yang katanya tidak ingin meninggalkan hall, kini malah berdiri di hadapannya.
"Alicia?"
"Aku turut berduka untukmu," kata Alicia yang dibalas anggukan terima kasih oleh gadis berpipi chubby itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROOMATE : SECRET SERIES (TAMAT)
Mystère / ThrillerAlicia memiliki kemampuan mendikte kronologi pembunuhan. Terutama, saat pembunuhan berantai terjadi di asramanya yang baru. Dibantu seorang detektif tampan bernama Nicholas Gray dan anak pemilik asrama, Ace Blake. Mungkinkah pelaku adalah salah satu...